Hubungan Antara Overthingking dengan Kehidupan Remaja Sekarang, Kamu Harus Tahu Nih~

Ovethinking pada remaja

Pastinya setelah Anda membaca judul langsung merasa seperti “wah ini aku banget”, mari kita bahas secara tuntas sampai cara mengatasinya. Di era sekarang pastinya Anda sering mendengar kata-kata populer yang selama pandemi ini muncul yaitu overthinking. Dikit-dikit “ah aku jadi overthinking”, “jam-jam overthinking nih”, namun sebenarnya apasih overthinking itu?

Menurut (Burn, 1991) overthinking adalah distorsi kognitif yang khususnya pada proses berpikir yang nyatanya tidak sesuai dengan kenyataan. Keadaan ketika banyak berpikir sebelum bertindak dan pada akhirnya malah hanya mendapatkan hasil yang sedikit  pun termasuk definisi overthinking  (Awalia C, 2019). Dapat dipastikan bahwa tidak ada definisi yang benar-benar dapat menjelaskan perasaan manusia yang satu ini, alias distorsi kognitif dalam psikologi. Jika saya simpulkan overthinking adalah keadaan manusia yang termasuk ke dalam distorsi kognitif yang terlalu memikirkan sesuatu yang berlebihan dari kondisi realnya.        

Seiring dengan kemajuan teknologi, pastinya semua orang mempunyai gadget terutama remaja. Ya, remaja merupakan tahap perkembangan manusia yang paling memiliki ego dalam hal ingin terlihat oleh khalayak umum, ingin mencoba ini itu, ataupun yang lainnya. Sehingga gadget sangat membantunya dalam memposting kegiatan, prestasi, atau mungkin hanya potret-potret cantik/ganteng dirinya di media sosial. Namun, dengan adanya media sosial pun akhirnya banyak memunculkan adanya perasaan “kurang” saat melihat postingan-postingan teman, kakak tingkat, ataupun artis-artis yang tidak kita ketahui kehidupan aslinya di belakang “pigura online” ini. Perasaan kurang berhasil, kurang keren, kurang kaya, dan kurang-kurang yang lain adalah schema-schema yang secara tidak sadar dibentuk oleh internal diri kita.

Overthinking bukan hanya tentang visual semata tapi dapat juga dalam bentuk terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu dengan persepsi kita sendiri seperti “ih aku dianggap gitu engga ya?”, “aku jelek banget yaa”, dan pemikiran negatif lainnya. Bagaimana? pasti kalian pernah secara tidak sadar melakukan hal-hal di atas bukan?. Hal-hal seperti itu jika dilakukan terus menerus akan mengakibatkan cemas, stress, self-esteem rendah, depresi, insecure, kurang produktif, kurang kebahagiaan, dan yang paling ditakutkan adalah berkurangnya kepuasan hidup.      

Segala di dunia ini memiliki nilai positif dan negatif, begitu pula dengan overthinking. Sebenarnya kita masih dapat melihat overthinking dalam sisi positif. Sebagai manusia pastinya memiliki intelegensi untuk memahami, mengingat, dan mempersepsikan sesuatu atau dapat disebut dengan faktor kognitif. Sehingga jika kita menggunakan sisi positif overthinking maka akan membantu saat sedang menyeleksi sesuatu, berkompromi, ataupun mengatur strategi-strategi karena dapat dengan mudah membuat pola-pola berpikir yang bercelah-celah dan sebagian rupa untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sehingga dapat menjadikan motivasi diri untuk memperkuat harga diri.

Namun, sesuatu yang berlebihan dari kadarnya akan menjadi tidak baik, seperti sekarang remaja yang lebih merasakan sisi negatifnya. Sayangnya remaja sekarang terlalu cepat untuk membanding-bandingkan dirinya seperti tidak mendapatkan paras ataupun kecantikan yang dimiliki orang lain, menganggap diremehkan oleh orang lain, sampai-sampai menganggap dirinya tidak pantas untuk menampilkan fotonya di depan publik. Sadar tidaknya seseorang, hal-hal tersebut dapat mempengaruhi diri sendiri, lingkungan, dan masa depan. Dengan Anda “overthinking” seperti itu, yang awalnya mungkin orang lain tidak menganggap seperti itu, namun didorong oleh perilaku Anda seperti menghilang dari permukaan masyarakat dan tidak mau bersosialisasi, maka akhirnya pun orang-orang di sekitar Anda akan benar-benar berpikir bahwa Anda adalah tipe yang seperti itu.

Jadi, janganlah memulai sesuatu yang  ghaib menjadi nyata. Kalian tidak adil pada diri sendiri jika “overthinking” saat melihat postingan orang yang dimata kalian cantik, kalian perlu pikir berkali lipat mengenai “pastinya semua orang ingin tampil sempurna di social media dengan memilih 1 diantara 100 foto yang ada” belum lagi jika ditambah dengan efek-efek milenial yang aestetic sekarang heheh. Jadi, ayok jangan overthinking dan merasa kurang lalu putus asa yaa.

Percayalah di dunia ini tidak ada yang sempurna, tidak ada orang yang benar-benar mengerti tentang dirinya. Individu hanya dapat menilai ½ pandangan pada dirinya, yaitu persepsi internalnya. Sehingga, tidak perlu untuk merasa semua orang akan berpendapat sama dengan pikiran-pikiran negatif kalian tersebut. Ingat yang kita pakai untuk melihat kejelekan dan ketidaksepadanan dengan orang lain adalah kacamata kita, bukan kacamata orang lain. Lalu bagaimana jika terlalu cepat untuk berpikiran negatif terhadap suatu kejadian, seperti “kok dia ga nyapa aku sih, aku temennya ga sih?”.

Mending di analisis ulang apakah pada saat itu ia memakai kacamata, jika ia rabun. Apakah orang tersebut sedang bersama keluarganya dan keasikan ngobrol sehingga tidak sadar, atau bahkan ada juga kemungkinan bahwa memang keadaanya benar-benar ramai. Dengan cara menganalisis suatu kejadian secara menyeluruh akan mengurangi celotan-celotehan persepsi negatif tersebut, karena pada dasarnya suatu kejadian terdiri dari faktor individu dan faktor kondisi.          

Orang-orang   yang   memiliki   kecemasan sosial  ini  cenderung  memiliki self-esteem yang  rendah. (Halgin,  Whitbourne,  &  Tusya’ni,  2010). Kecemasan sosial yang berakar dari overthinking pastinya. “self” memang sangat penting bagi kita, jadi tidak heran bahwa kita memang terlalu sensitif mengenai hal-hal yang menyangkut diri kita yang disebut self reference effect. Dengan memiliki self-esteem rendah maka nilai harga diri pun sejalur dengannya. Padahal berdasarkan teori piramida maslow, jika ingin menjadi pribadi yang unggul maka harus adanya self-actualization. Bagaimana mungkin jika diri ini menarik dari khalayak umum lalu mendapatkan self-actualization?.

Harga diri semestinya menjadi poin penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kesimpulannya adalah mulailah berpikir rasional dan tidak berlebihan terhadap sesuatu yang terjadi sehingga tidak membuang-buang waktu yang malah menjadi beban pikiran. Apalagi overthinking-nya di tengah malam, fyi aja nih, kalau tengah malam otak kita masuk ke dalam situasi Alpha sehingga lebih konsen, dampaknya adalah hal-hal yang dipikirkan pada jam-jam segitu akan lekat dalam ingatan kita. Kamu sempurna dengan caramu, hargailah dirimu:).

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini