[CERPEN] Muslihat Si Aziz

Aziz adalah seorang yang terhormat menurut kamus bahasa Indonesia.

Hei, salam kenal. Namaku… Umm, sori aku orangnya pemalu. So, aku akan memanggil diriku "GEMINI".

Advertisement

Dan teruntuk jurnal kesayanganku yang sudah hampir hancur, aku mau cerita sesuatu boleh ya. Kamu tahu kan belenggu yang selama ini sudah mencengkeram leherku. Coba dirimu punya mata, kamu pasti bisa lihat garis luka sekeliling leherku.

Becanda deng hehehe. Aku berbicara kiasan, kamu tidak akan bisa melihat lukanya. Tapi pun kalau memang luka, aku kayaknya mulai suka dan ketagihan.

What?

Advertisement

Terdengar agak miris? Iya ya, tapi aku seperti lega kok.

Baiklah, ini ceritanya cukup panjang lho. Tapi bukannya kamu sudah tahu dari coretan-coretan lamaku ya?

Advertisement

Ups! Aku lupa kalau ada sebagian dari kamu yang aku robek dan buang. Hehehe, maaf yaa.

Baiklah, aku ceritakan lagi. Kali ini simpan dengan baik!

Kamu masih ingat kali pertama ceritaku? Saat itu aku bercerita soal aku yang selalu merasa sendiri, tidak punya teman, tidak punya sosok orangtua, terlebih tidak punya sosok ayah. Kamu ingat gimana aku sangat menantikan seorang pelindung, seorang panutan, seorang yang bisa menjagaku dan membesarkanku? Dan aku ingin sekali punya seorang ayah yang tidak hanya memperhatikan dari jauh. Aku ingin dibelai, aku ingin disuapi, aku ingin ditimang, aku ingin dimanja, semuaaaa aku inginkan.

Tapi ya bagaimana? Aku harus terima hanya hidup berdua dengan ibuku. Dan beliau sangat sibuk.

Dulu aku harus mencari hiburan sendiri sementara ibuku bekerja terus. Mau nggak mau aku bermain sendiri, berangkat sekolah sendiri, makan sendiri, dan itu sejak kecil lho! Mana ada ibuku tahu aku di sekolah seperti apa, mainnya sama siapa, belajarnya gimana. Beliau jarang di rumah kok. Kadang aku mempertanyakan apa dirinya merasakan yang kurasa?

***

Kesepian itu mulai terobati ketika aku beranjak SMA. Aku mulai bisa bergaul, meski awalnya masih kikuk. Aku kecil, kurus, putih sih, tapi tetap saja penampilanku tuh nggak menarik. Aku nggak percaya sama orang yang bilang aku cantik, karena aku sama sekali nggak merasa seperti itu. Buktinya nggak ada tuh cowok yang mau deketin aku. Sumpah aku sama sekali nggak punya rasa percaya diri. Sampai suatu hari aku bertemu beliau. Pria yang membuat aku merasa menjadi selayaknya manusia. Dirinya menjagaku, mendidiku, mengawasiku, segalanya yang bisa ia berikan selayaknya ayah kandung.

Well, at least, itu yang sempat aku pikirkan tentang orang ini. Cowok, sampai kapan pun bakal jadi 'cowok'.

***

Awalnya, aku melihat orang ini sebagai orang yang sangat terhormat. Ia disegani tetangganya, ibuku pun mengaguminya. Aku bukan satu-satunya anak angkat beliau. Banyak yang ia rangkul, terutama mereka yang memiliki persoalan batin dan kondisi yang mirip denganku. Anak-anak yang pendidikannya tersendat, keluarganya berantakan, jiwanya terganggu, pokoknya yang hidupnya miris seperti aku. 

Anak-anak ini, cowok dan cewek, beliau bimbing untuk bisa berdiri sendiri. Begitu besar rasa sayangnya, ia tidak bisa melihat kami bertengkar satu sama lain, selalu mengajarkan kasih sayang. Ia tegas namun lemah lembut. Kegalakannya demi pengembangan mental kami dan itu berhasil.

Kami mampu membangun sebuah sekolah yang membantu anak-anak terlantar. Yang biasanya terbentur akses mendapat pendidikan. Kami belajar berbisnis agar mendapat pemasukan, lalu kami gunakan untuk modal bisnis sekaligus bakti sosial. Kamu bisa bayangkan di usia yang belum punya KTP, kami bisa meluluskan anak-anak SD, SMP dan bahkan SMA.

Pencapaian itu merupakan kebanggaan besar buatku. Aku yang selama ini tidak pandai bergaul, justru menjadi sangat aktif di kegiatan sosial. Berkat jasa ayah angkatku.

***

Aku dibuatnya untuk menjadi seorang perempuan yang setia, yang bisa mengasihi dan mencintai. Aku dibuatnya menjadi dewasa, mandiri, bisa bertahan hidup. Aku dibuatnya bisa menghormati, segan, dan taat terhadap orangtuaku. Namun, semua itu lebih tepatnya adalah tuntutan untuk melayani dirinya. Aku setia, mencintai, hormat, takut, sungkan, bukan untuk orang lain, tapi untuk DIA!

Cukup aku katakan, malam itu menjadi titik balikku di mana aku sudah berada di atas angin atas pencapaianku, ditarik dan dihempas ke bumi saat itu juga. Aku menjadi serendah-rendahnya manusia di mata beliau. Aku dijuluki "Perempuan Bernoda". Dan itu menjadi pembenaran bagi dirinya membuat aku lebih kotor. 

Sejak malam itu, aku diperlakukan sebagai barang, yang hanya boleh melakukan kasih dan cinta untuknya. Aku tidak boleh punya pacar, bahkan aku tidak boleh punya teman cowok, Men! Sampai aku kuliah pun aku masih harus terus berada di pengawasannya. Sudah seperti pacaran yang aku harus mengabari ngapain saja, sama siapa, ke mana. Jika ia curiga, ia segera menyusul di mana pun aku berada. Entah itu di kampus, foodcourt, mal, angkringan, atau bahkan toilet.

Aku tahu dia sudah sangat berjasa padaku, beliau adalah salah satu alasan kenapa aku memilih untuk tetap hidup. Dan itu menjadi senjatanya agar pengaruhnya membenam di otakku.

Benar saja!

Aku menjadi takut, nurut, segala keinginannya kupenuhi. Sekali lagi, SEGALANYA! Dan dalihnya dia adalah cinta kasih.

Kamu paham kan, Jur, apa saja yang ada di otak laki-laki?

Aku tidak bisa lepas, dan itu membuatku semakin terpuruk. Aku tidak bisa menentang kemauannya, apalagi melawan. Semakin lama, satu per satu temanku lepas dari cengkeramannya. Mereka mulai paham dengan tabiat dan pemikiran laknat terpendam ayah kami. Ada yang tiba-tiba hilang tanpa kabar, bertengkar lalu kabur, ada juga yang blak-blakan menentang ayah. Semua lepas tinggal aku dan satu teman perempuanku, yang benar-benar sudah pasrah dan setia kepada ayahku. Saat itu aku berpikir aku harus lepas dari belenggu ini. Tapi…

Seriusan, aku sempat heran kenapa baru sekarang jalan keluarnya kepikiran. Setelah sekian lama aku ada di neraka ini dan ayah jadi iblisnya. 

Hahahaha, bahkan aku masih menggunakan istilah 'ayah' untuk menyebut manusia laknat ini.

Aku apes, ditipu raja muslihat busuk.

Tapi kini aku mengerti bagaimana cara menyikapinya.

You know what?

Ternyata aku hanya cukup mengikhlaskan saja kalau ini terjadi dan aku layak mendapatkannya. Biarlah aku diinjak, dinodai, dibungkam, selama aku bisa hidup dan bisa makan.

Beggar can't be chooser, kan?

Biarlah tiap malam aku sakit dan sengsara. Aku sudah jatuh cinta dengan neraka ini, aku lebih takut berada di luar sana.

Gimana? Aku harus kabur juga katamu? Ya tapi bagaimana caranya dan siapa yang mau membantuku?

Nunggu tuh capek banget tauk, dan apa jaminan yang berikutnya tidak lebih buruk dari ayah? Aku tidak seberuntung sahabatku yang akhirnya bertemu dengan ksatrianya.

Ayah sudah memanggil, sudahi sini dulu ya ceritanya.

I love you!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Petualang dan bandel kala remaja. Dengan bekal diploma, bekerja di sebuah media online digital pelopor hingga akhirnya lulus dengan meninggalkan warisan yang baik. Semakin mengenal diri sendiri, dan terus mengasah kemampuan untuk mendengarkan. Kini sedang dalam proses studi Psikologi.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE