Pentingkah untuk Kita Berusaha Menyalurkan Emosi?

Pada dasarnya memang manusia memiliki tahap yang harus dilalui

Sebagai makhluk hidup manusia akan selalu melakukan kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan makhluk hidup lain,  seperti berkomunikasi, mencari makan, menjalin hubungan, dan aktifitas lainnya. Di alam semesta ini terdapat pula konsep yang mendampingi proses kehidupan, yaitu konsep aksi-reaksi. Yang mana suatu aksi, rangsangan, dan sebab dari suatu hal akan memunculkan reaksi timbal balik atau respon kepada hal-hal di sekitarnya. Dan kemudian reaksi-reaksi ini lahir dengan berbagai macam bentuk, salah satunya adalah emosi.               

Advertisement

Pada manusia emosi dapat diartikan sebagai suatu reaksi tubuh atas respon situasi tertentu yang berupa proses afektif. Yang mana setelah munculnya emosi maka akan dapat mempengaruhi psikomotor dan juga kognitif manusia. Para ahli mengelompokkan emosi-emosi ini dalam kelompok berbeda-beda. Contohnya Sylvan Tomkins yang mengelompokkan menjadi 8 emosi, yaitu senang, gembira, kaget, marah, jijik, sedih, khawatir, dan malu. Sedangkan menurut Ekman emosi dikelompokkan menjadi 6, yaitu marah, takut, muak, bahagia, sedih, dan kaget. Dan juga menurut Heider emosi marah, gembira, kaget, dan sedih merupakan emosi umum, sehingga dia mengelompokkan emosi-emosi lain menjadi emosi khusus atau yang lebih spesifik, yaitu takut, jijik, cinta, dan kaget yang mana hal ini juga bergantung pada budaya daerah masing-masing. Namun, terlepas dari itu semua dapat disimpulkan bahwa ada persamaan jenis emosi menurut ahli, yaitu jijik, senang, bahagia, sedih, dan takut.               

Sebab-sebab munculnya berbagai emosi ini bermacam-macam. Bisa terjadi karena faktor tekanan, kejadian atau pengalaman yang emosional, sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, pengalaman bahagia, terpenuhi/tertundanya keinginan, dan masih banyak lagi. Kejadian-kejadian ini memiliki sisi emosional dan berkesan bagi individu tersebut sehingga menyebabkan sisi afeksinya merespon. Lalu bagaimana proses dari munculnya emosi ini sendiri?                

Ketika suatu stimulus muncul maka sebuah aktivitas akan terjadi di syaraf pusat otak sebagai respon, kemudian dilanjut dengan perubahan fisiologis di antaranya badan menjadi tegang dan irama jantung yang lebih cepat. Setelah itu akan berlanjut dengan perubahan sikap-sikap tubuh sebagai respon dari perubahan fisiologis tersebut, seperti perilaku dan mood seseorang. Lalu, yang menjadi pertanyaan bagaimana seharusnya yang kita lakukan ketika emosi-emosi ini datang?

Advertisement

Menurut Sigmun Freud emosi yang tertahan dan tidak tersalurkan akan menyebabkan ledakan emosi yang berlebihan di kemudian hari, yang biasanya terjadi pada orang-orang yang berusaha memendam emosi dan perasaannya agar tidak timbul pada permukaan yang sadar, hal ini disebut juga dengan represi psikologi, oleh karena itu diperlukan adanya penyaluran emosi yang baik, atau yang disebut juga dengan katartis, yaitu “membersihkan”. Bentuk dari katarsis ini bisa dengan menangis, berteriak, melakukan hobi, dll. Orang-orang yang tidak mau dan tidak mampu untuk menyalurkan emosinya ini cenderung berisiko lebih besar mengalami gangguan psikologis dibanding orang yang bisa menyalurkan emosinya dengan baik.

Akibat-akibat yang bisa ditimbulkan dari menahan emosi bermacam-macam, contohnya gangguan cemas yang berlebihan dan berujung meningkatnya hormon stress. Seperti hasil dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh James Pennebaker dari University of Texas pada tahun 1989. Bentuk penelitian ini yaitu Pannebaker membagi dua kelompok dari partisipan. Kelompok 1 diminta untuk menuliskan hal-hal non-emosional, seperti mendeskripsikan benda dan sebagainya. Sedangkan kelompok 2 diminta untuk menuliskan hal emosional yang dirasakannya pada hari itu dengan format yang bebas. Dan setelah 2 pekan penelitian ini berlangsung ditemukan hasil bahwa kelompok 2 yang menceritakan pengalaman emosional mereka lebih sehat dibanding dengan kelompok 1. Hal ini juga dilihat dari intensitas kunjungan mereka ke rumah sakit selama setahun ke depan.               

Advertisement

Kemudian, selain dengan menuangkan dan menyalurkan emosi, ada cara lain yang dapat kita lakukan, yaitu mengelola emosi. Dengan ini bahkan dapat menjadi cara bagi kita untuk meningkatkan kualitas hidup. Cara yang pertama adalah dengan membuat jurnal harian emosi. Menuliskan dengan bebas tanpa aturan dalam catatan pribadi kita sangat membantu dalam mengontrol emosi, selain itu juga dengan melihat catatan-catatan emosi sebelumnya dapat dijadikan evaluasi dan refleksi bagi diri. Akankah kita bisa belajar dari pengalaman sebelumnya atau stagnan pada diri kita saat ini. Kemudian yang kedua adalah mencari role model untuk kita belajar mengelola emosi, yang mana role model ini berfungsi sebagai panutan dan acuan. Caranya yakni ketika emosi kita datang maka kita dapat segera membayangkan role model tersebut, meraba dan memposisikan apa yang dia lakukan ketika menghadapi masalah seperti diri kita. Dengan begitu kemampuan kita dalam mengengola emosi akan meningkat.

Jadi, pada dasarnya memang manusia memiliki tahap yang harus dilalui untuk mencapai kebahagiaan dan keseimbangan perasaannya. Seperti yang ada pada teori hierarki kebutuhan dasar Maslow, salah satu kebutuhannya adalah rasa aman dan  cinta, yang mana karena keduanya ini bersifat afektif maka sangat berhubungan dengan emosi. Sehingga dengan menyalurkan dan membersihkan emosi secara berkala dapat menjadi cara untuk mencapai kebahagiaan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE