Aku benci kembali melandaskan jemari pada rentetan huruf hanya karena membaca pesan yang entah mengapa tak pernah kau sampaikan hingga aku menemukannya secara tidak sengaja. Dan dengan sangat tidak sopan membuatku rindu menulis sepertimu. Ataukah, hey, sekelompok kalimat yang diam-diam kamu abadikan itu sesungguhnya bukanlah pesan? Bukan untukku? Entahlah.
Melibatkan diri dalam perkara denganmu tidak pernah terasa jelas. Yang jelas hanya pertanyaan mengapa.
Sayang sekali, aku sudah gagu mengutarakan diksi seperti pilihan–pilihanmu. Aku, sudah terlampau masa bodoh untuk peduli pada apa yang kamu utarakan melalui kata–kata yang sendu seperti tulisanmu. Aku ini, sudah merasa terlalu tumpul hati dan otaknya untuk sekadar meresapi dan memahami metafora yang tersusun rapi olehmu.
Dan menunggu. Aku benci kamu menempatkan kata menunggu sebagai judul pengikat kumpulan tulisan — atau bolehkah kusebut pesan, yang manis dan meragu itu. Kamu, yang selalu terlihat masa bodoh dengan lika–liku keluhanku sepanjang aku bisa menumpahkannya padamu, rupanya telah membolak-balikkan jam pasir untuk menegaskan bahwa ada sebuah penantian di antara kita. Yang entah bagaimana caranya terlalu rapi kau nikmati sendiri.
Mengapa kamu begitu lihai?
Biarkan aku berbesar kepala sejenak kali ini.
Kenyataan bahwa ada aku di antara beberapa hal yang kamu cetuskan sedang kamu tunggu, membuat kepala ini terasa lebih berat dan lebih menggembung dengan ketidakpercayaan. Iya, kamu tidak salah membaca pengakuanku. Kepala yang sehari–harinya tumpul dan lelah ini pada akhirnya membesar juga setelah tahu kalau kamu sedang menunggu,
aku.
Sebagai yang selama ini, semenjak hati ini dengan congkak mengakui, adalah seorang penunggu handal dari laki–laki yang selalu bermimpi sedekat awan, aku begitu lalai menyadari pesanmu.
Sebagai yang sehari-harinya terlalu banyak memberikan waktu pada pengelakan kenyataan, aku juga tanpa sadar telah menghindar dari keberadaanmu yang sesungguhnya berisyarat.
Tahu tidak kenapa? Ternyata setelah kupikir lagi karena kamu begitu nyaman. Seperti sudah sedari awal kamu berada di sana untukku, maka aku tidak berusaha lagi. Seperti sedari awal memang aku tahu, keberadaanmu tidak mengurangi apa–apa. Pun membuatku berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menahanmu atas nama ego yang dulu selalu aku muat di tiap hatiku terlibat.
Mengapa kali ini kamu muncul dengan begitu banyak daftar hal-hal yang kamu tunggu, dan itu turut memperpanjang hal-hal yang biasanya kupikirkan sebelum tidur?
Tidurku jadi semakin larut karena kini aku harus turut memikirkan korelasi embun pagi yang menyambut pagimu dengan kubikel sempit tempatku termangu 895 kilometer dari tempatmu berpijak.
Aku juga harus berandai-andai terlebih dahulu, tentang apa jadinya jika Juni tahun lalu aku menangkap pesanmu. Mungkin aku akan memulai menenun kekagumanku pada hujan jauh lebih awal dari sekarang. Meski akan sama tertatihnya dengan sekarang, mungkin aku akan berusaha tak demikian benci dengan hujan, dan bersama dengan itu, aku bisa jauh lebih mudah mensyukuri keadaan ketika kamu benar-benar menyempatkan datang.
Dan setelah tiga tahun, perihal penantian ini merudapaksaku untuk kembali merasa.
Menggerakkan kembali sistem pertahanan dalam diriku yang sebelumnya lumpuh demi mengelakkan dugaanku tentang kamu. Tentang hatiku.
Maka aku mohon, jangan mengikutsertakan namaku dalam daftar yang kamu tunggu. Aku terlampau rapuh untuk sekedar berlari menghampirimu di sana, yang juga masih salah satu sudut duniaku sembari menunggu.
Aku masih demikian benci untuk merasa karena mungkin saja … kamu, atau adanya kita akan menjadi demikian melemahkanku, seperti aku yang sebelum bertemu kamu.
Hey, tapi aku akan tetap menjadi penggila kelakarmu. Pengagum pilihan diksimu. Kontradiksi yang pernah aku asumsikan padamu kini begitu nyata. Seorang perakit jejak migrasi manusia di bumi yang hari–harinya tak lebih dari bersentuhan dengan baja dan logika, rupanya menyimpan angan di baliknya. Rintikan metafora di antaranya.
Kamu indah. Seperti semua manusia di dunia — yang aku dan kamu tidak pernah tahu terbuat dari resep apa masing-masing kisah hidupnya, kamu indah. Dan aku bersyukur kamu telah begitu berusaha menyinggungkan hidup kita hingga ada mengapa yang meski tak semuanya terjawab, tapi semuanya berhasil membuatku terpelawa. Pada seluruh riang dan hangat yang kau bawa, pada seluruh ruang dan jarak di antara kita yang membebaskanku untuk merasa.
You slowly grows on me. Slowly. I’d never expect you to be the one who poets and authors writes about, the eternal kind, but you are. And I write you today, I officially immortalize yourself on my mind.
Yang pernah kau nanti dengan segala jarak ini, K.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”