Pengalaman dalam Menulis, Ada Susah dan Gampangnya tapi Jangan sampai Tulisan Kamu Gampangan

Ketika kamu memutuskan untuk menulis, kamu mesti merangkai kata demi kata agar para pembaca paham apa yang ingin kamu sampaikan.

Menulis adalah salah satu kegiatan yang paling susah. Ketika kamu memutuskan untuk menulis, kamu mesti merangkai kata demi kata agar para pembaca paham apa yang ingin kamu sampaikan. Tak cuma sampai di situ, makna kalimat dan perpaduan birama kadang juga menjadi pertimbangan bagi sebagian orang yang mengingikan estetika dalam tulisannya. 

Advertisement

Lebih tinggi lagi, majas-majas juga seringkali bikin sakit kepala hanya untuk mengungkap sesuatu yang sebenarnya terbilang sederhana merambah biasa. Namun, sebuah tulisan tidaklah berkesan jika hanya berisi kata-kata saja. Karena itulah tak sembarangan tulisan bisa diingat oleh pembaca.

Saya cukup sering menulis berbagai jenis tulisan. Mulai dari straight news, artikel ringan, opini hingga essay dan semua punya kesulitannya masing-masing. Misalkan saja ketika harus menulis berita di lapangan, semua aspek dasar 5W1H paling tidak harus ada. Karena yang ditekankan adalah informasi dari peristiwa yang diubah kedalam bentuk berita. Mudahnya adalah kamu tak perlu banyak mikir untuk meruntut setiap paragraf. Semua data sudah tersedia tinggal dimasukkan saja ke dalam sebuah rangkaian cerita. Tentu saja sesuai fakta. Semua orang punya stylenya dalam menulis dan kelebihannya dalam menulis jenis apa. 

Khusus saya lebih sering atau lebih mudah dalam menulis sesuatu yang berdasar pemikiran. Seperti opini atau essay. Semua mengawang di dalam kepala dan tinggal dituangkan. Tapi hal itu juga menjadi sebuah kekurangan, saking ingin orisinil atau sangat idealis, kadang pikiran menjadi buntu. Meskipun ide itu sudah muncul ke kepala, pengembangannya bisa saja berjalan lambat dan bisa terhenti di tengah jalan. Lalu kembali mencari tambahan inspirasi atau mencari bahan-bahan penunjang lainnya.

Advertisement

Ketika kamu sudah mulai perlahan sering menulis maka kamu akan bingung nantinya mau menulis apa. Dorongan untuk menulis itu kuat namun tidak diimbangi dengan kapasitas ide yang harusnya ikut melonjak. Saat dipaksakan ditulis, bisa-bisa malah sama kontennya dengan tulisan sebelumnya hanya berbeda tanda baca dan padanan kata saja. Itulah susahnya. Solusinya kadang mencari sebuah perisitwa sendiri baik melalui pengalaman atau research di media lain. Bisa mendapatkan sebuah ide dari sana, tetapi jikapun dapat, ide itu lambat sekali berkembangnya. Biasanya hanya gambaran besar saja. Kemudian perlahan bingung kembali apa yang ingin dituliskan. Kembali, akhirnya cari-cari bahan lagi.

Kemampuan setiap orang untuk menulis sebenarnya berbeda-beda. Tetapi yakin saja semua orang bisa menulis. Hanya saja tidak tahu harus memakai kata atau kalimat apa. Jadinya rancu atau bahkan tidak dimengerti sama sekali ketika menjadi sebuah tulisan. Ketika disuruh untuk menulis, biasanya terbayang ratusan kalimat dengan berpuluh-puluh halaman. Itu yang menjadi sebuah halangan untuk menulis. Padahal, satu kalimat saja, itu sudah merupakan tulisan. Hanyaa saja kita kadang mengenalnya sebagai “quotes” saja. Tetapi, kenyataanya itu ditulis bukan? tapi dengan singkat. Maknanya dapat dan memang tidak menyusahkan. Itu saja pastinya sudah banyak orang yang melakukannya. Coba saja kumpulkan “quotes” yang sudah di upload ke medsos kalian dan gabungkan, bisa jadi buku malahan.   

Advertisement

Keinginan untuk menulis sebenarnya selalu ada dalam diri setiap orang. Sekarang cara penyampaiannya sudah sangat beragam, bukan hanya bentuk tulisan, bisa juga dilihat secara menyenangkan lewat rekayasa visual. Dulu tentunya kita (orang yang hidup pada zaman binder princess) seringkali menulis apa yang dialami setiap hari pada sebuah buku yang disebut buku diary. Dimulai dengan pembukaan yang begitu melegenda “Dear Diary”, kemudian kita akan menulis tentang apapun yang terjadi hari itu. Tentu saja yang berkesan seperti kejutan hadiah satelit palapa ketika baru keluar kamar mandi misalkan. Setelah itu, buku tersebut disimpan dan dijaga, hanya diri sendiri yang boleh membacanya. 

Berbanding dengan sekarang. “Dear Diary” era revolusi teknologi 4.0 tidak lagi seprivasi dulu. Semua orang akan tahu apa aktivitas kamu seharian. Tentu saja dengan izin dari kamu juga untuk memberitahukannya. Semua orang dapat bercerita tentang apa yang ia alami dan semua orang bisa tahu hal itu dengan cepat tanpa harus mengendap-endap ketika jam pelajaran istirahat untuk mengambil buku diary yang diincar. Tentu saja keistimewaanya tetap sama. Dulu anggapan buku isitimewanya buku diary tentang cerita hidup kita sekarang beralih ke sebuah pajangan di linimasa. Tulisan-tulisan yang masih sama rasanya ditulis oleh orang yang sama. Zaman saja yang membedakannya.

Semua orang bisa menulis dengan caranya. Tapi tentu saja ada ketentuan masing-masing pada tulisan-tulisan khusus. Selebihnya kamu berhak untuk menulis apapun. Tahu kah kamu situasi yang paling mudah saat ingin membuat tulisan? ketika terjadi badai di dalam hatimu. Apapun itu, mau badai yang menenggelamkan atau yang membawa matahari terang, sama saja. Kamu akan leluasa untuk mengekspresikan diri. Karena saat itu tulisanmu akan dipandu oleh perasaan dan bukan dengan otak. Ya kamu menulis berdasar perasaan tidak pakai otak.

Oleh sebab itu kamu akan lancar sekali dalam menuliskannya, di samping memang perasaan selalu mengalir deras dan memang otak kadang selalu sulit untuk berpikir keras. Baru, setelah badai itu reda dan kembali membaca tulisan-tulisan tersebut, maka kamu akan menyadari betapa bodohnya dirimu dulu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang yang menatap langit yang sama denganmu

CLOSE