[CERPEN] Mereka Pasti Akan Datang

Aku yakin, Ayah dan Ibu pasti datang...

“Aaakkkhhh!!”

Advertisement

Raungan kesakitan mendayu pilu bagai daun kering retak yang terhembus angin, jatuh di tanah dan terinjak kaki-kaki Sang Penculik.

“Menjerit lebih keras!”

Dia, Sang Penculik, terbahak melihat bagaimana darah anak-anak mengalir membasahi tangan-tangannya yang menua.

Advertisement

“Ini di mana?” erangan kasar datang dari daging-daging segar yang berceceran di lantai, “Kenapa gelap sekali?”

Sstts … darah segar yang menetes dari kepala bocor mencoba menenangkan,

Advertisement

"Jangan takut, semua akan baik-baik saja, Ayah dan Ibu akan datang sebentar lagi.”

“Ayah dan Ibu akan datang sebentar lagi?” bisik Daging Segar yang berceceran parau.

Darah segar mengangguk lesu. “Ya, sebentar lagi. Ayah dan Ibu sedang mencari kita, mereka pasti datang, mereka pasti menemukan kita.”

Kekehan geli terdengar dari Tulang-belulang Kering yang tergeletak tak acuh di pinggir ruangan, “siapa yang kau tunggu, kawan?”

Darah Segar mengerjap, berusaha melihat ke seluruh ruangan, “Ayah dan Ibu, juga polisi,” jawab Darah Segar penuh keyakinan.

“Apa yang akan terjadi jika mereka datang?”

“Kami akan dibebaskan.”

“Tidak akan ada yang menolong, tidak akan ada yang dibebaskan,” bisik-bisik yang terhembus angin terdengar dari tumpukan tulang-belulang yang telah lama mati. “Kami di sini sejak pria jahat itu muda. Kami diculik dari rumah yatim piatu, dipisahkan dari suster, kami dikurung dan disiksa, menjerit sampai pita suara kami lepas, kami menunggu bertahun-tahun, tidak ada yang pernah datang menolong.”

Darah Segar mengernyit tak suka. “Ini berbeda. Tidak seperti kalian. Kami memiliki keluarga, kami memiliki Ayah dan Ibu, kami disayang. Dan kami pasti akan dicari, kami akan ditemukan, kami akan bebas dari orang jahat itu!”

Gelak tawa terdengar dari dinding-inding tua berkabut yang retak. “Selama aku berdiri! Tidak akan ada yang menemukan kalian!”

Gerasak-gerusuk terdengar dari luar.

BRAKK!

Cahaya matahari yang menyilaukan mata menerobos pintu bersama masuknya seorang pria yang lebih muda, pakaiannya rapi, rambutnya ditata bagai orang berpendidikan.

“Tuan! Mansion digeledah polisi!”

Sang Penculik berputar angkuh, menatap pria muda itu dengan mata merah murka, kerut tua di seluruh wajahnya menegang.

“Kita pergi.”

“Bagaimana dengan tempat ini, Tuan?”

“Bakar sampai habis!”

“Bagaimana dengan anak yang masih hidup?”

“Tolong… lepaskan…” bisik Darah Segar lemah.

Sang Penculik menatapnya dengan senyum jahat. “Biarkan dia terbakar dengan penantiannya yang sia-sia!”

“Baik, Tuan.”

Lolongan anjing liar menghantar derap langkah berat Sang Penculik, meninggalkan seorang anak laki-laki terikat sekarat kehabisan darah, seorang anak perempuan tergeletak di lantai, dengan tubuh tercabik, puluhan tulang-belulang dari korban yang telah lama mati terkapar tak berdaya.

Pintu ditutup, ruangan kembali gelap gulita. Erangan dan bisikan parau kembali terdengar dari seluruh penjuru ruangan.

“Mereka tidak boleh membakar tempat ini! Kita harus cepat keluar!” teriak Darah Segar.

“Tenang, kawanku,” Daging Busuk terkekeh, “biarkan mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Kau akan mendapatkan kesempatanmu kembali nanti. Saat seorang anak, anak lain yang seperti kalian kembali masuk dalam perangkap pria tua jahat itu.”

Kekehan lainnya datang dari Tulang-belulang. “Ini sudah berulang kali terjadi. Penculikan, penyiksaan, pembakaran. Penculikan, penyiksaan, pembakaran. Berputar-putar seperti kincir angin. Kita dikenang, dicari, tapi tidak pernah ditemukan. Suatu hari nanti, tempat ini akan dibangun kembali. Dijadikan tempat pembantaian anak-anak tak berdosa. Dibakar, dimusnahkan, tapi akan dibangun kembali,” tandas Tulang-belulang.

Tawa penuh kepuasan terdengar dari Dinding yang mulai gosong. “Kalian akan menjadi rahasia yang akan selalu kami jaga demi Sang Penculik.”

“Kau pun akan terbakar! Sama seperti kami!” teriak Darah Segar geram.

Tawa dinding gosong membahana. “Kami akan dibangun lagi. Akan berdiri kokoh lagi. Menyaksikan bagaimana anak-anak seperti kalian menjerit kesakitan.”

“Kau…”

“Sssttt,” Daging Busuk menenangkan. “Jangan buang tenagamu untuk hal yang sia-sia, Kawan.”

“Benar, kau harus menerimanya,” Tulang-belulang berbisik, “kita akan menjadi rahasia, hanya diantara kita, Tuhan, dan Sang Penculik.”

Api membesar, membakar atap bangunan.

Suara lulabi mendayu, terdengar pelan dan syahdu, suara tawa anak-anak terdengar nyaring memenuhi ruangan. Ayah dan Ibu berusaha menangkap dua orang anak yang berlari seraya tertawa, berusaha mengelak dari tangkapan Ayah dan Ibu yang menyuruh mereka tidur lebih awal.

“Kena kamu, Denish,” kata Ayah seraya tertawa, mengangkatnya ke pundak, membawanya ke kamar bersama adik perempuannya yang berhasil ditangkap Ibu.

“Ayah,” Denish menyamankan tidurnya, diselimuti hingga ke dada. “Jika ada yang menculik kami, apa Ayah akan mencari kami?”

“Kenapa bicara seperti itu?” tegur Ibu tidak suka, “tidak akan ada yang menculik kalian.”

“Kevin yang bilang,” kata adik perempuannya. “Ada penculik yang berkeliran akan menculik kami.”

“Apa Ayah dan Ibu akan mencari kami?” tanya Denish lagi.

Ayah menatap Ibu yang terlihat gelisah, dia merangkulnya kemudian tersenyum sungguh-sungguh pada Denish dan adik perempuannya.

“Jika ada yang berusaha menculik kalian, larilah, dan bersembunyi, tunggu sampai kami menemukan kalian, mengerti?”

Denish bertukar pandang dengan adik perempuannya, mereka mengangguk dengan sungguh-sungguh.

Udara dalam bangunan itu semakin panas, suara kretek dari tulang-tulang yang terbakar terdengar, bau daging terbakar mulai tercium.

Samar-samar Denish melihat tubuh adiknya yang sudah tidak bergerak terbakar, Denish memejamkan mata, merasakan panas api membakar tubuhnya juga.

“Ayah… Ibu… Aku yakin kalian pasti datang, pasti menemukan kami, dan akan membawa kami pergi…”

Tidak lama setelah pria muda itu pergi si Jago merah melahap habis rumah tua di tengah hutan.

Tidak ada yang tersisa, bahkan untuk lolongan pilu kesunyian.

Sir Hartington ditangkap pihak yang berwajib dengan tuduhan penculikan dan pembunuhan anak dibawah umur.

Namun hingga kini polisi belum bisa menemukan tempat Sir Hartington menyekap korban-korbannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE