Kala Diri tengah Dilanda Rindu yang Menggebu, tapi Rasanya Seolah Dipaksa Membisu

rindu menggebu dipaksa membisu

Padamu, pemilik hati ini yang selalu kudoakan tak lekang waktu.

Advertisement

Tak pernah lelah jemari ini, untuk selalu berselancar di atas layar handphone, hanya untuk mengusir rasa khawatirmu, rasa bosanmu, sekaligus kewajiban tak tertulis bagiku untuk selalu bertegur sapa denganmu. Pagi bertemu pagi, tak pernah jemu mengulang pertanyaan yang sama setiap kali bertukar kabar.

Hingga suatu hari, untuk yang kesekian kali, ah…aku sudah tak dapat menghitungnya lagi hal yang dirasa tak perlu terasa, terpaksa memisahkan komunikasi yang hanya terjarak oleh sifat yang sudah berkali-kali mengacaukan hari, bahkan mengacaukan hati.

Rasa bosan menyelimuti. Bukan, bukan bosan yang kau pikirkan. Aku bosan dengan segala hal yang hanya berpihak pada satu sisi, kemudian mengabaikan sisi yang lain, yakni ego. Ya memang, dia selalu memenangkan segala hal dengan segala cara yang salah.

Advertisement

Apa yang dapat aku lakukan di sini? Hanya menatapmu dari kejauhan melalui percakapan kita terdahulu. Ingin menyapamu, tapi hati ini tak lagi mampu menggapai asa. Hati ini terluka. Bagaimanapun, aku manusia, yang mampu tenggelam dalam banyaknya arus yang dibuat-dengan-tak-sengaja-yang-disengajakan.

Aku hanya dikuatkan oleh apa yang kau ucapkan dahulu, untuk tetap ada dalam segala situasi. Pantaskah sekarang aku melayangkan protes padamu, wahai pemilik kata yang tak ditepati? Sekali lagi, aku tak mampu. Membayangkannya saja, membuatku bergelut dengan kesabaran dalam diri.

Advertisement


Semua memang indah jika dikatakan di tengah hati yang berbunga, ketika kupu-kupu di dalam perut sedang terbang kian kemari.


Inilah dirimu dan diriku. Terkadang aku bertanya keras pada Tuhan, mengapa aku masih dipersatukan denganmu? Jawabannya, tentu untuk merubahku menjadi lebih baik. Tuhan tak mungkin salah mempertemukan setiap orang, baik menjadi pasangan, atau justru untuk saling menoreh kisah menyakitkan, bahkan tak menjadi pasangan namun saling mematri luka mendalam?

Cara agar aku semakin memperkuat diri, ialah dengan tidak memperburuk yang sedang terjadi dan tidak berlaku sama seperti yang kau lakukan padaku. Bisakah kau bayangkan, jika aku sepertimu? Apakah kamu akan membenciku? Ah, menjadi cermin dari diri sendiri memang hal yang paling menakutkan, bukan?

Ketahuilah, bagaimanapun ini terjadi, aku dan dirimu telah melewatinya beribu kali, bertahun-tahun sejak kita bersama. Bagaimana mungkin kali ini aku tidak dapat melaluinya dengan mulus? Ibarat batu yang diampelas setiap hari, diriku akan jauh lebih lembut menghadapinya, dan akan semakin terbiasa menghadapinya.

Namun, bagaimana jika batu tersebut tidak diampelas, melainkan dihancurkan oleh palu? Mungkin, setiap kepingannya sedang kusatukan kembali, meski tak lagi utuh.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Aku adalah penikmat bualan, tapi tak kumakan mentah-mentah. Terlebih dulu kugoreng atau kurebus, lalu ditaburi rumput laut. Yummm!

Editor

une femme libre

CLOSE