Salahkah Aku yang Masih Tetap Merindumu?

Hai kamu, masih ingatkah kamu dengan bulan September 2009 lalu?

Aku Fayi, dan kamu Isard…

Advertisement

Bulan ini, sepuluh tahun yang lalu kamu mengganti aku dan kamu dengan nama itu. Tak perlu panjang lebar kamu menjelaskan maksudnya, aku tentu saja sudah mengerti kalau nama itu panggilan sayang buat kita. Mungkin terdengar aneh bagi orang lain, tapi tidak bagiku. Iya aku, gadis remaja yang sepertinya menolak untuk menjadi dewasa. Tapi kamu, mengajarkan aku segalanya. Aku delapan belas tahun waktu itu, dan kamu dua puluh tahun. Aku mahasiswa tahun kedua, dan kamu tahun ketiga di kampus yang berbeda tapi satu kota.

Bulan ini, sepuluh tahun yang lalu. Pertama kalinya kamu mengecup punggung tanganku. Kamu memang tak menjanjikan banyak hal indah. Tapi kamu berjanji akan terus bersamaku. Akan selalu ada saat suka dan dukaku. 

Bulan ini, sepuluh tahun yang lalu.  Pertama kali aku mulai menggantungkan harapanku padamu. Aku lupa bahwa seharusnya hanya kepada-Nya lah aku berharap.

Advertisement


Kamu seperti cahaya matahari yang membiaskan rintik hujan hingga menjadikannya pelangi yang memesona. Kamu menjadikan hidupku penuh warna….


Bulan ini, sembilan tahun yang lalu

Advertisement

Satu tahun bersamamu. Hidupku mulai berubah. Aku bukan lagi remaja yang menolak dewasa. Aku tumbuh dewasa bersamamu. Banyak hal penting yang kita lewati bersama. Bertemu dengan orang tuamu, menghadiri prosesi wisudamu, merelakan kamu kembali ke kota asalmu, dan pada akhirnya kita terpisah jarak ham[ir seratus kilometer.

Itu pertama kalinya aku harus benar-benar jauh darimu. Ini tahun ketigaku sebagai mahasiswa. Dan kamu mulai bekerja. Saat itu aku tak tau harus bahagia atau bersedih. Mau tak mau aku pun harus tetap merelakanmu mengejar mimpimu.

Bulan ini, delapan tahun yang lalu

Hubungan kita semakin serius. Banyak hal penting lain yang kita lalui bersama. Kamu pun sudah sangat akrab dengan keluarga besarku. Begitu juga aku dengan keluarga besarmu. Wajahmu ikut terekam kamera dengan keluargaku saat penikahan kakakku. Kita menggunakan baju adat kota kita. Terlihat sangat serasi. Kamu terlihat lebih gagah dan berkharisma dari biasanya. Dan hampir semua orang di sekitarku tahu kalau kamu adalah kekasihku.

Tahun ketiga bersamu. Orang tua dan adikmu bersilaturahim ke rumah orangtuaku. Sekitar empat bulan dari pernikahan kakakku. Memang tidak ada hal sakral dari pertemuan keluarga kita. Tapi intinya keluarga kita sama-sama mendukung hubungan kita.

Bulan ini, tujuh tahun yang lalu

Akhirnya aku menyandang gelar sarjana. Kamu pun rela bolak-balik ratusan kilometer demi hadir di acara spesialku satu ini. Tak ada raut lelah dari wajahmu. Tentu saja karena kamu tak rela ada lelaki lain yang memberikan buket bunga wisuda untukku. Dan lagi-lagi kamu terekam kamera dengan keluargaku. Aku bahagia. Sangat bahagia.

Berkali-kali kamu membujukku untuk bekerja di kota yang sama dengamu. Tapi aku tak bisa. Aku takut. Dan akhirnya aku memilih tetap di kota ini.

Bulan ini, enam tahun yang lalu

Kita semakin dewasa. Tapi ada yang berubah dari kita. Kamu semakin posesif. Dan aku semakin lelah dengan hubungan dengan jarak hampir seratus kilometer itu. Mungkin memang tidak begitu jauh, tapi pekerjaanmu tidak mempunyai jadwal libur yang sama dengan perkerjaanku. Belu lagi aku harus berbagi liburmu untuk mengunjungi orangtuamu di kotamu. Tak terhitung sudah berapa kali aku mengucap kata perpisahan. Tapi kita tetap bertahan walau sayap kita tak lagi utuh.

Sampai akhirnya keputusan besar itu kuambil. Aku tak banyak berpikir. Aku sudah lelah dengan hubungan kita. Dengan banyak perubahan sikapmu. Dengan posesifmu, dengan beberapa hal yang mulai kamu sembunyikan dariku, dan sampai pada akhirmya aku tahu kamu berbohong dariku. Awalnya memang kamu tak menerima keputusanku. Tapi aku tetap memaksa untuk mengakhiri semuanya.

Beberapa bulan berlalu.Kita masih bertema. Tapi aku lebih sering menghindarimu.Akhirnya aku mendapatkan penggantimu

Bulan ini, lima tahun yang lalu

Tepat pukul 10.00. HPku berbunyi tanda Blackberry Message masuk. Iya, waktu itu masih booming aplikasi chatting ini. Teryata  itu pesan darimu. Aku buka pesan darimu. "Happy 5th Anniversary". Aku terperangah dengan banyak tanda tanya di otakku. Apa maksudmu? Hubungan kita jelas sudah berakhir. Tapi kenapa perayaan tentang kita tetap ada?

Empat bulan sebelum bulan ini empat tahun yang lalu

HPku berdering pertanda ada telepon masuk. Ternyata telepon darimu. Aku sama sekali tak berselera mengangkat teleponmu. Karena aku dan kamu sudah dengan yang lain. Berkali-kali telepon masuk itu kutolak. Tapi kamu tetap menelepon lagi.

Akhirnya aku terima telepon darimu. Canggung. benar-benar canggung setelah sekian lama aku tak mendengar suaramu. Begitu panjang narasi pembuka obrolanmu.

Sampai akhirnya kamu bertanya kegiatanku pada tanggal itu. Dan sekitar satu menit kemudian aku tahu bahwa tanggal itu adalah tanggal pernikahanmu. Iya, saat itu kamu bilang akan menikahi wanita barumu itu. Kamu mengundangku ke acara pernikahanmu yang ternyata adalah tanggal disaat aku dan teman-temanku akan pergi berlibur.

Aku menjelaskan bahwa aku tidak akan datang. Tapi kamu memaksa aku datang  ke acara sakralmu. 

Dan setelah itu suasana pembicaraan kita berubah. entah bagaimana awalnya, kamu mengungkit hubungan kita. Secara tersirat kamu mengutukku atas tindakanku yang mengakhiri hubungan kita secara sepihak. Kamu bilang seharusnya aku yang menjasi calon istrimu karena sejak awal kamu mempersiapkan pernikahan itu denganku. Bukan dengan wanita itu.

Tapi semua sudah terlambat. Walapun keputusanku berubah. Walaupun kenyataannya kamu masih ada di hatiku. Aku tak akan pernah merusak kebahagiaan wanita lain. Sangat klise. Karena aku juga seorang wanita yang tak pernah ingin disakiti oleh siapapun.

Aku pun memakimu. Karena aku pun juga tak akan pernah rela jika calon suamiku yang seminggu lagi akan mengucap janji suci denganku malah bernostalgia dengan mantan pacarnya. Malah asyik berbincang dengan mantan pacarnya dan berkata masih ada perasaan itu di hatinya.

Hari pernikahanmu pun tiba. Aku memang dilarang sahabatku datang ke acaramu. Sahabatku bilang, aku tak boleh merusak kebahagian wanitanya. Aku hanya menikmati momen sakralmu dari foto-foto yang kamu unggah ke sosial media. Selamat menempuh hidup baru, mantan pacarku. Semoga kamu bahagia dengannya.

Tak lama setelah pernikahanmu, tenyata kamu masih menghubungiku dengan bertanya alasanku tak datang di acaramu. Hal yang seharusnya tak penting untuk ditanyakan. Atau kamu memang mencari alasan untuk menghubungiku?

Bulan ini, tiga tahun yang lalu

Kamu masih lumayan intens menghubungiku. Tentu saja saat waktu kerjamu.Kamu terpisah jarak juga dengan istrimu. Entah apa maksudmu. Bahkan kamu juga beberapa kali mengajakku berjumpa. Kamu berdalih untuk membayar janji yang pernah kamu katakan kepadaku dulu saat aku masih wanitamu.

Sampai akhirnya aku mengiyakan dengan syarat waktunya sampai akhir tahun ini. Kamu pun bertanya kenapa? Apakah aku akan menikah awal tahun depan? Aku tak menjawab lengkap. Dan kamu pun menghilang tanpa kata. Itu benar-benar menjadi akhir perbincangan kita.

Bulan ini di tahun ini…

Tepat pada tanggal yang sama. Aku kembali mengingatmu. Mengingat semua kenangan tentang kita. Aku kembali merindumu. Rindu itu terus mengusikku. Bahkan aku ingin kamu kembali menjadi milikku.

Iya, saat ini aku sudah tak lagi bersama ayah dari anakku. Tak perlu aku ceritakan di sini kenapa aku berpisah dengannya. Karena menyebut namanya pun aku  sudah tak mau. Tak ada sedikitpun keinginanku  untuk mengingatnya..

Aku lebih tertarik denganmu. Kembali bercerita tentang cinta kita. Walau semua sudah berbeda. Ada lelaki kecil yang kini ada di sampingku. Dan kamu? Kamu masih menjadi milik wanita itu. Sebatas tahuku, kamu belum punya malaikat kecil. Masih ada kemungkinan kita kembali bersama bukan?

Aku tahu aku salah. aku berdosa. Terkadang aku berharap kamu berpisah darinya, seperti aku pergi meninggalkan ayah dari malaikat kecilku. Aku ingin kamu kembali bersamaku.

Tuhan…. berkenankah Engkau mengabulkan keiinginanku satu ini? Aku tak menginginkan lebih dari dirinya. Aku hanya ingin bahagia bersamanya. Menebus kesalahan yang dulu pernah aku perbuat saat masih bersamanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seseorang yang tetap percaya bahwa semua akan indah pada saatnya...

CLOSE