#MerdekaTapi Masih Dilema Antara Kemerdekaan Bangsa dan Agama

17 Agustus tahun 1945 itulah hari kemerdekaan kita. 73 tahun sudah bangsa Indonesia melewati pertumpahan darah melawan penjajah. Selama bertahun-tahun bangsa ini dijadikan tempat penindasan yang amat keji. Tidak ada ampun bagi orang-orang yang berani melawan dan melanggar peraturan yang dibuat oleh penjajah.

Para pahlawan menangis meratapi nasibnya yang diperlakukan layaknya seorang budak yang hina di tanah sendiri. Ternyata air mata saja tidak bisa untuk mengembalikan bangsa ini seperti sedia kala. Para pahlawan rela menumpahkan ribuan liter keringat darah demi membawa bangsa ini menuju pintu gerbang kemerdekaan.

Merdeka adalah sebuah kata yang hanya ada satu satunya di dalam pikiran pahlawan bangsa. Tidak lagi mempedulikan dari suku apa, agama apa, daerah mana. Semuanya adalah satu, Indonesia. Semua saling bahu membahu menawarkan nyawanya demi sebuah kemerdekaan. Karena harga dari suatu kemerdekaan tidaklah murah.

Ternyata perjuangan sang pahlawan bangsa jauh dari kata sia-sia. Dengan perundingan yang matang proklamasi dibacakan oleh bapak Ir.Soekarno di kediamannya. Merdeka, merdeka, merdeka, kata yang tidak hentinya diserukan para penduduk Indonesia. Merdeka adalah harga mati, merdeka adalah hak bangsa Indonesia yang telah digariskan oleh tuhan yang maha kuasa.

Jika melihat kembali semua perjuangan bangsa ini dalam mencapai kemerdekaannya, tentu itu adalah hal yang sangat mengharukan. Tangis haru membasahi pipi ini. Ada rasa bangga dan ikut merasakan kebahagiaan atas tercapainya kemerdekaan. Walau tak secara langsung ikut memegang senapan , kami benar-benar bangga atas kemerdekaan ini.

Bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sebuah bangsa yang besar. Berlimpah kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tidak cukup hanya di situ, ribuan suku bangsa mendiami Indonesia. Beragam kepercayaan yang dianut penduduk Indonesia.

Bhineka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi tetap satu. Itulah semboyan yang menggambarkan begitu banyak perbedaan di dalam bangsa Indonesia. Perbedaan yang menyatukan bangsa Indonesia. Seharusnya kata-kata itu nyata adanya. Tetapi bagaimana pada kenyataannya?

Perbedaan itu perlahan menghancurkan persatuan bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, masyarakat semakin tertutup dengan dunia luar. Mereka hanya berada dalam kotak agamanya. Agama yang seharusnya menjadi sesuatu yang indah, kini menjadi perdebatan. Orang-orang berlomba-lomba menjadikan agama sebagai ajang kompetisi cerdas cermat.

Semua orang menjadi sensitive ketika membahas masalah agama. Sebagian merasa berada dalam agama mayoritas jadi harus menjadi prioritas. Sebagian lagi merasa berada dalam agama minoritas jadi harus mengalah dan rela tidak jadi prioritas.

Padahal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (1) sangat jelas dikatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Apakah Undang-Undang ini belum diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia?

Seharusnya masyarakat tidak hanya sekadar tahu mengenai Undang-Undang ini, tetapi masyarakat harus paham arti dari Undang-Undang mengenai kebebasan beragama. Masih banyak lagi Undang-Undang yang mengatur mengenai kebebasan beragama bagi masyarakat Indonesia.

Mengapa masyarakat masih saja mengotakkan diri berdasarkan agamanya masing-masing? Apa masyarakat salah mengartikan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (1)? Lalu, siapa yang pertama kali berpikir dan melakukan hal ini?

Di dalam Undang-Undang tersebut memang dikatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing, bukan berarti setiap orang berhak mengkotakkan dirinya dalam agama yang dipeluknya. Ingat, ini adalah bangsa Indonesia. Semua harus bersama sama menjaga kerukunan bangsa. Jangan memandang agama mayoritas atau minoritas.

Artikel ini ditulis tidak hanya sekadar untuk bacaan semata. Bukan sekadartong kosong nyaring bunyinya. Begitu banyak bukti dan kejadian sehingga artikel ini bisa ditulis. Salah satunya adalah kejadian yang terjadi di daerah Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Sungguh kejadian yang sangat mengundang air mata. Salah satu agama minoritas memiliki harapan besar untuk beribadah dengan aman di dalam gedungnya. Izin untuk membangun tempat ibadah sudah keluar dari pemerintah.

Ketika tiba waktunya membangun gedung untuk beribadah, tiba-tiba massa berkerumun menanyakan tujuan pembangunan gedung tersebut. Setelah dijelaskan dengan baik, tiba-tiba massa melontarkan kata-kata dengan nada tinggi.

Mereka mengecam bahwa daerah itu adalah daerah mereka. Di sana hanya boleh membangun tempat ibadah untuk agamanya saja. Dengan hati yang kecewa mau tidak mau harus mengalah. Kembali lagi berpikir bahwa mereka adalah agama minoritas jadi wajar tidak menjadi prioritas.

Tidak berhenti hanya di situ saja, massa yang mengecam rela menghabiskan uang mereka untuk membuat spanduk yang bertuliskan pelarangan pembangunan tempat ibadah bagi agama minoritas. Tidak ada perlawanan sama sekali. Aparat keamanan segera mengetahui hal tersebut dan berusaha untuk mengamankan daerah itu.

Apa itu yang dinamakan merdeka? Apakah bangsa Indonesia sudah merdeka sepenuhnya? Merdeka bukan sekadar berhasil melawan dan mengusir penjajah dari negeri ini. Tetapi merdeka yang sesungguhnya adalah ketika bangsa ini mampu mewujudkan toleransinya ditengah perbedaan.

Tidak lagi memandang agama mayoritas atau agama minoritas. Kita semua satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Kita sama-sama mendiami bangsa yang besar ini. Tidak ada yang harus diprioritaskan, semuanya sama-sama penting.

Bangsa ini ada karena perbedaan bukan karena persamaan. Lihat saja pahlawan bangsa, apa mereka semua berasal dari agama yang sama? Apa mereka pernah mempermasalahkan agama ketika membangun pertahanan untuk mempertahankan bangsa Indonesia?

Sudah cukup kekeliruan ini. Sudah cukup kesalahpahaman ini. Mari berbenah diri, perangi ego dalam diri. Mari kita semua menjaga persatuan Indonesia sesuai sila ke-3. Mari, kita semua pasti bisa menjunjung tinggi toleransi. Karena kita adalah Bhineka Tunggal Ika.

Sudah waktunya kita saling merangkul menata masa depan bangsa. Di atas tanah pertiwi ini sudah terlalu banyak jasad para pahlawan yang telah mengorbankan diri mereka demi sebuah kemerdekaan. Menerima perbedaan yang ada adalah salah satu cara untuk menghormati jasa-jasa yang telah digoreskan nya kepada bangsa ini.

Indonesia adalah milik kita bersama. Perbedaan yang ada adalah sebuah pelangi yang membentang di atas langit khatulistiwa. Indonesia itu indah karena perbedaannya, justru itulah alasan mengapa kita perlu bangga menjadi generasi Indonesia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hallo,saya adalah siswi SMA Tunas Daud Mataram