Travelling adalah suatu kegiatan perjalanan antar suatu tempat ketempat lain yang cukup jauh menggunakan kendaraan. Aktivitas ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi para “lari dari kenyataan” & bagi banyak traveller, travelling merupakan sebuah gaya hidup. Dengan travelling, biasanya akan mengurangi sedikit beban pikiran dari kegiatan atau kepenatan sehari-hari.Kepenatan dan beban yang dirasakan menyebabkan seseorang menjadi tidak produktif dan kegiatan travelling ini dianggap mereka sebagai istirahat untuk memulihkan diri agar menjadi produktif kembali.
Semenjak covid-19 terjadi pertama kali di Wuhan, China kita tidak dapat menampik fakta bahwa virus tersebut tidak akan tersebar ke mancanegara. Terbukti dengan menyusulnya Prancis yang diberlakukannya lockdown dan semakin disusul oleh beberapa negara-negara lain sehingga menyebabkan kesempatan untuk traveling semakin susah, terlebih untuk melakukan travel ke mancanegara. Sampai akhirnya dimana Indonesia juga terkena virus covid-19 pada bulan Desember lalu. Lalu pertanyaannya, apakah covid akan sangat berdampak bagi para traveller ataupun segelintir para “lari dari kehidupan” bahkan penyedia akomodasi perjalanan?
Jawabannya ialah tentu. Tidak jarang mereka sudah membeli tiket atau memesan tiket dari jauh-jauh hari sebelum adanya pandemi ini dan tentunya mereka merasakan kecewa bahkan kerugian. Bagi para traveller, traveling bukan hanya sekedar bepergian ke antah berantah atau sebuah hobi namun juga sudah menjadi bagian untuk mencari nafkah.
Bila kita tarik ke ranah yang lebih luas seperti perekonomian & minat masyarakat maka traveling sudah tidak lagi suatu hal yang penting. Hal ini disebabkan kebijakan lockdown yang dibuat oleh pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Hal ini juga membuat masyarakat takut untuk bepergian karena virus yang masih ada dan kebijakan tersebut, dan mereka berpikir lebih baik dirumah atau menunda liburan. Mengingat dari banyaknya tes yang harus dilakukan sebelum bepergian juga k termasuk biaya pengecekan “swab test” yang dapat memakan biaya yang cukup merogoh kocek sebesar 1-1,5 jt rupiah/orang. Biaya yang besar menyebabkan minat masyarakat menurun untuk memenuhi keinginan dalam traveling.
Di sisi lain sektor pariwisata sangat merasakan dampak dan kerugian cukup besar akibat pandemi ini terlebih dalam segi ekonomi. Kebijakan lockdown ini membuat sektor pariwisata mati tanpa penghasilan secara mendadak, baik dari devisa wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Kerugian yang dirasakan bisa berakibat pada pemecatan atau pengurangan karyawan bahkan tidak jarang usaha-usaha mulai tutup karena pemasukan yang ada tidak bisa mengimbangi pengeluaran. Hal ini juga berdampak bagi sarana dan prasarana yang disediakan dalam menunjang kegiatan travelling seperti alat transportasi, khususnya pesawat terbang yang terpaksa untuk mengurangi jadwal penerbangan ke tiap-tiap kota & kapasitas penumpang sebagai upaya untuk pencegahan penyebaran virus corona.
Ketika kondisi sudah mulai membaik dan lebih aman, sektor pariwisata seperti penyedia akomodasi perjalanan atau penginapan dan tempat wisata sudah mulai dibuka kembali. Mereka berusaha untuk mengembalikan seperti sedia kala dengan melakukan promosi secara besar-besaran dimulai dari berbagai diskon yang ditawarkan serta kebersihan dan alat protokol kesehatan yang sudah sesuai standar yang ditentukan. Hal tersebut mulai menarik minat traveller lagi, ditambah lockdown hampir setahun ini membuat penat bahkan stress dirumah saja. Traveller mulai kembali bepergian ke tempat wisata yang mereka tuju dengan protokol kesehatan yang ketat.
Dapat ditarik kesimpulan, travelling mungkin masih dapat dilakukan yang tentunya dengan tetap mengikuti kebijakan, namun alangkah baiknya menunggu hingga situasi sudah membaik agar para travel yang mungkin sering berpergian ke berbagai tempat tidak terkena dampak virus covid-19.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”