Aku Pergi untuk Hal yang Pasti. Semoga Kamu juga Segera Menemukan Pilihan Hati

Pergi untuk hal pasti

Aku berpikir, mengapa aku harus menjauhimu di saat kita sama-sama bahagia? Aku tak paham dengan akal pikiranku ini. Jika aku pergi, dapatkah aku melanjutkan kebahagiaanku sendiri di luar sana?

Tapi keputusan itu memang tidak ada salahnya meskipun…


…kita bahagia, tapi bagaimana dengan perjuangan kita? Siapkah kita berjuang untuk masa depan dan bukan hanya berjuang untuk saat ini?


Maafkan aku yang labil pada saat itu dan tak paham betul akan cinta dan logika. Logikaku tak lagi bermain di antara perasaan kita. Aku hanya terlalu mengandalkan hati dan mata saat melihatmu. 

Meskipun kita cocok, ku lihat bendungan besar di depan kita. Restu ortu tidak berkata 'ya' untuk melanjutkan perjalanan cinta kita. Aku tak bisa banyak bicara.


Awalnya ingin aku perjuangkan dirimu di depan ortuku, tapi aku masih ingin mencari tahu apa yang kurang dari dirimu. Mengapa hal ini membuat orang tuaku memberhentikan langkahku untuk merajut masa depan bersamamu.


Meskipun kita dapat bersama, menghabiskan waktu bersama hingga matahari tak terbit lagi, bermain musik di tengah keramaian sekolah, tapi hal ini hanyalah semu. Untuk seorang personalitas sepertimu, aku merasakan hangatnya jiwamu dan tak ingin rasanya ku pergi dari pelukanmu. Tapi dalam beberapa menit saat ini ku tersadar cinta bukan hanyalah soal itu saja.


Perjuangan untuk bersama hingga maut memisahkan.


Perjuangan untuk berjalan dengan visi misi kita yang berbeda. Dapatkah kita menyatukan itu? Hingga suatu hari kita berada di benua berbeda. Dapatkah kamu kuat dengan jarak jauh itu? Aku tak yakin.

Kamu pernah bilang, aku egois, aku tak tanggap dengan perasaanmu yang dalam. Memang benar, aku tak bisa mengerti perasaanmu karena aku terlalu letih membuatmu membuka mata akan kisah kita ini. Kita seakan bermain di dalam perasaan yang kelaknya akan hancur jika dilanjutkan. 

Mungkin cinta kita belum suci dan tak akan abadi jika kita harus membiarkan ego kita bermain, lalu menyingkirkan logika yang ada. 

Hingga suatu hari ku menemukan seseorang yang menawarkan sebentuk cinta dengan logika yang masuk akal. Haruskah ku bertahan denganmu? Aku hanya tak ingin menyia-nyiakan perasaanmu tapi tidak bisa bersamamu di akhir cerita hanya karena perbedaan kita yang sulit disatukan.


Kusadari cukuplah hati kita berlabuh di sini, jangan sampai kita mengorbankan perasaan kita untuk kedua kalinya. 


Dulu pernah kamu bilang bahwa kamu berubah untuk diriku. Tapi bodohnya aku dulu mengiyakan hal tersebut dan membiarkan kamu menggantungkan hidupmu padaku. Maafkan aku yang salah saat itu membiarkan semuanya terjadi. Aku hanya tak ingin membuatmu terluka.

Aku tersadar, cinta bukanlah perubahan demi orang yang kamu cintai. Cinta itu adalah perubahan untuk dirimu sendiri sebelum kamu menyerahkan perasaanmu untuk orang lain. Adil, bukan? Kurasa kamu tak berhak mengatakan cinta sebelum kamu benar-benar mencintai dirimu sendiri.


Maafkan aku yang lancang tapi memang beginilah kenyataan. 


Terima kasih untuk perjalanan cerita cinta kita yang dulu, yang pernah ada. Biarkan kita jadikan ini kenangan dan semoga dengan kenangan ini kita pelan-pelan belajar melupakan dan menerima kenyataan bahwa memang kita tak jodoh. Sadarilah, jodoh itu bukan takdir, tapi itu adalah sebuah pilihan. Pilihan yang akan menentukan masa depan kita. Setelah lima tahunan berlalu, kita tak bisa lagi bermain-main dengan masa depan. Aku tak ingin. Aku hanya ingin kita bisa memilih yang terbaik buat kita masing-masing. Biarkan perasaan yang lama pelan-pelan menyurut seiring waktu berjalan.


Aku pergi karena untuk hal yang pasti, semoga juga denganmu. Dan temukanlah pilihan hatimu yang terbaik itu…


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Berkarya dalam diam, menyatu dalam alam, hanyalah seorang wanita biasa yang menyukai hal luar biasa, hobi menulis dan melamun mencari inspirasi

Editor

Not that millennial in digital era.