Belajar filsafat tampaknya memang sulit, tapi tidak bagi jamaah luring dan daring yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz via Youtube MJS Channel. Gaya bicara beliau yang santai, runtut, dan luwes membuat siapapun yang belajar filsafat terasa menyenangkan.
Dalam suatu pengajian rutin di Masjid Jendral Soedirman, Pak Faiz memberi tips mencari pasangan menurut Friedrich Nietzsche. Berikut penjelasan Pak Faiz: Kita masuk sekarang ke filosof (ini harus agak hati-hati memahaminya) Nietzsche. Jadi ada beberapa gagasannya Nietzsche yang khas tentang pernikahan. Nietzsche punya prinsip “Jangan nikah karena cinta, bahaya!”. Nietzsche itu punya rumus, apa saja?
Nikahi Teman Terbaik Atau Sahabatmu Sendiri
Nikah itu bukan dengan orang yang kamu cintai—parameternya–carilah orang yang menurutmu asik diajak bicara. Cari orang yang jadi sahabatmu. Jadi nikahilah sahabatmu. Alasannya kaya tadi, kenapa cinta romantik itu durasinya bisa habis. Jadi kalau hanya cinta romantik, hanya fisik, pada saatnya itu akan selesai.
Tapi kalau kamu milih, pilihlah orang yang kalau mau diajak ngomong itu cocok, kalau diajak ngobrol nyambung, itu tipsnya Nietzsche: “Nikahilah sahabatmu”. Berarti kalau saat ini kamu sudah punya pasangan, “Hiduplah berdua seperti sepasang sahabat”.
Kata Nietzsche, “The best friend will probably acquire the best wife, because a good marriage is founded on the talent for friendship”. Artinya, teman terbaik itu mungkin dia akan jadi istri terbaik. Nah! Setelah ini silakan berteman .. (kemudian jamaah tertawa)
Jadi pernikahan yang bagus itu dasarnya adalah persahabatan. Kalau suami-istri gayanya bisa sama kayak sahabatan, itu biasanya lebih panjang durasinya. Lebih kuat ikatannya dibandingkan hanya karena cinta yang romantik tadi. Kalau hanya cinta yang romantik tadi menggebu-gebu luar biasa di awalnya, tapi nanti lama-lama padam. Makanya, kata Nietzsche, “Its not a lack of love, but a lack of friendship that makes unhappy marriages”.
Jadi bukanlah kurang cinta, tapi kurang persahabatan. Kalau besok kamu punya pasangan kok terus gegeran, terus digugat, “Cintamu yang dulu mana?”. Kalau cinta romantik ya sudah hilang, jadi ndak usah ditanya, cinta yang jenis romantik itu pada hakikatnya cepat hilang. Yang sekarang nggak ada itu friendship-nya.
Kalian kan bisa segitunya kalau sama sahabat. Dan itu lebih lama, lebih abadi. Mantan teman kan jarang, kalau mantan pacar banyak. “Ya, kan?”, tanya Pak Faiz. Kemudian mantan teman itu lho ndak ada. Teman, biasanya, besok meskipun pisah lama tetap teman. Kalau pacar itu kan bisa jadi mantan.
Jadi kata Nietzsche, dia rumusnya: cari sahabatmu. Atau mode hidupmu berdua adalah mode sahabat. Makanya kan sekarang dijadikan modus kalau “Kamu mau nikah nggak sama aku?” “Nggak. Kita sahabatan aja.”
Fokus Ingin Memiliki Keturunan yang Berkualitas
Kalau sudah menikah, katanya Nietzsche ini, “Fokus ini lho, biar rumah tangganya langgeng, sukses, itu fokus lahirkan ubermench, superman junior yang banyak, jadi superbabies”. Fokusnya ke situ. Sudah ndak usah mikir yang macem-macem.
Tadi kan, orientasi hidup di pernikahan, orang pasti mikirnya satu saja: superbabies. Bikin generasi yang “super”. Yang bisa mewujudkan potensi tertinggi manusia. Dan generasi super ini akan lahir dari ayah-ibu yang juga super. Jadi, ini teorinya Nietzsche. Kalo ini dasarnya adalah teorinya tentang ubermench.
Mencintai Tak Selalu Perihal Rasa
Terus, yang ketiga, ini Nietzsche ngritik kalimat yang banyak dipakai di barat saat pernikahan, “Jangan menjanjikan cinta abadi!”. Siapapun yang bilang, “Cintaku padamu abadi”, itu pasti gombal.
Kata Nietzsche, itu bukan cuma absurd tapi juga bohong. Ndak mungkin cinta bisa abadi. Makanya, kata Nietzsche, dia tertawa kalau melihat orang nikah terus pakai ini, “Till death do us part”, kita hanya bisa dinikahkan (dan) dipisahkan oleh kematian. Nietzsche nggak percaya, gombal, ndak ada yang kayak gini.
Harusnya pakai ini kalimatnya, “For as long as i love you i shall render to you the actions of love; if i cease to love you, you will continue to receive the same actions from me, through from other motives.” Selama aku mencintaimu, aku akan melakukan segala aktifitas-aktifitas cinta. Kalau aku sudah berhenti mencintaimu, kamu tetap akan mendapat banyak tindakan penuh cinta dariku, meskipun dengan motif yang berbeda.
Jadi, aku nggak menjanjikan cintaku abadi, ringkasnya, tapi aku akan selalu baik padamu. Entah dengan alasan apa, apa tetap sebagai suami atau sahabat atau sebagai mantan. Nah, itu kata Nietzsche, lebih realistis dari pada menjanjikan, “Aku akan mencintaimu selamanya”, “Hanya kematian yang dapat memisahkan kita”. Itu preet kata Nietzsche.
Biarkan Suamimu “Menderita”
Perhatikan ini, ini buat laki-laki ya khususnya, kata Nietzsche: “Let man suffer”. Kalau perempuan yang menerjemah itu, “Siksalah orang laki-laki”. Biarkan laki-laki menderita. Kenapa?
Kata Nietzsche ada beda tipe antara laki-laki dan perempuan. Kalau perempuan itu tipenya adalah ketenteraman, kenyamanan, stabilitas. Sementara laki-laki sukanya tantangan dan hambatan. Laki-laki itu potensinya akan muncul begitu dia dapat tantangan (dan) dapat hambatan. Kalau hidupnya lancar terus, mulus terus, kehebatannya nggak akan kelihatan. Kata Nietzsche, “Seorang istri jangan hanya menyamankan suamimu. Tegalah sekali-kali membuatnya "menderita”.
Kata Nietzsche apa, “All becoming and growth, everything that guarantees the future involves pain”. Segala perkembangan dan pertumbuhan, segala yang menjamin untuk masa depan, itu berisi banyak rasa sakit. Untuk kita bisa bertumbuh, bisa berkembang, harus mau sengsara. Kalau mau nyari enaknya saja, kamu ndak akan berkembang.
Maka ndakpapa perempuan nyiksa dikit, nuntut ini nuntut itu, ingin ini ingin itu, biar apa? Biar laki-lakinya bangkit. Kalau nggak ada tantangan, santai saja dia. Kalau ndak ada hambatan, ndak berkembang dia itu.
Gagasan Nietzsche, “Whatever does not kill me makes me stronger”. Jadi apapun yang tidak bisa nunggu-nunggu akan membuatku lebih kuat. Jadi kita mengalami banyak sekali penderitaan asal ndak sampai mati lho, ya. Pada akhirnya kita akan lebih kuat. Ujian, cobaan, tantangan, hambatan, itu membuat kita semakin kuat. Maka jangan menghindari masalah, jangan mencari nyamannya terus. Itulah prinsip “Let man suffer”.
Jadi kalau kamu ndak terbiasa dengan ujian, diuji sekali saja dan (itu) ringan, langsung bisa runtuh. Tapi yang terbiasa dengan godaan, tantangan, ujian, ya semakin besar ujian, dia semakin survive. Jadi semakin kuat musuhnya, dia semakin hebat. Nah, kalian juga begitu, sebenarnya “Let man suffer” itu berlaku untuk semua, ndak laki-laki, ndak perempuan saja.
Simak sumber video pengajian youtube: “Jangan Menikah Karena Cinta | Dr. Fahruddin Faiz | Ngaji Filsafat”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”