Untuk Papa yang Kepergiannya Telah Mengubah Hidupku, Sedalam-dalamnya Aku Rindu

Kepergian bapak mengubah hidup

Maaf Pa,

Aku menjadi mengenal rasa iri. Aku pikir dahulu hidupku akan terus sebaik ini. Tetapi Tuhan telah menuliskan hal yang jauh dari yang diingini. Aku menjadi iri pada orang-orang yang mendapat lebih banyak waktu denganmu Pa daripada yang aku lakukan di setiap tahun-tahun berganti. Dan aku merindukanmu, Pa. Sama besarnya saat-saat kau hidup dulu. Yang berbeda, rinduku tak tertunaikan.

Pa,

Aku mengkhayalkan kita bertiga, menghabiskan waktu bersama kembali seperti saat-saat sebelum jalan kemandirian memanggilku untuk pergi dari kalian. Sebuah rumah sederhana, gelak tawa, serta lelucon-lelucon yang selalu kau hadirkan disetiap kita berkumpul bersama. Aku membutuhkanmu, Pa. Seperti mama yang juga masih membutuhkanmu selalu.

Namun, aku harus kuat untuk mama, bukan? Maka aku menahan sakitnya sendirian. Agar mama tak mengetahui rasa sakit yang sebenarnya tak mampu aku tahan.

Pa, aku mengkhayalkan bagaimana anak-anakku nantinya. Mereka yang takkan pernah bisa mengenal kakeknya. Kakek yang dipenuhi kasih sayang sempurna. Lagi-lagi aku menjadi iri. Iri pada anak-anak mereka yang bermain dengan kakeknya. Dan aku harus terbiasa membuat anak-anakku merasa kakeknya ada. Meski dengan cara yang beda.

Ah! Betapa hebat pun rencana-rencana serta impian-impian yang sedang kurancang. Tetap saja, aku tak bisa menolak kuasa Tuhan atas semua yang telah dia rancang.

Pa, betapa ku sangat berharap kau bisa hidup hingga seribu tahun lamanya. Menyaksikan anak cucu dan cicit-cicitmu tumbuh dewasa. Dan kau pun bisa menghabiskan waktumu bersama mereka. Kini setelah kepergianmu yang tepat datang di saat usiaku bertambah. 

Di saat aku ingin segera mengenalkanmu dengan lelaki yang akan menggenggam tanganku selamanya. Di saat aku ingin meyakinkanmu bahwa anak perempuanmu ini telah berhasil menemukan lelaki hebat sepertimu. Rupanya Allah yang lebih dulu ingin menemuimu.


Aku hanya kalah oleh waktu, Pa.


Kini, lintasan hidupku pun telah berubah sedikit demi sedikit. Aku tak lagi memiliki tujuan atau pun keinginan-keinginan untuk meraih sesuatu. Bahkan debar-debar saat meraih hasil dari kerja keras pun tak lagi kurasakan. Betapa akhirnya hatiku jauh dari tempat aku berada. Kematianmu telah mengubahku.

Kematian membuatku merasakan rasa sakit yang tak mampu aku lisankan. Membuatku harus menemukan jalan lain untuk membuatmu senantiasa diliputi kebahagiaan. Meski kau tak berada di dunia yang sama denganku. Setidaknya aku harus membuat Tuhan mencintai dan menyayangimu selayaknya kau menyayangiku dulu. 

Kepergianmu membuatku harus sepenuh penerimaan atas segala yang telah dia gariskan. Membuatku harus sepenuh pemahaman atas rasa sabar dan rasa syukur yang selalu beriringan.

Pa,

Suatu hari nanti, jika daun kehidupanku telah berguguran. Aku pun juga akan melihat wajah maut itu nantinya. Wajah sama yang telah lebih dulu menjemputmu. 

Namun aku berharap pada Tuhan, kelak ketika wajah maut itu mendatangiku. Rumahmu di surga telah selesai kubangun. 

Maka aku tidak akan takut pada wajah itu.

Kau tahu, Pa? 

Hidup adalah perjalanan. Sebuah pemahaman-pemahaman yang aku dapatkan dalam setiap langkah kaki yang ku jejakkan.

Perjalanan yang tak ada habisnya. Pun ketika kita berada di padang mansyar nantinya. Perjalanan panjang kita baru saja dimulai dari sana.

Pa, Jangan khawatir lagi perihal bagaimana anakmu akan menjalani hidupnya. Semua yang telah kau ajarkan dan tanamkan pada kami akan menguatkan langkah kaki kami nantinya. Doakan kami dari surga, Pa. Agar terus berada dijalan yang Allah ridhoi. Pa, tunggulah kami di sana. Rumah sederhana yang menanti kita di surga-Nya. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

stay true, stay faithful, stay loyal

Editor

Not that millennial in digital era.