Harta Benda Ternilai, Harga Diri Terabai

Seberapa berarti dan bernilai aku di mata orang lain? atau Bagaimana penilaian orang lain terhadapku? Pertanyaan tersebut pastinya tidak akan mungkin dijawab dari orang yang kita ajukan pertanyaan. Kenapa? Karena orang lain tidak akan menilai kita di depan kita langsung. Akan tetapi, pernahkah dalam benak Anda muncul pertanyaan itu?

Advertisement

Sebagai individu yang merupakan makhluk sosial, tentunya kita tidak bisa lepas dari orang lain. Kita tidak bisa melakukan segala sesuatu dan mendapatkan sesuatu tanpa kehadiran dan bantuan dari orang lain. Perilaku juga perkataan kita tentunya akan memberikan pengaruh kepada lawan komunikasi kita baik itu yang positif maupun negatif. Lalu, sudahkah kita melakukan evaluasi terhadap diri kita sampai saat ini?

Harga diri tidaklah bisa diukur secara kuantitatif. Kita tidak bisa menentukan harga diri setiap individu dengan angka. Namun, jika harga suatu barang tentulah kita semua dapat mengetahuinya. Lalu, saat benda berharga kita suatu ketika hilang, apa yang dirasakan oleh individu? Mungkin ia merasa sangat menyesal dan sedih yang teramat dalam.

Sedikit cerita, ketika itu saya mempunyai seorang teman sebut saja namanya si A. Saat itu kondisi masih normal, sebelum adanya pandemi Covid-19. Sewaktu kami mendapat penugasan untuk suatu penilaian mata pelajaran seni, kami sering melakukan kerja kelompok dengan berkumpul bersama menyelesaikan penugasan itu. Suatu ketika si A hendak ke toilet sehingga ia menitipkan handphone-nya pada salah satu teman yang lain, sebut saja si B.

Advertisement

Saat sudah selesai dan hendak pulang, si A baru tersadar bahwa handphone-nya masih tertinggal. Akan tetapi, si B sudah pulang, si A sangat kebingungan. Ia mendatangi rumah si B dan menanyakan keberadaan handphone yang dititipkannya. Namun, si B merasa bahwa ia tidak pernah mendengar bahwa si A menitipkan handphone kepadanya dan juga tidak menerima handphone itu. Si A benar-benar sedih dan menangis, ia juga berusaha mengingat di mana ia meletakkan handphone-nya.

Kami semua turut membantu mencari handphone si A, padahal ketika itu sedang hujan lebat dan besok harinya kami harus menampilkan dan mempersembahkan tugas itu. Pernahkah Anda berada di posisi si A? Jika pernah, pastinya tahu betapa bingung, sedih, dan perasaan lainnya bercampur menjadi satu. Si A sangat takut menjelaskan kepada orang tuanya tentang hilangnya handphone miliknya itu. Ia merasa bahwa handphone itu sangat berharga dan segalanya untuknya.

Advertisement

Setelah pencarian yang lumayan lama, handphone itu ditemukan. Dan ternyata ada di tempat si A duduk ketika ia akan pergi ke toilet. Ia baru sadar bahwa sebelumnya ia tidak berkata kepada si B untuk menitipkan handphone. Ia hanya asal meninggalkan benda tersebut dan merasa bahwa ada banyak orang sehingga akan aman.

Dari cerita itu, kita bandingkan dengan cerita yang lain. Saat di bangku SMP, saya mempunyai teman yang bisa kita sebut si Z. Menurut saya dia sebenarnya baik dan bertanggung jawab, tetapi karena sikapnya yang entah mengapa menurut saya sedang mencari perhatian orang lain, dia berperilaku yang bisa dibilang tidak baik dan tidak sopan. Contonhya saja, si Z ini sering menghina teman lain dengan nama orang tua atau nama-nama tak wajar lainnya yang ia sendiri tidak menyadari dampak bagi orang yang dihinanya.

Tak hanya itu, si Z ini juga berlaku selayaknya ia yang paling berkuasa sehingga apa yang dikatakannya harus dituruti oleh teman yang lain. Si Z menganggap hanya teman-teman yang seperti dialah atau selevel dengannya yang pantas menjadi temannya. Sedangkan teman yang lain dianggap rendah atau bisa dikatakan tidak setara dengannya. Itu beberapa perilaku yang sebenarnya sangat tidak baik untuk dilakukan. Dengan sebutan lain bahwa perilaku si Z ini juga termasuk kategori bullying.

Dari cerita si Z ini, mungkin ada orang yang mengalaminya juga. Ia merasa tidak bersalah, apa yang dilakukannya sudah benar, dan tidak pernah berpikir tentang bagaimana orang menilai diri kita setelah kita melakukan suatu hal. Hal itu karena, kita selalu beranggapan bahwa harga diri itu apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh individu. Namun, jika melihat dari sudut pandang orang yang menilai kita, maka kita tidak akan pernah tahu seberapa berharga diri kita sebenarnya.

Contohnya saja dari cerita si Z ini, pertamanya saya menilai bahwa ia sangatlah baik, bijak dan sopan, tetapi dengan perilaku yang dilakukannya itu penilaian saya terhadapnya menjadi berubah. Saya merasa bahwa perilakunya itu minus. Dari situ, saya tidak mengatakan langsung kepada si Z, tetapi itu ada dalam pikiran saya. Kemudian juga si Z tidak merasa bahwa dirinya itu sudah dinilai negatif oleh orang lain.

Ada sebuah ungkapan dari bahasa Jawa yang berbunyi Ajining diri dumunung ana ing lathi, ajining raga dumunung ana ing busana. Atau dalam bahasa Indonesia berarti harga diri ada di ucapan, harganya raga terletak pada busana. Dari situ kita dapat mengambil sebuah maksud yaitu kita harus menjaga ucapan dan perkataan kita agar tidak menyinggung orang lain sehingga kita mempunyai harga diri.

Lalu bagaimana sikap yang harusnya kita lakukan? Apakah ketika kita kehilangan suatu barang berharga itu lebih penting daripada ketika kita dipandang negatif orang lain atau dengan kata lain kita kehilangan harga diri kita? Jawaban itu tentunya berbeda di antara setiap individu.

Satu hal yang pasti, kita harus selalu menjaga dengan sebaik-baiknya apapun yang kita miliki karena itulah titipan yang menjadi amanah untuk diri kita. Baik itu benda yang bernilai tinggi juga perilaku dan perbuatan kita. Kita juga sesekali harus melihat dari sudut pandang orang lain terkait harga diri kita. Bukan cuma menjaga dan meningkatkan dengan baik harga diri kita tanpa tahu penilaian dari yang lain.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE