Kritik Sastra : Di Restoran karya Sapardi Djoko Damono


Di Restoran

Kita berdua saja, duduk

Aku memesan ilalang panjang dan

bunga rumput

kau entah memesan apa

Aku memesan batu di tengah

sungai terjal yang deras

kau entah memesan apa.

Tapi kita berdua saja, duduk

Aku memesan rasa sakit yang tak

putus dan nyaring lengkingnya

memesan rasa lapar yang asing

itu.


Advertisement

Di Restoran, Sapardi Djoko Damono

Puisi yang terdapat dalam novel karya Sapardi Djoko Damono berjudul Hujan Bulan Juni ini berjudul Di Restoran. Sama seperti sajak lainnya yang terdapat dalam buku tersebut, puisi ini pun menggambarkan kisah roman. Tidak perlu diragukan lagi kemampuan Sapardi Djoko Damono dalam menulis sajak tentang roman. Akan tetapi, puisi ini lebih mengisahkan roman yang tragis, tentang cinta bertepuk sebelah tangan yang berakhir dengan kata putus.

Puisi ini berlatar di restoran, seperti dengan judulnya. Dibuka dengan kita berdua saja, duduk. Disini dapat dilihat bahwa kita disini sedang sendiri, menggambarkan pasangan yang sedang berkencan. Hal ini juga didukung oleh latarnya, restoran, sebuah tempat makan yang identik dengan strata sosial tinggi, tempat dimana saat kita memutuskan untuk masuk maka kita bersungguh-sungguh.

Advertisement

Larik kedua dilanjutkan dengan aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput. Seperti rumah makan lain, restoran menyajikan beberapa makanan dan minuman untuk dipesan. Aku disini memesan ilalang panjang dan bunga rumput, hal yang sudah pasti tidak ada di menu restoran. Akan tetapi, ilalang merupakan tanaman hama dan bunga rumput bukanlah bunga yang menarik dan diinginkan juga. Disini berarti tokoh aku merasa seperti benalu dan tidak berguna untuk pasangannya, seperti ilalang dan bunga rumput.

Larik selanjutnya berupa kau entah memesan apa. Seperti memperburuk suasana saja, aku tidak mengetahui apa yang dipesan oleh si kau yang berarti kau tidak menjaga komunikasi dengan si aku, entah itu karena hubungan mereka sedang bermasalah atau karena si kau tidak pernah mencintai aku dari awal. Puisi dilanjutkan dengan larik Aku memesan batu di tengah sungai terjal yang deras. Batu merupakan benda yang amat keras, menggambarkan sosok aku yang kuat dan keras. Batu yang berada di tengah sungai terjal yang deras merupakan analogi untuk si aku yang berjuang setengah mampus dan pantang menyerah untuk tetap bertahan bersama si kau.

Advertisement

Larik selanjutnya, kau entah memesan apa merupakan pengulangan larik sebelumnya. Ini menggambarkan bahwa si aku tidak mengetahui apa pengorbanan tokoh kau untuk hubungan mereka. Tapi kita berdua saja, duduk berhubungan dengan larik sebelumnya, aku memesan batu di tengah sungai terjal yang deras. Larik sebelumnya menggambarkan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan tokoh aku untuk hubungannya. Larik tapi kita berdua saja, duduk menggambarkan bahwa mereka, aku dan kau, masih berhubungan sebab kita berdua saja menunjukkan mereka yang sedang berkencan. Dua manusia dalam suatu hubungan, tetapi hanya satu yang mencinta.

Puisi ini pun ditutup dengan larik panjang, Aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya memesan rasa lapar yang asing itu. Sayang sekali nasib tokoh si aku ini. Dilarik ini, aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya hanya berarti suatu hal, tokoh aku akan merasakan rasa sakit yang teramat sakit, oleh apa? Larik dilanjutkan dengan memesan rasa lapar yang asing itu, kalau daritadi mereka di restoran menunjukkan bahwa mereka sedang berkencan, maka memesan rasa lapar direstoran akan bermakna bahwa hubungan si aku dan kau akan segera berakhir, itu sebabnya larik diawal mengatakan bahwa tokoh aku akan mengalami rasa sakit yang teramat sangat.

Secara kepenulisan, tidak perlu diragukan lagi kemampuan seorang Sapardi Djoko Damono. Puisi tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan ini ditulis secara apik. Penggambaran hubungan cinta dua insan manusia sebagai dua orang yang memesan makan di restoran sangat orisinil. Pemilihan kata-kata dalam setiap larik juga sangat indah, menggambarkan perasan manusia dalam bentuk pesanan di restoran. Saya sangat suka karya sastra Sapardi, seperti Di tangan anak-anak, hujan bulan juni, dan juga puisi ini, Di Restoran. Sangat disayangkan Indonesia telah kehilangan salah satu legendanya, semoga karya beliau akan selalu dikenang dan semoga akan terlahir Sapardi-Sapardi lainnya di masa depan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis