Reuni Untuk Mengenang Memori, Bukan Ajang Pembuktian Diri

Sedangkan ada mata yang tertunduk lesu. Merasa dirinya bukan apa-apa, belum sesukses mereka.

Libur panjang akhir tahun atau libur hari raya menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh siapapun. Entah itu perantau atau pekerja yang menetap di kota asalnya. Sudah banyak planning yang telah dibuat. Salah satunya mungkin acara reuni. Ya, reuni bersama teman SD sampai kuliah. Terbayang betapa rindu yang amat membuncah akan segera diobati bersama.

Tak bisa ditakar berapa banyak bobot rindu itu dibuat, lupa terhitung berapa tahun kita tak bertemu. Namun, satu impian tentang pertemuan sebentar lagi akan terlaksana. Semoga ada jalan dari-Nya.

Advertisement

Pertemuan pun dimulai. Jabat tangan, saling memeluk, bahkan saling cium pipi kiri dan kanan tak terlupakan. Menanyakan kabar, tak lupa mengingat kabar orang tuanya. Begitu bahagianya kini. Belasan bahkan puluhan tahun lalu, tidak terbayang bahwa hari ini adalah momen yang akan selalu ditunggu. Saling mengenalkan pasangan dan anggota keluarga baru bagi yang sudah punya. Begitu hangat terasa.

Tiba-tiba kehangatan itu berubah karena kalimat, "Kapan kamu nyusul kita punya pasangan? Biar nanti kalau reuni lagi kita tambah ramai." Orang yang berbicara itu merasa yakin bahwa hal tersebut bisa memotivasi temannya untuk segera melepas lajang. Tapi temannya di sudut lain seolah merenung sendirian. Mereka tidak pernah tahu alasan ia yang masih sendiri, padahal sudah lama ia ingin menggenapkan rasanya. Mereka juga tidak pernah tahu, mungkin orang di sampingnya sedang mengingat kondisi orang tua serta saudaranya kini hingga menjadikan ia belum terpikir meninggalkan rumah masa kecilnya.

Celetukan lain terdengar lagi, "Kamu juga kapan nih nimang bayi? Ibu dan mertuamu kayaknya udah pengin juga nimang cucu." Atau satu lagi, "Waah… kapan nambah adik untuk si kakak? Kayaknya udah pantas nih, kayak kami yang kalau ke mana-mana pasti rombongan!" Padahal, di sudut mata perempuan lain ada duka yang sudah lama ditutupi, ia yang telah lamba mendamba tangisan bayi, namun Tuhan belum kunjung jua menitipkan. Ada pula ia yang tersenyum simpul, bersyukur dititipkan anak satu-satunya ini.

Advertisement

Dalam riang meja yang lain, ada pula yang sibuk bercerita tentang kesuksesan pendidikan dan kariernya. Gajinya yang mumpuni untuk disebut seorang yang sukses sebagai seorang pekerja. Ada pula yang sibuk membicarakan omzetnya perbulan karena ia seorang usahawan. Sedangkan ada mata yang tertunduk lesu. Merasa dirinya bukan apa-apa. Belum sesukses mereka.

Tak terasa, ada beberapa pasang mata yang mengembun, menunduk, memilih diam dan tidak lagi bersuara. Tapi semua yang ada di sana tidak menyadarinya. 

Advertisement

Tahun-tahun berikutnya, satu persatu teman tidak lagi mau ikut setiap kali reuni ada. Ada yang merasa sudah tidak lagi sepemikiran, ada yang memilih menjaga perasaan pasangannya, ada pula yang memang sengaja tidak lagi datang demi menjaga perasaan orang.

Tahun-tahun berlalu. Mengenai pertemuan. Ada yang masih merindu. Ada yang masih ingin seperti dulu. Namun, semuanya hilang tatkala sakitnya perasaan ia dan pasangannya ketika datang.

Siapapun kamu yang akan mengadakan reuni, daripada saling membanggakan diri. Lebih baik isi kegiatan reuni dengan mengenang masa lalu, mengadakan bakti sosial, bahkan mencari rekan-rekan yang memang perlu bantuan secara materi atau nonmateri. Maka, semuanya akan tampak lebih berbahagia tanpa perlu ada yang merasa berduka setelahnya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pembelajar kata...

CLOSE