Dedikasi, Mimpi, dan Kecintaan yang Abadi: Valentino Rossi

Saya ‘diracuni’ oleh ayah saya banyak hal. Mulai dari musik, hingga olahraga.

Advertisement

‘Diracuni’ mulai dari musik era ‘70an hingga ‘80an. Mengetahui apa itu grup vokal ABBA, kemudian BeeGees, Phil Collins, Vina Panduwinata, January Christy, hingga Rafika Duri adalah musik-musik yang tumbuh kembang di dalam pikiran dan indra pendengaran saya.

Setiap pagi, ayah saya selalu memutar musik-musik tersebut. Keras-keras. Maka tak heran, saya hafal luar dan dalam mengenai lagu-lagu tersebut.

Bagaimana iramanya, harmonisasinya, kapan masuk kepada reff dan juga outro lagu tersebut. Saya bersyukur, bahwa tanpa pernah diminta saya mendengarkan masa keemasan lagu-lagu Indonesia kala itu.

Advertisement

Membayangkan bahwa bagaimana dahulu kita harus mencari kaset pita, ke toko musik, menerka-nerka apakah satu album ini benar-benar bagus semua? Atau hanya beberapa lagu saja yang sopan di telinga?

‘Racun’ kedua yang ayah saya wariskan ke saya adalah tentang tontonan di televisi. Kala itu di rumah masih memiliki televisi tabung.

Advertisement

Ayah saya tipikal orang tua yang tidak terlalu mencekoki anaknya dengan olahraga. Beliau tahu beberapa sosok atlet yang jago dan berprestasi. Beliau memang cinta mati dengan Argentina. Karena Maradona.

Beliau ingat masa-masa keemasan Maradona menciptakan gol kontroversial (gol tangan Tuhan) dan juga beberapa pemainnya beliau ingat. Di antaranya ada Mario Kempes, Roberto Abbondanzieri, hingga berakhir di Gabriel Batistuta dan sampai sekarang siapa lagi kalau bukan La Pulga alias Lionel Messi.  

Beliau memang fans dari Albiceleste—julukan untuk Argentina—tapi bukan fans garis keras. Beliau memang suka dengan Argentina. Karena mungkin di tahun dimana Argentina memenangkan Piala Dunia, memorinya terekam sangat jelas.

Hingga sampailah di satu titik beliau mengajak saya nonton balapan motor—MotoGP—kala itu yang berkelas dari 125cc, 250cc dan 500cc.

Waktu itu masih menghiasi nama-nama seperti Max Biaggi, Alex Barros, Carlos Checa, Sete Gibernau, Loris Capirossi, Toni Elias, Troy Bayliss, Shinya Nakano, Nicky Hayden, Tohru Ukawa, Colin Edwards dan terakhir ada Valentino Rossi.

Valentino Rossi adalah idola ayah saya. Ada satu kata yang selalu beliau katakan ketika Rossi balapan. Ya ‘sodok’.

Mungkin terdengar aneh, tapi ‘sodok’ versi beliau adalah mendahului, menyusul, meninggalkan.

'Lihat nih disodok ama Rossi' begitu beliau selalu bilang.

Dari 2001 sampai 2021 kemarin mungkin adalah perjalanan panjang ayah saya dan saya menyaksikan Valentino Rossi.

Dari mulai pertarungan habis-habisan di 2004—saat itu di GP Afrika Selatan dengan Max Biaggi—hingga bentrok dengan para pendatang baru seperti Casey Stoner, Jorge Lorenzo hingga Marc Marquez yang berujung Rossi harus start dari baris belakang pada GP Valencia 2015.

Jatuh bangunnya Valentino Rossi bagi saya dan ayah saya adalah perjalanan spiritual. Perjalanan panjang.

Saat Rossi ‘menyodok’ Jorge Lorenzo di GP Catalunya, saat tikungan terakhir 2009 silam, saya, adik dan ayah saya lompat kegirangan. Seisi rumah heboh. Padahal Rossi tidak mengenal kami.

Tapi Rossi mempersatukan kami. Bahwa aksinya memang luar biasa. Brilian, cemerlang dan tentu saja berani.

Saya hapal betul momen-momen dimana saya dan ayah saya berbicara satu sama lain kala menonton MotoGP. Itu adalah father-son time karena saya yakin, ada banyak anak laki-laki dan ayahnya yang bisa ngobrol panjang lebar, tapi bagi saya MotoGP mengaburkan itu semua.

Pembicaraan kami terjadi saat itu. Dari mulai gosip siapa pindah ke tim siapa, siapa yang cedera, jadwal pertandingan di jam berapa dan seri berikutnya di negara mana.

Sekarang setelah saya menikah, dan Rossi pensiun, saya tidak bisa menyaksikan atau merasakan kesedihan ayah saya.

Mungkin beliau sedih. Mungkin beliau terharu. Mungkin beliau sudah merelakan. Bahwa nyatanya gelar juara dunia Valentino Rossi yang ke-10 tidak pernah kejadian.

Saat ini saya dan ayah saya menjadi penikmat MotoGP. Dengan atau tanpa Rossi di lintasan, selamanya ada memori-memori indah di benak saya tentang pembalap yang berasal dari Tavullia ini.

Apakah kamu ada juga momen yang bisa menyatukan kamu dengan ayah/ibumu?

GrazieVale!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE