#HipweeCerpen – Kandas, Terima Kasih Untuk Segala Kenangan

Cinta tidak dapat dipaksakan meskipun sebenarnya aku sangat ingin memaksamu untuk tetap ada di sampingku.

Lama tidak bertemu bukan berarti aku lupa akan semua kenangan pahit yang pernah kau torehkan di memoriku. Bayangkan saja bagaimana hancurnya aku hari itu ketika hari pernikahan yang sudah kita angan-angankan, uppss aku ralat bukan kita tetapi aku, harus aku buang jauh-jauh. Mungkin kau tak peduli bagaimana prosesku untuk membuang angan itu jauh-jauh. Yaahh..kalau kau peduli tentu kau tak akan tega mengatakan padaku Maaf! Aku tak bisa melanjutkan rencana kita untuk menikah karena aku masih mencintai Rania.

Advertisement

Yaa.. Rania. Mantan pacarmu yang pernah meninggalkanmu karena harus melanjutkan studinya ke luar negeri dan  dari sambungan telepon ia mengatakan padamu kalau ia tak sanggup menjalani hubungan jarak jauh. Siapa yang tau apakah ia benar-benar tak sanggup menjalani hubungan jarak jauh atau ia sudah menggandeng pacar baru di sana. Alasan bisa saja dibuatkan?

Aku tau betul bagaimana upayamu untuk move on dari Rania. 4 tahun kau menutup hati dari wanita manapun hingga akhirnya kau merasa nyaman denganku sahabatmu sejak memasuki bangku kuliah. Awalnya aku hanya memandang iba padamu. Seorang lelaki yang begitu mencintai seorang wanita namun cintanya tak berbalas malah ia dipaksa untuk melupakan wanita tersebut. Aku tak tega melihatmu bersedih sendirian kala itu makanya aku selalu ada di sampingmu dan menjadi sahabatmu.

Seiring berjalannya waktu, kau merasa tak bisa jauh dariku. Setelah lulus dari bangku kuliah, kita masih bersahabat hingga pada suatu hari, setahun setelah hari kelulusan kampus, aku memutuskan untuk melanjutkan studi S2 ku ke luar negeri, kau tampak begitu sedih dan mengatakan bahwa aku akan sama saja dengan Rania yang akan melupakannya ya walaupun konteksnya bukan kekasih. Aku hanya mengatakan Aku bukan Rania. Aku juga bukan pacarmu. Aku sahabatmu.

Advertisement

Itulah kata-kata yang ku ucapkan saat akan berangkat ke London untuk membuatmu tenang. 2 tahun melanjutkan studi d London, tak merubah hubungan kita sama sekali. Kita selalu bertukar cerita setiap hari bahkan di sela-sela kesibukan masing-masing dan perbedaan waktu London-Jakarta. Hingga suatu malam, entah ada apa dengamu, kau mulai mengatakan isi hatimu tentang bagaimana berterima kasihnya kau memilikiku sebagai sahabatmu dan kau ingin selalu bersama denganku. Kau pun melamarku malam itu. Walaupun obrolan itu berlangsung via video call whatsapp, aku begitu tegang dan terharu. Kau pun tampak begitu serius dengan ucapan dan niatmu. Aku pun menerimamu malam itu.

Yaa..tak sulit memang bagimu untuk mendapatkan kata ya dariku. Hal ini karena aku juga ternyata tak bisa jauh darimu. Lalu aku menyadari bahwa aku sudah memberikanmu tempat yang special di hatiku. Bisa dikatakan, aku jatuh cinta padamu. Sahabat jadi cinta.

Advertisement

Semenjak malam itu, status kita berubah menjadi sepasang kekasih dan kita mulai mengabarkan niatan baik kita itu kepada keluarga masing-masing. Tiga bulan setelah malam itu, setelah aku menyelesaikan studiku, aku kembali ke Jakarta dan kita mulai mempersiapkan pernikahan kita. Jujur, aku sangat bahagia saat itu. Aku tak menyangka akan hidup bersama denganmu. Aku sering senyum-senyum sendiri saat membayangkan hari setelah kita menikah. Kita akan semakin bebas bertukar cerita dan bertukar pikiran bahkan berdebat karena hal itulah yang selalu kita lakukan selama kebersamaan kita sebagai sahabat.

Namun, bagai disambar petir di siang cerah, dua bulan sebelum hari penikahan kita, sikapmu berubah. Raut wajahmu seperti seorang yang linglung. Kau juga sering tidak mengangkat teleponku di jam istirahat kerjamu. Selain itu, kau selalu menghindar saat aku mengajakmu untuk mengunjungi vendor-vendor untuk acara nikah kita. Aku tau persis, jika begitu, pasti sedang ada yang tidak beres.

Aku pun memberanikan diri untuk bertanya padamu Ada apa sebenarnya? Butuh waktu lama untukmu menjawabnya. Namun, akhirnya kau membuka mulut.

Aku kembali bertemu dengan Rania. Katamu.

Lalu? Tanyaku lembut.

Kami mengobrol dan ia mengklarifikasi keputusannya memutuskanku waktu itu. Jawabmu.

Lalu? Tanyaku lagi masih dengan nada yang sama.

Kami bertemu beberapa kali dan kembali bertukar kontak. Setiap malam kami kembali menjalin komunikasi.Jawabmu lagi.

Sudah berapa lama? Tanyaku

Sudah sebulan ini. Jawabmu

Sesuai dengan dugaanku. Perubahan sikapmu sebulan ini ternyata disebabkan oleh munculnya kembali Rania.

Oke! Apakah dia tau kalau kau akan menikah? Tanyaku.

Ya! Ia tau. Jawabmu.

Oo..Baguslah. Kataku singkat.

Maaf! Aku tak bisa melanjutkan rencana kita untuk menikah karena aku masih mencintai Rania. Katamu spontan.

Aku hanya memandangmu dengan dahi mengkerut saat itu.

Aku ternyata masih mencintai Rania. Aku tak bisa melupakannya. Setelah melihatnya dan mendengarkan penjelasannya tentang kejadian waktu itu, aku berkesimpulan bahwa Rania tak salah. Ia hanya tak ingin membuatku kecewa nantinya dan itu adalah pemikiran yang belum dewasa saat itu. Ia menyesali perbuatannya itu. Katamu mencoba untuk menjelaskan.

Oke. Lalu kau memutuskan untuk kembali pada Rania dan membatalkan rencana pernikahan kita? Itu maksudmu? Tanyaku.

Kau mengangguk.

Baik. Aku paham. Aku juga tidak akan memaksamu untuk menikahiku jika kau masih mencintai wanita lain. Aku tau betul seberapa besar cintamu pada Rania. Namun, setelah perkataanmu tadi, maka persahabatan dan semua hubungan di antara kita turut berakhir. Tidak hanya rencana pernikahan kita. Mari kita batalkan semua rencana ini bersama-sama dan kita akhirnya semuanya dengan baik-baik. Kau tau kan apa yang harus kau lakukan ke keluargaku dan keuargamu? Mungkin untuk selanjutnya, kita tak perlu gegabah dalam mengambil keputusan. Semoga keputusanmu kali ini adalah keputusan yang benar. Kataku lalu berpamitan padamu.

Aku tak bisa membohongi diriku saat itu. Aku menangis sejadinya sesaat setelah aku sampai di rumahku. Aku tak mengatakan apa-apa kepada orang tuaku karena aku ingin kau yang menyampaikannya dengan baik-baik kepada mereka. Aku hancur saat itu. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa bahkan memaksamu untuk tetap bersamaku. Itu bukan watakku. Aku bukan orang yang suka memaksa dan dipaksa. Untuk sakit hati dan hancurnya hatiku ini, aku yakin aku mampu untuk melaluinya. Sejak itu, aku memutuskan untuk kembali ke London dan memulai hidupku kembali di sana. Aku memulainya dengan hati hancur dan langkah tertatih. Namun aku sunggup meyakinkan diriku bahwa aku akan mamp melaluinya dan untukmu, aku hanya ingin mengatakan terima kasih untuk kenangannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang guru yang terus belajar agar layak disebut guru profesional..

CLOSE