#KesehatanMental – Aku (bukan) Pusat Semesta, Begitupun Kamu

Merasa spesial ditengah lautan manusia itu hal sia-sia


Kamu coba agak ganteng dikit.


Advertisement


Coba pakai baju yang menarik.



Coba lebih dewasa dikit.



Minimal kamu rawat diri dikit biar ada yang mau.


Advertisement


Udah gede masih aja suka sama kartun. Cewek ilfeel lah sama kamu.



Pantes jomblo terus. Gue kalau jadi pacarmu juga jijik punya pacar kayak kamu.


Advertisement


Ya kalau kamu gini terus siapa yang mau sama kamu?


Ini adalah gambaran kata-kata yang sering kuterima saat aku masih dibangku SMK. Aku yang terlahir dengan wajah yang biasa-biasa saja, tidak menarik, apalagi ganteng dan manis. Jauh.

Aku dahulu adalah orang yang abai akan diriku. Dahulu saat SMP aku disuruh banyak makan oleh orangtua sampai berat badanku menyentuh angka 70 kilogram sedangkan aku cuman setinggi 150 cm. Bayangkan betapa bundarnya aku. Aku merasa diriku gemuk saja saat pelajaran olahraga dimana oleh guru disuruh berlari keliling stadion.

Aku adalah orang yang juga merasakan apa itu namanya masa muda. Zaman di mana cinta-cintaan itu tumbuh yang biasa disebut orang dewasa cinta monyet. Aku pernah mengutarakan perasaan bahkan ke 10 gadis berbeda dan hasilnya tidak ada yang mau menerimaku.

Banyak alasan mereka menolakku. Ada yang berkata aku tidak romantis dan cenderung kaku. Ada juga aku hanya mementingkan akademik. Bagiku saat itu jawaban yang seperti itu dapat diterima karena aku memang tak paham bagaimana seni menembak seorang cewek sampai akhirnya aku dapat penolakan dengan kata yang menyakitkan 


Ya mikirlah kalau aku jadi pacarmu mau ditaruh mana mukaku? Jelek, gendut, bau lagi.


Di saat itu aku tertegun. Apakah iya memang aku seburuk itu? Sampai akhirnya aku mencoba berkaca dan merenung-renung sambil melihat gelambiran lemak pada tubuhku. Akhirnya aku menemukan suatu alasan: Aku memiliki tubuh yang buruk.

Semenjak saat itu aku tak pernah libur untuk olahraga. Lari, skipping, sepeda, renang, semuanya aku lakukan agar aku punya tubuh ideal. Sepulang sekolah aku langsung lari ditengah panas matahari. Kalau hari libur aku menyempatkan diri ke kolam renang. Aku mengurangi porsi makanku. Aku hanya ingin tubuhku menjadi tubuh yang bagus.

Sampai pada akhirnya aku jatuh sakit dan aku menjadi kurus sekurus-kurusnya. Bukan mendapatkan tubuh yang kekar seperti yang diharapkan perempuan diluar sana, aku malah seperti bocah busung lapar yang bengkak diperut tapi anggota tubuh lain kecil.  

Sampai aku sadar, Aku melakukan ini untuk apa? Untuk siapa? Demi apa? Untuk meraih penghargaan apa? Untuk dapat pengakuan dari siapa? aku menyakiti diri sendiri dan tak menemukan alasanku melakukan itu semua. 

Aku membeli baju yang tak kuingin demi pengakuan.

Aku menolak memakan makanan kesukaanku untuk dilihat orang.

Aku melakukan apa yang tak kusuka demi bisa diapresiasi orang.

Aku berperilaku lain agar diterima oleh mereka.

Aku menjadi diriku yang lain. Temanku tak bertambah, mereka hanya kaget dan berkata Tumben. Sampai aku sadar aku cuman merasa aku pusat semesta. Aku berusaha agar orang melihat diriku. Aku tidak ingin mengecewakan pandangan mereka. Aku merasa semua orang ingin aku seperti versinya. Padahal ya itu tidak benar. Tidak ada yang pernah menyuruhku untuk merubah diriku.

Mereka hanya ingin melukai orang dengan mulutnya, tak benar-benar mengharap orang itu menjadi baik esoknya. Sampai akhirnya aku menyadari dua hal, mereka hanya ingin melihat apa yang ingin ia lihat, dan mendengar apa yang ingin mereka dengar. Jika kamu tak menjadi apa yang ia ingin lihat dan dengar, cukup menyingkirlah. Tak perlu merubah dirimu untuk jadi apa yang mereka inginkan.

Memenuhi ekspektasi manusia itu hal yang sia-sia. Kamu bukan pusat semesta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Microbiology enthusiast, writer, and part-time blogger

CLOSE