Hidup itu Sudah Indah Adanya, yang Perlu Kita Lakukan Cukup Menjalani dan Menikmatinya

menikmati hidup


Kata seorang bijak, hidup itu ibarat berada dalam sebuah lintasan berlari.

Semua peserta berlari mencapai garis akhir.  


Advertisement

Apakah itu berarti bahwa menjalani hidup adalah saling bertanding satu sama lain?

Apakah hidup itu adalah tentang kompetisi?

Apakah seperti keluargaku yang kalau bertemu dalam sebuah acara tertentu selalu saling memamerkan pencapaian masing-masing atau dengan memicingkan ujung mata sambil menanyakan sudah sejauh mana melangkah menuju kesuksesan?

Apa itu kesuksesan?

Apakah hanya sebatas pekerjaan mapan? di perusahaan elite?

Gaji minimal 2 digit? Memiliki rumah dan mobil? Menikah dan berkeluarga? Pensiun berlimpah harta?

Apa sebenarnya garis akhirnya?

Tidak dipungkiri, realita nampaknya mengarah ke indikator-indikator tersebut. Apakah itu salah? Saya juga bingung mengatakannya bagaimana. Semua orang memiliki sudut pandang tersebut memiliki kisahnya masing-masing, tetapi ujungnya sama yaitu mendambakan rasa aman. Siapa yang mau hidup dalam ketidakpastian? Siapa yang mau hidup susah? Siapa yang mau hidup dipandang sebelah mata? Tetapi sekali lagi, apakah hidup harus berdasarkan pada hal-hal di atas tadi?

Advertisement

Seorang bijak pernah berkata, lihatlah burung-burung di udara, bunga-bunga di padang, mereka tidak bekerja tetap bisa hidup. Mudah tetapi terasa sulit jika berbenturan dengan keinginan. Hidup manusia tidak hanya ingin sebatas hidup seperti burung atau bunga. Kita selalu mendambakan hidup yang lebih. Lebih baik, lebih mapan, lebih nyaman, lebih lebih dan lebih, sehingga tidak akan terpuaskan.

Kata mereka jika kita cepat merasa cukup atau puas, kita tidak akan berkembang, begitu katanya. Hidup harus lebih baik lagi, lebih berinovasi, lebih kreatif, lebih dan lebih… Secara tidak sadar penggunaan kata "lebih" menjadi dasar kita menjalani hidup. Harus lebih daripada orang lain, harus lebih daripada bla..bla..bla.. Keinginan untuk lebih itulah menjadi akar kehidupan yang penuh dengan kompetisi. Hidup yang seharusnya dinikmati, tetapi rasanya menjadi berat untuk dijalani. 

Advertisement

Apakah benar jika kita menjadi yang terbaik harus lebih dari orang lain? Harus membandingkan diri kita dengan orang lain? Kesuksesan orang lain menjadi indikator atau pembanding kesuksesan diri? Apakah segala sesuatu harus diberi level seperti low, medium, high, premium macam barang-barang?

Apakah hidup perlu diklasifikasikan demikian? Apakah bunga matahari lebih indah daripada bunga melati? Apakah bunga mawar lebih premium daripada bunga teratai? Bukankah bunga memiliki ciri khasnya masing-masing? Bukankah mereka memiliki keindahannya masing-masing? Bukankah demikian juga dengan kehidupan kita? Ada ciri khas yang membedakan kita satu sama lain, ada keindahan juga dalam  hidup kita masing-masing. 

Bunga mungkin juga tidak sadar dengan keindahannya, tetapi yang memelihara dan merawatnya sangat mengenalnya. Kita mungkin juga sering tidak sadar dengan ciri khas dan keindahan hidup kita sendiri, butuh waktu untuk terus berjuang dan bertumbuh, jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan tentang betapa buruknya diri kita ketika kita membandingkannya dengan hidup orang lain. Berilah waktu. Ingatlah, hidup kita memiliki ciri dan keindahan yang berbeda dengan yang lain, dan itu bukan untuk dibandingkan atau diekploitasi untuk bertanding dengan hidup orang lain. Semua itu hanya perlu dikembangkan dan dimunculkan keindahannya.

Seperti bunga dan burung, mereka tidak pernah bertanding satu sama lain, mereka hidup dengan indahnya. Kebodohan manusialah yang menilai segala sesuatu berdasarkan tingkatan, selera manusia yang lemahlah yang membandingkan keindahan satu sama lain. Keindahan tidak perlu dicari, biarlah ia memancar dengan sendirinya. Bagian kita hanya memberi waktu ia berproses, dan merawatnya dengan baik. Hidup itu sudah indah adanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE