Kamu yang Jatuh Bangun Karena Kuliah Salah Jurusan, Perjuangan Kamu Bukan Cuma Itu!

Sampai saat ini menjadi seorang freelancer, programmer, developer masih menjadi cita-cita hantu untuk anak kecil. Tak nampak dan tak berwujud. Selain dokter, pilot, guru, ustadz dan profesi umum nan mulia lainnya, saya pun tak ada pilihan lain kala itu. Saya mengacungkan tangan setinggi langit di kelas, kemudian dengan lantang bilang ingin menjadi seorang guru. Namun tak banyak buku yang bisa baca, karena memang tak ada buku yang bisa dibaca. Saya lahir sebagai anak desa yang jauh dari toko buku, apalagi perpustakaan kota.

Advertisement

Semasa SMP hingga SMA, cita-cita menjadi seorang guru itu kian meredup seiring semakin banyak bertemu kawan yang jauh lebih pandai dalam mata pelajaran. Hari berganti hari, bulan berganti tahun, hingga saya bertemu dengan sebuah buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sejak hari itu, sejak detik itu, saya ingin menjadi mahasiswa di Sorbonne Paris, Prancis. Dari seorang guru, saya mengubah halauan cita-cita menjadi seorang Penulis. Selesai membaca Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor hingga Maryamah Karpov. Hati ini bilang dengan sangat mantab bahwa jarak saya dengan mimpi saya, bagaikan jari tengah dan jari manis. Sangat dekat.


Namun setelah lama bermimpi, saya sadar bahwa bahwa kesuksesan setiap orang selalu memiliki cerita yang berbeda. Saya bukan Ikal.. Saya bukan Arai..


Maksud hati ingin masuk kuliah Jurnalistik, namun apa daya saya terlempar jauh ke jurusan Teknik Informatika. Saya bahkan tak sempat berkenalan dengan komputer sebelumnya, saya resmi menjadi mahasiswa Fakultas Teknik pada tahun 2012 di sebuah kampus swasta di Surabaya, Indonesia. Bukan Sorbonne Paris.

Advertisement

Penyakit jadul mahasiswa Jurusan komputer sampai saat ini tak pernah berubah: SALAH JURUSAN!

Diremehkan, dikucilkan dan mimpi menjadi mahasiswa populer sirna seketika ketika duduk dengan sesama mahasiswa baru lulusan SMK jurusan RPL (Rekayasa Perangkat Lunak), jurusan TKJ (Teknik Komputer Jaringan) dan jurusan Multimedia. Saya adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) swasta. Rapuh semangat ini sudah dirasakan sejak menjadi mahasiswa baru. Antusiasme saya hancur menghadapi sebuah fakta. Saya salah jurusan.

Advertisement


Mahasiswa salah jurusan itu ibarat berenang di tengah laut, jika tidak sekuat tenaga berenang ketepian maka waktu yang akan menenggelamkannya.


Jangan tunggu lulus untuk memulai, dan jangan menjadikan kelulusan sebagai target utama

Setiap manusia mempunyai perasaan sedih dan takut, yang paling umum adalah takut akan kegagalan. Ketika kawan-kawan saya takut mengulang mata kuliah, takut IPK tidak diatas 3, takut tidak lulus dalam 8 semester, saya lebih takut menjadi sarjana pengangguran pada waktu itu. Saya takut tercatat menjadi bagian dari beban negeri ini. Maka saya memutuskan untuk mencoba bekerja sesuai dengan bidang jurusan saya, pada saat libur ujian akhir semester 6 saya mulai membuat surat lamaran pekerjaan, hingga proses wawancara.


Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …

( QS. Ar-Ra’du 11 )


Bahwa pernyataan tentang ‘lebih baik lulus sebagai sarjana berpengalaman lebih baik daripada sekedar lulus berbekal ijazah’, itu memang ada benarnya.

Jangan jadikan sibuk sebagai alasan, karena sesungguhnya setiap orang memiliki masa berjuangnya masing-masing


“Nanti di pertengahan jalan, mahasiswa akan mengalami titik jenuh untuk melanjutkan kuliahnya.”

Kata kakak saya dulu.


Sejak semester 7 saya bekerja di sebuah perusahaan, siang hari bekerja dan malam hari saya belajar demi kemudahan pekerjaan saya esok harinya. Saya tak mampu mengambil SKS sebanyak sebelumnya. Sejak itu saya hanya bisa mengambil 2 – 3 mata kuliah saja. Dengan masih menyandang status sebagai seorang mahasiswa, dunia seperti berputar lebih lambat dari sebelumnya. Perasaan saya mulai kacau.


Kamu kan sudah kerja jadi programmer, sesuai dengan jurusan kuliahmu sekarang. Kok kuliahnya gak selesai-selesai?

Ini kan sudah makanan kamu sehari-hari, masa gini aja gak bisa?

Kamu kan sudah jadi programmer kerja di perusahaan, kenapa masih repot-repot kuliah?


Miris. Beberapa kawan se-angkatan saya sudah keluar sebelum lulus, mungkin pertanyaan semacam itu adalah salah faktor yang membuat mereka tak nyaman. Jadi selain menyiapkan sabar seluas samudera, apalagi yang musti dijadikan pegangan?

Intinya, kamu salah jurusan atau tidak salah jurusan. Kamu menjadi sarjana pengangguran atau langsung jadi PNS, setiap manusia tetap akan terus berjalan di atas ujiannya masing-masing. Sibuk tidak selalu harus menjadikan seseorang meninggalkan satu hal untuk hal yang lainnya.


Pekerjaan adalah project pribadi dalam perjalanan kita, sedangkan gelar sarjana merupakan project kebanggan keluarga. Bedakan!


Takutlah kepada sang pemberi rezeki

Setahun kemudian, setelah menjadi programmer saya resmi menjadi seorang freelancer bermodalkan bismillah. Gaji selama ini cuma habis untuk bayar kos dan SPP. Hijrahnya seorang mahasiswa biasa menjadi programmer, kemudian menjadi freelancer tidaklah keren seperti dalam artikel-artikel motivasi. Sama sekali tidak keren, kita memilih untuk menjadi Freelancer tidak untuk mencari kata keren.


Freelancer kan kerjanya tak jelas?

Kenapa gak bikin startup aja?

Gak coba bikin pitchdeck lalu cari investor?


Belum ada alasan rasional kenapa seseorang lebih memilih menjadi freelancer daripada duduk di kantor dengan gaji pasti setiap bulan. Beberapa diantaranya hanya bilang ingin bebas, ingin mengatur waktu kerja dan libur sendiri, ingin membantu lebih banyak orang serta alasan-alasan umum lainnya.


Bagi saya menjadi freelancer memang tidak lagi terikat dengan jam kantor, tidak lagi terikat dengan aturan manajemen. Maka siapa yang mengatur rezeki kita? Allah! Dia maha kaya dan Maha segalanya. Maka takutlah kita kepadaNya.

Yang paling saya rasakan semenjak jadi seorang freelancer, adalah air mata ini tidak lagi punya rasa malu untuk menetes.


Kawan saya dulu yang kuliah komputer cuma ‘ikut-ikutan’ saja, sekarang sudah sarjana, sudah menikah dan di karunia seorang anak yang lucu (saya sempat menggendong anaknya ketika baru lahir). Kawan saya dulu yang kuliah komputer pindah ke Ekonomi, lalu memutuskan tak kuliah lagi setelah satu semester sekarang menjadi seorang freelance icon designer. Kawan saya dulu yang kuliah komputer siang-malam belajar membuat website, sekarang sedang merintis usaha percetakan. Kawan saya dulu yang kuliah komputer jago ngoding android sekarang pindah halauan menjadi fotografer. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Jadi, sebenarnya kita hanya berjalan dari satu ujian ke ujian yang lainnya.


Sekolah / bangku pendidikan tidak mengajarkan apa yang kamu pikirkan, tapi mengajarkan kamu untuk berpikir.

- Andrea Hirata


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Moslem, Programmer, Technopreneur.

8 Comments

  1. Subehan Muhammad berkata:

    Mantap tulisan teman saya muhammad irsyad….
    Teruskan berkarya demi menggapai cita2

  2. Shofia Saidah berkata:

    Good job!
    Cita-cita menjadi guru itu mulia, dan hingga detik ini belum terlambat, guru tak selalu berarti orang yang berdiri di depan kelas ketika mentransfer ilmu. Transferlah ilmu yang kita punya sebanyak mungkin, bagilah ilmu yang kita ketahui dengan ikhlas, jadikanlah orang yang menerima transfer ilmu dari kita merasa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.

    Semangat, Pak Guru!
    Terima kasih telah menjelaskan kepada saya tentang bluestack, meski saya masih bingung, tapi InsyaAllah bermanfaat. (Kurang lebih seperti itulah yang mas Irsyad rasakan ketika saya menjelaskan matematika dulu, benar kan?)

CLOSE