Pelajaran Setelah Patah Hati: Memilih Dia yang Cocok Saja Belum Cukup!

pelajaran setelah patah hati

Alih-alih gagal move-on, akhirnya saya bisa bangkit dari kebobrokan cinta yang sudah saya jalani beberapa masa ke belakang dan menemukan beberapa hal penting yang bisa dijadikan sebagai pelajaran. Urusan asmara tak melulu soal pasanganmu, melainkan juga penerimaan dirimu. Tak ada yang benar-benar bisa merawat hati dan perasaan kita, selain diri kita sendiri. Kita berhak bahagia atas segala pilihan dan keputusan masing-masing.

Advertisement

Selepas berpisah dari beberapa mantan kekasih, akhirnya saya bisa berdikari dan memetik pelajaran dari hubungan-hubungan yang tak sehat itu. Alih-alih gagal move-on–mengurung diri di kamar berhari-hari, memasang foto profil dan membuat story di WhatsApp hitam polosan serta tak mood makan, saya menemukan titik pelajaran yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran untuk kehidupan. Berikut di antaranya.

1. Menghargai waktu

Selama saya berkomitmen dengan seseorang, kok, ya, kurang beruntungnya saya bertemu dengan mereka-mereka yang ingin meluangkan waktu bersama pasangannya layaknya 24/7. Saya punya kesibukan, dia juga punya kesibukan. Kesibukan kita tak bisa dilakukan dalam waktu bersamaan, tetapi terkadang mantan saya tetap bersikeras untuk melakukan kesibukan bersamanya.

Advertisement

Waktu yang saya miliki rasanya sudah dieksploitasi oleh pasangan. Saya juga butuh waktu untuk mengerjakan kesibukan dengan sendirian, bermain bersama teman-teman, dan bekerja dengan fokus. Tetapi benar-benar saya tidak bisa menjaga waktu sedemikian baiknya. Alhasil, beberapa kali saya mengorbankan waktu berharga demi mantan kekasih.

Berpisahnya saya dengan pasangan, kini saya lebih bisa konsisten terhadap waktu-waktu yang saya miliki untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu tanpa harus mengkhawatirkan tersitanya waktu. Kabar baiknya, saya lebih rajin beribadah tepat pada waktunya tanpa harus molor atau tergesa-gesa.

Advertisement

2. Punya ruang privasi yang tak terbatas

Bisa saya katakan, muak rasanya ketika mengoperasikan gawai, tiba-tiba saja dimintai password media sosial kita. Bodohnya, saya beri aksesnya. Saya terhipnotis oleh rayuan gombal dan berdalih atas segala kepercayaan yang ada. Halah! Toh, akhirnya putus juga. Akhirnya, masing-masing dari kita pun segera mengganti password agar tak diintip masuk lagi.

Jujur, saya merasa lebih lega dan tenang ketika berpisah dan akses media sosial sudah terkunci untuk saya sendiri. Bukannya saya lantas bisa aneh-aneh, tetapi memang rasanya canggung saja ketika media sosial saya, tiba-tiba diusik oleh orang baru yang umur hubungannya saja tak lebih lama dari akun saya.

Dari kejadian tukar password media sosial tersebut, saya lalu berpikiran, berarti ketika ada salah satu dari pasangan yang saling meminta bahkan memaksa untuk tahu akses media sosial pasangannya, ia belum sepenuh hati menaruh kepercayaan dan perasaan kepada pasangannya. Ada sebuah masalah kepercayaan (trust issues) terhadap pasangannya sendiri maupun dirinya sendiri.

3. Sekadar cocok saja belum cukup

Dulu, saya berpikir, memantapkan hati dengan orang lain, lalu ada balasan yang menyenangkan hati, kemudian berjanji untuk saling menjalin hubungan asmara, sudah lebih dari cukup. Lalu, setelah terjadi berbagai kompleksitas permasalahan dalam hubungan, saya menggeser pemikiran dangkal itu. Ternyata, lebih jauh dari kecocokan, saling toleransi dan menghargai satu sama lain jauh lebih penting dan utama. Sayangnya, kami belum bisa memiliki waktu yang cukup untuk merekatkan sikap toleransi dan menghargai satu sama lain. Emosi sudah di ujung tanduk, hubungan pun ikut kandas dan tak lagi berbentuk.

Kini, saya belajar banyak hal jika akan memilih dan menambatkan hati pasangan. Cocok saja belum cukup. Perlu dipilah-pilah terlebih dahulu mana yang cocok untuk dijadikan teman berjuang dalam jangka waktu panjang. Ada banyak hal lain juga yang perlu dipikirkan saat akan menjalin hubungan: kepercayaan, keterbukaan, dan sikap saling mendukung.

4. Waktunya refleksi diri

Saya tak ingin menyergap dan menyudutkan para mantan kekasih dengan pola pikir saya, saya pun masih penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu, setelah saya dan mantan kekasih tak menjalin hubungan asmara lagi, waktunya saya untuk merefleksikan diri. Saya selalu merenungkan hal-hal apa saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan saya untuk bisa diselaraskan dengan calon pasangan. Akan ada banyak perenungan-perenungan diri lagi yang saya lakukan demi hubungan yang lebih baik pada masa mendatang.

Saya sadar, berganti-ganti pasangan itu tak baik, tetapi juga saya tak mengelak akan hikmah dari jatuh bangunnya menjalin hubungan asmara. Semuanya ada dalam sebuah proses. Jika saya tak merasakan gagalnya menjalin hubungan asmara, bagaimana bisa saya belajar untuk lebih bersikap bijaksana dan dewasa untuk ke depannya? Saya bisa mengambil ilmu dari situ. Akhirnya, saya mempercayai Bung Fiersa, dalam salah satu judul lagunya bertajuk Waktu yang Salah itu nyata adanya.

Bahkan, hingga detik sekarang tulisan ini dipublikasikan, masih ada tawaan kecil mengapa saya bisa terjerumus dalam hubungan yang tak sehat seperti itu. Satu-dua kali masih wajar, ini mencapai enam kali uji coba. Hubungan langgeng tak dapat, bodohnya yang berlipat-lipat. Bagaimana pun itu, saya tetap senang dengan adanya proses perjalanan asmara saya. Dari perjalanan asmara saya yang kurang mengenakkan itu, saya bisa mengambil pelajaran penting dalam mempersiapkan hati untuk calon pasangan saya.

Pesan untuk kita semua, sebelum menjalin hubungan dengan seseorang yang kita cintai, matangkan dahulu pemikiran yang bisa terbuka, visioner untuk keduanya, dan menyingkirkan ego demi kebaikan bersama. Jangan sampai ada unsur pemaksaan dan kerelaan hati yang tak ikhlas yang seolah-olah agar membuat pasangan bahagia.

Pada dasarnya, kelanggengan hubungan karena adanya kekuatan fondasi bersama dalam hal kepercayaan, konsistensi, dan keterbukaan. Urusan asmara tak melulu soal pasanganmu, melainkan juga penerimaan dirimu. Tak ada yang benar-benar bisa merawat hati dan perasaan kita, selain diri kita sendiri. Kita berhak bahagia atas segala pilihan dan keputusan masing-masing. Semoga saya dan para pembaca bisa saling berbenah diri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis awam yang sedang menjelajahi dunia lewat karya sastra.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE