Problematika Kesultanan Surakarta Hadiningrat

Konflik perebutan kekuasaan oleh dua kubu keluarga kerajaan surakarta hadiningrat

Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia khususnya warga Surakarta Kembali dihebohkan dengan mencuatnya masalah internal keluarga kerajaan mangkunegaran. Problematika lama yang tak kunjung mendapat jalan keluar dari permasalahan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Wali kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mengaku sudah memberikan tawaran solusi kepada dua belah pihak yang berkonflik tetapi tidak juga berhasil. Sedangkan di sisi lain, masyarakat terus menyayangkan kenapa konflik ini tidak kunjung usai dan membandingkan dengan kerajaan Yogyakarta yang damai. Lantas sebenarnya apa permasalahan inti dari konflik penerus kerajaan Surakarta hingga menimbulkan masalah yang tak kunjung usai

Advertisement

Sejarah mencatat bahwa dalam tradisi kerajaan jawa, penerus raja adalah anak laki-laki tertua yang dilahirkan oleh permaisuri. Namun, mendiang Paku Buwono XII tidak mengangkat satupun selirnya menjadi permaisuri hingga beliau meninggal. Sehingga terjadi perselisihan antara Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Tedjowulan yang lahir berbeda ibu. Kedua belah pihak merasa dirinya yang harus menggantikan ayahnya untuk meneruskan tahta sebagai raja di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sehingga munculah perselisihan dan permusuhan antara dua keluarga dari lingkup kerajaan.

Pihak KGPH Hangabehi mengklaim keluarganya lah yang berhak melanjutkan tahta keraton Surakarta berbekal surat wasiat dari raja Paku Buwono XII saat tetirah di tawangmangu 3 Juni 2004 sebelum beliau wafat. Walaupun surat tersebut sudah dipastikan asli oleh pihak yang berwenang, keluarga KGPH Tedjowulan menolak mengakui surat tersebut dan menuduh surat wasiat tersebut tidak menyatakan siapa yang berhak melanjutkan tahta sebagai raja. Menurut pihak KGPH Tedjowulan pembacaan surat wasiat seharusnya disaksikan seluruh anak raja yang berjumlah 35 dan tidak hanya oleh salah satu keluarga saja. Dalam kurun waktu yang berdekatan, kedua kubu kerajaan ini mengangkat sultan Surakarta sesuai versinya masing-masing. Sehingga munculah kabar bahwa kerajaan Surakarta mengalami dualisme raja.

Advertisement

Dalam proses pengangkatan raja dari dua kubu ini pun diwarnai kericuhan dengan saling menyerang. Sebuah tragedi yang cukup memalukan keluarga kerajaan dimana seharusnya keluarga kerajaan hidup dengan rukun dan memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya. Pemerintah Kota Solo mengaku sudah beberapa kali menawarkan mediasi kepada kedua belah pihak namun tak kunjung terlaksana. Kedua kubu selalu mengedepankan ego agar keluarganya diakui sebagai keluarga kerajaan dan tidak mau berdiskusi untuk berdamai dan menemukan titik temu. Sebuah fenomena memalukan dari lingkup kerajaan yang seharusnya dihormati tetapi malah menghancurkan harga diri mereka sendiri.

Kesimpulannya, konflik ini mencerminkan ketidakharmonisan dalam keluarga kerajaan Mangkunegaran di Surakarta. Permasalahan inti terletak pada perselisihan mengenai penerus tahta dan penolakan terhadap surat wasiat yang menjadi dasar klaim. Konflik ini juga menggambarkan kegagalan dalam mencapai kesepakatan dan menemukan titik temu. Fenomena ini memalukan bagi keluarga kerajaan yang seharusnya memberikan contoh positif dan hidup dalam harmoni.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini