Peluk Jauh untuk Kalian Semua, yang Tengah Merindu Seseorang di Tengah Pandemi Corona

merindu seseorang di tengah pandemi

Terlalu luas sajak yang mengutak-atikan kepingan syair yang bernyanyi. Terlalu lantang jika aku harus meredam dalam lisan. Mungkin jauh lebih elegan mengutarakan angan lewat doa sejauh mata yang memandang.

Advertisement

Ibu, ucapan kata merindu kian menggema di pusara hati ini. Maafkan aku yang belum bisa kembali pulang. Maafkan diri yang masih berdiam. Tak banyak lugas yang mampu memetik rasa rindu. Rindu ini kian menumpuk. Merindumu kala pandemi merundung bumi pertiwi. Namun jarak tak menjadi penghalang tuk kita melepas rindu. 

Sejenak, hati yang hening serasa ada yang tenggelam dan hilang. Pelipur hati teduh bersandar kembali ke bait-bait Allah yang setia menjaga diri. Miliaran jarak, melepaskan butiran pena, melepaskan rindu yang terpendam. Ada rindu yang menghantar di kediamanku. 

Deretan skenario semesta di tengah andemi yang sedang melanda. Mari eratkan hati dan jiwa tuk tetap saling menjaga bersama. Deretan pena pun mampu menuntaskan sunyi menjadi perantara. Kala rindu menjelma. Dalam doa kita mencurahkan semua. Pandemi membawa segelintir hikmah yang ada bersamaan dengan maknanya.

Advertisement

Mengajarkan akan banyak hal terlebih agar kita tetap selalu memupuk rasa syukur di tengah elegi yang terjadi. Tetap semangat jalani hari-hari. Dan menebarkan rasa empati peduli kasih tuk saling peduli. Senantiasa menebar senyum dari hal-hal sederhana sebagai pelega serta landasan ibadah. Tak banyak yang banyak diungkap. Selain memetik hikmah dari yang sedang dirundung elegi. Kala tumpukan rindu merangkulmu dari jauh.

Renyuh di rona jingga yang teduh. Renyuh ditatap langit yang bersahaja. Merindu kala jeda menjadi titik ricik. Gemericik menyekat tanyanya. Puncak bertebing menjulang hari. Mendaki dengan jejaknya yang mengguncang nurani, langkah pasti dalam doa yang tak pernah bertepi. Padam pun tidak. Ku kecup di heningnya hati. Jelajah hari dalam titik sujud diri. Renyuh gemericik getarannya menahan rindu. Sejenak mengobati titik temu menjeda di antara hari-hari ini pada jemari lingkar tasbih. 

Advertisement

Pijakkan rantau yang menahan kerinduan. Sudut langit kota menjadi sebuah tanya dalam renungannya diri. Sudut tepian hari memandang sunyi. Lapangnya hati bersandar kepada Rabbi. Laa hawla wala quwata illa billaah. Kala sejenak saja jaraknya, langit yang kita tatap jedanya ini masih terhubung di nurani yang menjaga. Gelar sajadah tempat kita merebah. Bait semesta di langitnya yang bersahaja menjadi pusat tumpuan sejuta rasa. Bendungan rindu yang menggunung diatap rantau yang terhubung.

Semoga bumi lekas kembali pulih melalui jamahan kasih sayang Allah. Semoga kita dapat bersua kembali. Meletak erat santun jemari. Peluk hangat dipupuk sepanjang doa kita bersama. Ibu aku rindu. Rindu dekapmu kala tertatih merundung semu. Rindu penguatan dan dukunganmu kala isyarat senja itu nyata redup dan tenggelam.

Rindu berbincang mesra bersamamu. Gaduhannya mampu kau sabari dengan pengorbanan setulusnya hati. Rindu kala bersama berkumpul di dalam gumulan munajat do'a. Kau senantiasa mendukung pilihan terbaik di atas pilihan yang baik, yang menjadi peneduh jiwa. Rindu saat kita meracik dan menyajikan masakan favorit bersama.

Dalam canda senandung nostalgia berbincang bersama. Nanti, kala takbir berkumandang, semakin terngiang-ngiang luruh sosokmu hadir di tengah aku. Kumandang hangat takbir yang menentramkan jiwa membuat hatiku semakin renyuh ibu. Kepingan demi kepingan hangat kerinduan pun kian menyentuh. Doaku tak pernah berjeda untukmu.

Kini, racikan sederhana yang pernah kau ajarkan menjadi pengobat rinduku sejenak sahaja, tuk melepaskan pilu rindu yang melanda. Sembari berteduh menunggu waktu sang bumi kembali pulih. Bersama rindu yang menggebu. Menderu ke setiap sendi hati. Sela waktu menjadi rintik memori yang terngiang seorang diri di kediamanku. Baik-baik selalu ya ibu.. dan teruntuk kalian semua sahabatku tersayang. Aku di sini selalu menjagamu dalam butiran tasbih yang menjadi penghubung.

Melepas rindu lewat suara dalam udara. Menitipkan kasih rindu yang menghubungkannya lewat langit doa. Doa terbaik selalu teruntuk kasih mu ibu dan pelita penguat hati yang mungil. Senandung doa menyertai jiwa dan hati kami di seluruh penjuru bumi. Peluk jauh dari kediamanku ~

Puncak Bukit Rindu

Terduduk aku menatap sebuah bingkai dengan ukiran kayu yang sederhana namun menyimpan sejuta makna direlung jiwa. Renyuh sekali rasanya. Secarik kenangan hangat tersimpan dan tersusun rapi. Putri kecil yang menjadi teman hidupku serta sosok ibu yang selalu kurindu.

Terdiam aku, kala hadir kini hanya tinggal raut bayang memijaki diri. Terbesit aku luruh dalam setiap lembaran kata perkata yang mulai mencermati hati, pena ku dengan liuk menari kesana dan kemari. Coretan pena inilah yang selalu menjadi pilihan hati.

Dari balik bingkai sebuah foto dengan garis kenang yang mengembang. Dari balik bingkai foto yang mencipta sepenggal perjalanan. Sekilas ku memandang dengan geliak tipis dipelipis. Tersipu dalam simpul rona waktu yang kian melaju. Menggelitik alunan jiwa dengan petikkan gitar yang petikkannya penuh makna. Wahai engkau, kiranya dirimu mau tuk ajari ku dengan lembut kasih cinta yang tulus nan sederhana dengan kesabarannya, yang mengandung makna terdalam didalam setiap lembarannya..

Puncak rindu menyelimuti kalbu. Seperti halnya kala mendaki bukit, perjalanannya penuh dengan rona titik juang menjulang di atap ketinggiannya. Bersama dekap Allah aku memupuk sejumlah rasa serta semangat alunan jiwa.

Puncak rindu ini kian rindang. Puncak rindu ini kian menjulang. Namun aku hanya terdiam dibaluri sepanjang doa yang melanglang. Tersimpul waktu, tersipu dan terdiam aku. Puncak bukit rindu dalam bait suci. Mungkin puncak rindu ini belum menemukan titik jalannya. Menanti takdir Allah yang berbicara. Yang maha mampu memberikan keajaiban kepada hari yang mengalir. Merawat sepercik rindu ini dalam siraman tasbih sudah cukup meredakan. Setidaknya dirimu selalu dekat di dalam hati. Cukup menyeka rindu ini dalam setiap do'a-do'a ku. Agar sedikit reda saling menjaga lewat doa. Biar Allah yang menuntaskan puncak kerinduan ini. Semoga tersampaikan, tertuju langsung menyapa kedalam hatimu. Renyuh lirih menuai arti dengan bingkisan petik hikmah yang kita yakini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE