[CERPEN] Pelangi Di Ujung Hari

Hasil kesabaran menunggu

Tiga tahun waktu yang aku rasa cukup untuk saling mengenal satu sama lain. Usiaku saat itu juga sudah menginjak 24 tahun. Usia yang cukup matang untuk membangun biduk rumah tangga. Mas Adnan yang terpaut dua tahun lebih tua dariku juga sudah memantapkan hatinya meminangku.

Advertisement

Singkat cerita tak ada halangan yang berarti bagi kami berdua untuk mengesahkan hubungan kami kejenjang berikutnya. Semua direncanakan sedemikian rupa demi hari sakral sekali seumur hidup kami. Restu dari kedua belah pihak pun sudah lama kami kantongi. Semua terasa begitu dimudahkan jalannya. Aku dan mas Adnan sepakat untuk tinggal terpisah dari orang tua masing-masing.

Pernikahan bagi kami bukanlah sebuah akhir, namun awal perjalanan cinta yang akan kami tempuh berdua. Awalnya aku berpikir menjadi seorang istri akan menghambat karirku, rupanya itu hanya kecemasan berlebihku. Nyatanya mas Adnan seorang suami yang sangat mendukung apapun yang menjadi impianku.

Sebagai suami istri, kami berdua terbiasa kompak dalam menyelesaikan setiap konflik dengan komunikasi yang baik. Hubungan kami yang harmonis pun dibarengi rezeki yang mengalir lancar. Semua terasa indah dan sempurna. Suami yang baik dan penyayang, kondisi finansial yang stabil serta keluarga yang terus mendukung kami berdua.

Advertisement

***

Tak terasa sudah enam tahun usia pernikahan kami. Tiga tahun berpacaran dan terus dicecar pertanyaan KAPAN NIKAH?! Sudah kami jawab , hingga kini pertanyaannya berevolusi.

Advertisement

Kapan punya momongan? Jangan kelamaan nundanya. Inget umur loh.

Pertanyaan yang nyatanya mulai membuatku risau dan risih karna tak cuma dari teman dan orang sekitar, namun sudah terlontar juga dari orang tua dan mertuaku. Aku dan mas Adnan memang tak berniat menunda kehamilan, namun kami juga tidak terburu-buru. Biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya. Namun terus diberondong pertanyaan yang sama membuatku cukup tertekan. Hanya aku dan mas Adnan di keluarga yang sudah menikah dan diharapkan adanya Adnan dan Kanaya junior.

Usiaku pun sudah memasuki kepala tiga, dengan segala pertimbangan yang ada aku pun sepakat dengan mas Adnan memulai program kehamilan. Bulan demi bulan kami lewati tapi belum ada hasil yang berarti. Aku pun berinisiatif mengganti tempat konsultasi sesuai rekomendasi dari salah seorang teman yang pernah mengalami hal yang sama denganku.

Siang itu aku dan mas Adnan sudah membuat janji temu dengan sang dokter. Pemeriksaan awal dilakukan dan hasilnya membuat aku terdiam. Air mata rasanya tak bisa keluar, tenggorokanku tercekat. Mataku berusaha fokus pada foto hasil USG yang ditunjukan dokter. Aku divonis memiliki kista, dan itu yang menjadi alasan program kehamilan yang pernah dijalani tak membuahkan hasil.

Operasi menjadi jalan yang disarankan dokter untuk mengangkat kista yang bersarang di rahimku. Aku terlalu takut untuk menyetujui, tapi mas Adnan terus menguatkan dan mendorong tekadku untuk sembuh.

"Kanaya sayang , jangan takut. Mas akan selalu ada mendampingi kamu. Kita pasti bisa melewati semua ujian ini." Ucap mas Adnan sambil membelai rambutku seraya mengecup keningku dengan penuh cinta.

***

Kutinggalkan karir yang selama ini aku bangun demi fokus untuk pemulihan pasca operasi. Hari-hari aku habiskan di rumah sebagai ibu rumah tangga. Waktu yang kuhabiskan dengan mas Adnan pun lebih banyak dan berkualitas. Perlahan kondisiku pun membaik, namun mas Adnan justru dihadapkan dengan masalah dalam pekerjaannya. Mas Adnan pun sering pulang larut malam nyaris setiap hari. Keintiman hubungan kami perlahan mulai memudar.

Kami jadi lebih sering bertengkar karena aku merasa waktu mas Adnan tersita untuk pekerjaannya. Aku merasa kondisi psikisku menjadi labil setelah operasi yang ku jalani. Rencana punya momongan pun molor dari agenda yang seharusnya. Bukan rumah tangga namanya kalau cuma manis-manis saja. Semua badai yang menerjang pun mampu kami lewati meski dengan jatuh bangun.

Aku dan mas Adnan tak mau lagi memusingkan teror orang sekitar tentang momongan. Mungkin memang belum waktunya. Tuhan pasti sedang merancangkan yang terbaik untuk kami. Satu yang aku yakini, nanti pasti akan ada masanya aku memanen buah kesabaranku.

Benar saja, dua setengah tahun setelah operasi yang aku jalani momen itu pun tiba. Aku positif hamil. Masih jelas kuingat euforia saat aku berlari kecil menghampiri mas Adnan di kasur. Kusodorkan dua buah alat test kehamilan lengkap dengan dua garis merah diatasnya. Ya, saking tak percayanya aku sampai menggunakan keduanya sekaligus.

Kami berdua berpelukan penuh haru. Bahagia yang dirasa karena penantian lebih dari delapan tahun membuat kami tak berhenti bersyukur. Tuhan memang tak pernah ingkar, semuanya akan diberikan disaat yang tepat. Sekarang mas Adnan tepat berdiri di sampingku sambil mengelus perut buncitku. Dalam hitungan jam kami akan berganti status menjadi ayah dan bunda.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE