Menjadi Kuat Berpijak di Atas Kaki Sendiri setelah Kepergian Ayah

Kehilangan suatu benda mungkin bagi kita bukanlah menjadi masalah yang besar. Namun, bagaimana jika kita kehilangan sosok? Sosok yang sangat berarti di hidup kita, tidak bisa tergantikan oleh siapapun, selalu menjaga kita, sibuk siang malam mencari nafkah untuk keluarga. Iya, sosok itu adalah ayah. Seorang ayah yang begitu kita cintai dan kita banggakan.

Sedih? Wajar apabila kita sedih, tetapi berlarut-larut dalam kesedihan tidaklah baik. Menangis? Normal apabila kita ingin menangis. Walaupun demikian, kita harus bisa menerima kenyataan dan melanjutkan kehidupan kita sebagaimana mestinya. Selain itu, kita juga harus menghadapi apa yang ada di depan kita.

Bagi seorang anak perempuan, kehilangan sosok ayah menjadikan patah hati terbesar hati terbesar dalam hidupnya. Bukan hanya kehilangan seorang kepala keluarga, tetapi juga cinta pertamanya. Bukankah setiap ayah adalah cinta pertama yang memberikan gambaran kekuatan untuk menghadapi masalah bagi anak-anaknya?

Kehilangan ayah juga terjadi dalam kehidupanku, masih teringat jelas dalam ingatanku, ketika aku mulai memasuki bangku sekolah dasar, aku kehilangan sosok ayah yang begitu hebat. Memang pada waktu itu aku masih kecil, tetapi aku bisa merasakan apa itu kehilangan. Kepergian sosok ayah memberikan ruang kekosongan yang mendalam untukku dan pengalaman hidup yang begitu menyakitkan bagiku.

Ayahku merupakan ayah yang hebat. Seorang prajurit yang kelihatannya garang, tapi di balik garangnya itu tersimpan kelembutan hatinya yang begitu besar. Sesosok laki-laki yang hangat, rela mengorbankan jiwa raga untuk keluarga. Cucuran keringat di kening, dinginnya malam menusuk tulang, ayah tidak pernah menghiraukan itu. Semua ayah lakukan demi kebahagiaanku.

Duniaku terasa begitu hancur berkeping-keping saat ayah pergi. Aku merasa sangat terpukul karena kehilangan sosok ayah. Tidak ada lagi dekapan hangat sosok ayah yang akan aku rasakan, tidak ada lagi pendengar terbaik untuk setiap ceritaku, tidak ada lagi sosok yang selalu memanjakanku, dan rasa kehilangan lain yang menjelma dalam kesepian.

Ketika berangkat dan pulang sekolah, aku melihat teman-temanku bisa diantar jemput oleh ayahnya. Aku merasa sedih tidak ada lagi sosok ayah yang selalu mengantar jemput aku ke sekolah.

Perlu waktu yang cukup lama untuk aku memulai kehidupan yang normal lagi. Lambat laun aku mulai pulih dari rasa kehilangan, peranan ayah sudah dialihkan kepada ibu dengan bantuan kakak-kakakku. Ayah sudah tiada bukan berarti kehidupanku juga berhenti, aku terus bangkit, ikhlas, tegar dan optimis untuk menghadapi masa depanku.

Sekarang menyentuh ayah hanyalah sebuah angan-anganku. Memanggil nama ayah adalah sebuah keinginanku. Meskipun raga ayah telah pergi, jiwa ayah selalu melekat di hatiku. Bersyukurlah kalian yang masih memiliki sosok ayah, yang masih mempunyai waktu bersama ayah. Masih mempunyai kedua orang tua sama seperti hati yang utuh. Terdapat sisi positif yang dapat aku ambil dari kehidupanku tanpa seorang ayah.

Ikhlas

Memang, bagian tersulit dari kehilangan adalah mengikhlaskan. Mencoba mengikhlaskan bukanlah hal yang mudah dan instan, tapi membutuhkan proses. Aku berusaha untuk mencoba mengikhlaskan karena kata ibu, kita harus mengikhlaskan kepergian agar ayah bisa tenang.

Tegar

Kehilangan ayah menjadikanku untuk belajar tegar, ketegaran itu akan terbawa terus dalam kehidupanku karena aku sudah pernah mengalami kehidupan yang paling pahit di dunia ini. Dengan demikian, apabila terjadi musibah apapun itu, aku sudah bisa belajar tegar atau tidak larut dalam kesedihan yang berlebihan.

Optimis

Sosok ayah yang sudah tidak ada bukan berarti hidupku akan berhenti begitu saja. Perjalanan hidup yang harus aku dilalui masih panjang. Kehidupan terus berjalan, terdapat banyak hal yang harus aku lakukan dan aku harus bangkit supaya siap menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi ke depannya.

Masa depan harus bisa aku hadapi dengan rasa optimis. Memang hal ini bukan suatu hal yang mudah bagiku, tetapi akan harus mencapai masa depanku dengan semaksimal mungkin, berusaha sekuat tenaga, jangan sampai putus asa, kemudian aku serahkan semua kepada Allah. Semoga apa yang telah aku usahakan mendapatkan hasil yang maksimal.

Mandiri

Kehilangan sosok ayah membuat aku menjadi kuat berpijak di atas kaki sendiri. Dari yang tadinya memiliki sandaran yaitu ayah, sekarang harus bersandar pada diri sendiri. Sosok laki-laki yang menjadi sandaran hidupku memang sudah pergi, akan tetapi semangatnya akan terus ada pada diriku.

Menjadi anak perempuan yang mampu berpijak di atas kaki sendiri itu tidaklah mudah, tetapi aku terus mengupayakannya. Sangat penting bagiku untuk bisa menjadi anak perempuan yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi berbagai keadaan walaupun tanpa adanya ayah.

Aku menjadi lebih percaya diri dengan memiliki kemampuan dapat berpijak di atas kaki sendiri. Rasa percaya diri yang aku punya dapat memberikan sudut pandang yang positif terhadap diriku. Dengan rasa percaya diri ini, aku tidak mudah merasa putus asa atau menyerah ketika dihadapkan pada situasi yang sulit.

Kehilangan ayah menjadi pukulan terberat bagi seorang anak, tidak ada lagi dekapan hangat dari tubuh tegarnya, tidak ada lagi pendengar terbaik untuk setiap cerita, tidak ada hari-hari bersama ayah, dan rasa kehilangan lain yang menjelma dalam kesepian. Kita yang kehilangan sosok seorang ayah, semoga bisa menjadi anak yang mandiri dan dapat berpijak di atas kaki sendiri. Semoga kita dapat mencapai cita-cita kita dan membahagiakan kedua orang tua kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret