Menjadi Dewasa Itu Tentang Menerima dan Menyiapkan Diri Pada Tiap Tantangan yang Dihadapi

Bahagia dalam Konteks Kedewasaan

Ini hidup aku kenapa sih? Kenapa hidup aku gini-gini aja sih? Kenapa kok kayaknya orang lain gampang banget sih ngejalanin hidup? Pertanyaan itu sering muncul dari benak seseorang di kala dirinya mulai beranjak dari masa setelah ia purna dari masa kanak-kanaknya. Seseorang itulah yang mulai dianggap sebagai remaja yang belajar menjadi “dewasa”.

Advertisement

Kata “dewasa” seringkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi remaja yang belum siap untuk memulai kehidupannya yang lebih menantang. Kenapa? Ya karena ia masih terpaku oleh suasana kekanak-kanakannya yang mungkin masih enggan untuk ia lepaskan. Selain itu, ia juga masih belum siap untuk bergerak sendiri dan ia masih memiliki sifat yang sulit untuk diubah dalam dirinya.

Kalian pernah denger nggak sih tentang kalimat “Yang sempurna itu mutlak keberadaannya, dan kira-kira yang sempurna sudah pasti bikin kita bahagia. Tapi semakin kita beranjak dewasa, yang sempurna justru memuakkan kita.” Kalian setuju nggak sih dengan kalimat itu? Coba ya, di umur berapa kalian sadar kalau kalian nggak butuh orang yang sempurna untuk bisa bahagia? Hehe.. bingung kan? Nah, pada sejatinya untuk bahagia itu nggak perlu muluk-muluk cari orang yang sempurna. Kita hanya butuh seseorang yang bisa membuat kita bahagia untuk bersama-sama menjadi sempurna.

Aku mau cerita sedikit nih tentang kisah pertemananku. Aku punya temen nih yang udah aku anggap kayak sahabat sendiri.. panggil aja dia Lita. Aku sahabatan dengan dia sudah lebih dari 3 tahun. Setiap dia butuh apapun, aku pasti ada. Setiap dia bosan, aku pasti selalu menghiburnya. Setiap dia pengen pergi kemanapun, aku pun siap menjadi ojek pribadinya hehe..

Advertisement

Namun, semenjak dia meneruskan pendidikannya di luar kota. Sikap Lita mulai berubah, ia jarang memberi kabar.. chat whatsappku pun nggak pernah dibales. Aku tau kabar Lita hanya lewat insta-storynya. Aku melihat dia nampak bahagia bersama teman-teman barunya. Ya aku bersyukur sih, Lita disana dikelilingi orang-orang baik yang bisa bikin dia bahagia.

Sampai saatnya, aku mendapat kabar dari Lita tentang keadaan dirinya. Ia menceritakan bahwa disana ia tidak bahagia, teman-teman disana semua memiliki sikap yang palsu kepada Lita. Mereka bersikap baik kepada Lita hanya karena mereka ‘ada maunya’ saja.

Advertisement

Lalu apa yang bisa kalian ambil dari kisahku diatas? Kalau dari aku sendiri, aku bisa belajar tentang menjadi “dewasa” yang sesungguhnya. Kalau sekarang kalian punya seseorang yang selalu ada, yang mungkin jauh dari yang kita harapkan. Namun dia selalu berada disampingnya dan dia nyata keberadaannya.

Please, dijaga ya.. karena sesusah itu nyari orang yang kalau ketika kita bersama dia, kita bisa ngobrol apa aja dan dia ada kapanpun kita mau. Memang susah cari orang yang benar-benar ada, tapi kalau cari yang datang mah banyak.. Namun anehnya sejauh apapun mereka yang ada telah pergi, mereka akan selalu kembali pulang.

Menjadi “dewasa” itu bisa muncul di manapun dan kapanpun. Aku ada cerita lagi tentang kehidupan dikeluarga kecilku yang bisa membuatku tersadar akan berartinya diriku ketika menjadi seseorang yang “dewasa”. Di rumah, aku tinggal bersama 3 orang yaitu ayah, ibu, dan kakakku. Ketika kakakku menikah dan ikut dengan suaminya, aku serasa menjadi anak tunggal dikeluargaku.

Aku setiap hari di rumah bersama ayah dan ibuku. Sebagai anak cowok satu-satunya, terkadang aku masih sering membantah akan perintah kedua orangtuaku. Sampai pernah aku dibanding-bandingkan dengan orang lain yang tentunya lebih baik daripada aku. Pernah juga aku sakit hati akan omongan orangtuaku.

Namun aku pun mulai sadar akan apa yang aku perbuat itu memang salah, dan aku memutuskan harus berubah dan memperbaiki sikapku yang mungkin membuat mereka kecewa. Aku mulai berpikir untuk membantu kedua orang tuaku, dan aku juga mulai membantu perekonomian keluargaku dengan memulai bisnis kecil-kecilan yang lumayan juga hasilnya.  

Sekarang aku menjadi lebih sering melihat kedua orangtuaku tersenyum daripada cemberut. Aku mulai sadar jika ketika kita bersikap dewasa itu akan berpengaruh positif untuk kedepannya.

Jika kita bersikap dewasa yang sewajarnya dan secukupnya pasti kita akan menuai dari apa yang kita perbuat. Namun, jika kita tidak memberikan sikap “dewasa” yang baik, maka kita pun juga tidak akan mendapat kepuasan dari apa yang telah kita tabur.

Ibarat gigi geraham bungsu yang tumbuh, dokter bilang kalau gigi geraham bungsu itu nggak ada gunanya. Gigi itu cuma gigi tambahan. Si gigi yang tidak diinginkan kehadirannya itu, selain merugikan gigi yang lain dia juga menyakitkan. Lalu jalan satu-satunya apa? Ya, operasi. Daripada kita selamanya bakalan minum obat sakit gigi dan pereda nyeri,  tapi inti masalahnya belum selesai. Percuma kan?

Nah, jadi dewasa tuh kayak gitu tuh.. akan ada satu rasa sakit yang paling parah dan akan berdampak dengan hidup kita. Kita nggak bisa menghindari itu dengan menyangkal dan bahkan berpura-pura menjadi bego.

Menjadi dewasa itu sebenarnya cuma tentang kita bisa menerima dan menyiapkan diri kita untuk akhirnya kita dapat melepaskan sakit itu. Memang sih sakit, tapi percayalah sakit itu lama-lama akan hilang dengan sendirinya. Sehingga menjadi dewasa akan membuat dirimu menjadi lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis