Perjalanan Saya dalam Dunia Kedokteran

Perjalanan meraih mimpi memang tidak mudah, tapi kita pasti bisa!

Nama saya Narindra Hanim Rafindha Indrawanto. Sejak dulu saya bercita-cita untuk menjadi seorang dokter spesialis. Keinginan saya menjadi seorang dokter sempat teralihkan pada saat saya memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama, saya ingin menjadi seorang pelukis atau arsitek. Tetapi tentu saja kedua orang tua saya tidak restu dengan keinginan saya. Harus saya akui bahwa kehidupan saya memang sedikit diatur oleh kedua orang tua saya, pekerjaan saya di masa depan, cita-cita saya, dimana saya sekolah, kuliah, dan seterusnya.

Advertisement

Semua berawal dari saat saya kecil, melihat perjuangan kedua orang tua saya sejak PPDS. Saya lahir bertepatan dengan kedua orang tua saya ditugaskan untuk mengabdi di Bengkulu untuk memenuhi tugas mereka agar bisa mendaftar sebagai seorang dokter spesialis. Pada saat itu saya tinggal Bersama kakek nenek saya. Mereka lah yang mengurus saya saat kecil ketika orang tua saya sibuk atau tidak ada di rumah. Pada saat itu ayah dan ibu saya sedang menjalani Pendidikan Profesi Dokter Spesialis, sehingga maklum saja jika mereka sering tidak ada di rumah atau bahkan hanya pulang di hari Sabtu atau Minggu. Setiap kali orang lain menanyakan pekerjaan kedua orang tua saya dan saya menjawab dokter, mereka selalu menganggap bahwa saya pasti menjadi seorang dokter juga.

Tekanan ekspektasi dari keluarga dan untuk menjaga nama keluarga dari Ayah yang terkenal dengan keluarga dokter meski kedua Paman saya memilih untuk berkecimpung di dunia bisnis daripada kesehatan. Saya juga lebih dekat dengan keluarga dari pihak ayah daripada keluarga dari pihak ibu. Saya yakin hal ini sangat dipengaruhi atau merupakan hasil dari masa kecil saya yang lebih sering diurus kakek dan nenek saya, saya juga menganggap kakek dan nenek saya sebagai figur ayah dan ibu saya.

Semakin saya memasuki dunia kedokteran, semakin terbuka mata saya dengan betapa beratnya perjuangan kedua orang tua saya. Langkah paling awal dalam berjuang di dunia kedokteran diambil sejak saya menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Mata pelajaran apapun yang berpengaruh pada rapor saya, harus saya usahakan agar mendapat nilai yang tidak hanya memuaskan bagi saya, namun juga mencukupi untuk memasuki Sekolah Menengah Atas yang memadai untuk memasuki Universitas impian saya dengan jurusan kedokteran.

Advertisement

Hampir saja saya tidak bisa memasuki Sekolah Menengah Atas yang saya inginkan karena adanya perubahan ketentuan dari Kementrian Pendidikan yaitu dengan diberlakukannya sistem zonasi. Perasaan lega pun hanya singgah sebentar saja, saya harus kembali fokus belajar untuk mengejar (UTBK) Ujian Tulis Berbasis Komputer.

Saya tidak terlalu memedulikan (SNMPTN) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri karena saya sadar untuk memasuki Universitas impian saya, harus memiliki urutan pertama bagi siswa eligible, sedangkan saya bukanlah seorang jenius yang bisa mempertahankan nilai rapor saya agar konsisten di atas 90. Saya mengikuti Bimbingan Belajar dengan jadwal hampir setiap hari sehabis sekolah, mengerjakan banyak soal yang tidak tahu sudah berapa banyak jumlahnya. Tentu besar harapan saya agar diterima melalui jalur UTBK, namun sepertinya Tuhan berkehendak lain. Skor UTBK saya tidak mencukupi untuk memasuki Universitas Airlangga, terlebih lagi FK UNAIR.

Advertisement

Saya sempat terpuruk beberapa hari setelah membuka pengumuman UTBK dan melihat kata semangat. Saya berharap dapat mendapatkan kabar baik pada hari itu, Ayah saya sangat kecewa, namun Ibu saya mencoba untuk menenangkan saya dan Ayah saya. Hari selanjutnya saya merasa sangat tidak berguna dan mengurung diri saya di kamar, bagaimana bisa tidak kecewa jika saya menghabiskan masa SMA dengan belajar dan mengikuti Bimbingan Belajar, tidak tahu berapa banyak uang orang tua saya yang habis untuk mendaftarkan saya di berbagai Bimbingan Belajar.

Perjalanan tidak berakhir disini tentunya, saya tidak menyerah dan mulai belajar kembali untuk mempersiapkan diri untuk ujian mandiri. Ayah saya mendaftarkan saya di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Jawa, banyak sekali uang yang dikeluarkan untuk pendaftaran saja hingga saya sudah tidak bisa membedakan antara jumlah uang yang besar dan sedikit. Ratusan juta uang yang akhirnya membuahkan hasil dengan diterimanya saya di Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret, perasaan lega saya pada hari itu tidak bisa digambarkan.

Seluruh keluarga saya juga ikut merasakan rasa lega, seperti menghembuskan nafas yang telah ditahan selama berhari-hari. Seiring berjalannya waktu dan saya beradaptasi dengan perkuliahan di jurusan yang akan melahirkan calon-calon dokter, semakin juga saya sadar bahwa perjalanan saya memasuki Fakultas Kedokteran hanyalah cuplikan awal dari perjalanan yang sangat panjang untuk menjadi seorang dokter, seorang yang terus belajar seumur hidupnya, agar akhirnya saya mendapat dua huruf pada nama saya, yaitu dr..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE