Seabadi Edelweis di Ketinggian Rinjani, Satu Nama masih Terjaga dengan Abadi

Biar semesta yang meramu butiran kasih pada tepian hatiku

Serpihan hati bersenandung lirih seorang diri. Jarak tepian hati masih melantuni tiap sajak yang meramu kembali kepingan demi kepingan hati yang menghilang entah ke mana. Kala dirimu yang mengetuk hati kembali. Biar aku yang mengalah. Pada waktu, semesta yang akan menata kembali kepingan demi kepingan hati yang sempat engkau jaga ini. Engkau yang menggenggam kunci hati, pergi lagi. Jika waktu dapat menjelma kembali, memutar kisahnya kembali. Kuharapkan tak hanya mimpi belaka. Kuharapkan tak hanya kata. Kuharapkan semesta memberikan kesempatannya pada zona ruang dan waktunya. Di sini kumerundungi yang menegarkan raga pada hati yang kan memulihkannya kembali, meski dengan tertatih merelakannya. Tak ingin suara geming hati melupakan semua yang pernah ada. Biar aku yang mengalah, tuk riuh renyahnya tawamu di sana. Jika itu bisa membuat seseorang yang sangat kusayangi bisa bahagia meski ada hati yang menepi, apakah kamu tau? Aku menepi demi waktu, asalkan engkau bisa bahagia. Sejalan yang dijalani dengan kata keikhlasan. Tanpa mencuranginya.

Advertisement

Serpihan hati kugenggam erat sendiri, menyimpannya di dalam hati. Hingga ujung waktu. Biar aku yang menjaganya dalam diam munajat lirihku. Tanpa engkau dustakan dari hati. Karena hati yang tulus akan selalu mampu melihat dengan jernih. Hati yang tulus tak mampu berkata curang.  Sejarah cerita kata kita yang pernah ada. Tersimpan abadi dalam luasnya sabar tak berbatas semenjak kita mengenal.

Jalan yang dirimu pilih, karena hidup adalah sebuah pilihan. Percaya ini masih utuh padamu. Rintik lirih gemulai tiap lantun melodi yang tak pernah beranjak dari nalar memoriku luapkan asa. Masih tak ingin memori lupakan semua. Tiap kata yang merangkai, darimu mampu menjadi sebuah kalimat sederhana yang sangat bermakna. Meninggalkan cerita yang selalu terkenang dalam pilur hati.

Advertisement

Jarak pada waktu yang meramu tabir ceritanya. Jarak pada waktu yang berputar lewati masa. Jarak pada waktu yang merelakan pada tabir skenario semesta. Kita yang pernah terpisahkan oleh jarak. Tiada jeda kata siapa serta sapa dalam arti bagian mana yang disalahkan. Menggenggam hikmah pada jalan tabir hidup yang dijalani sendiri. Temui pijaknya seorang diri.

Jerit suara hati menggenggam serpihan hati abadi. Masih utuh hingga kini. Hingga akhir waktu. Meski hanya simfoni dalam hati dan jauh raga kulukiskan secerca raut rupa diri pada bayangmu sendiri. Dan masih menjaga hati. Demi waktu yang menjalani hari dalam ucap syukur sepanjang masa dan senyuman tulus dari hati. Suara lirih itu pasti akan selalu terdengar dalam hati yang berkata-kata. Karena jarak yang membuat mengerti. Dari kisah dan masalah seseorang, kumampu belajar menguatkan hati meski dengan kata tertatih. Namun tiap lantunan doa tak pernah beranjak dari ucap syukur sepanjang masa kepada Ilahi. Luasnya hati tak memilah pada kata prasangka. Yang aku mengerti, aku menjagamu dari hati. Aku mengikhlaskan karena tiada di hati ini selain bersandar pada Ilahi. Tiap berpijak pada bumi yang dititipkan kepada Ilahi, menjadi ruang penempaan ruhawi. Seabadi Edelweis yang menginspirasi di ketinggian Rinjani. Seabadi kisah dalam sejarah lembarannya tuk dikenang menjadi cerminan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE