Seberapa Jauh kedisiplinan yang Diterapkan di Sekolah?

Saat ini masih banyak kasus dimana oknum guru yang mendidik muridnya dengan kekerasan atau sanksi fisik seperti memukul, dan menampar seperti data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang saya kutip dari media lokal, ada 50% kasus yang melibatkan pelajar selama tahun 2018.

Advertisement

 

Maraknya kasus guru memukuli muridnya membuat kita bertanya-tanya seberapa jauh guru-guru di sekolah mendidik murid-muridnya? Bisa dibilang sebagian guru mendidik muridnya menggunakan kekerasan fisik dan sebagian melakukan hal tersebut secara berlebihan.

 

Advertisement

Kebanyakan kasus pemukulan terhadap murid dikarenakan hal sepele yang telah dilakukan oleh korban, mulai dari lupa membawa buku, telat masuk kelas dan sampai alasan dimana pemukulan dilakukan untuk menghukum siswa yang berbuat salah kepada guru atau temannya. Sebagian kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru ini dikarenakan mereka tidak bisa menahan emosi sehingga menghukum siswa dengan cara kekerasan.

 

Advertisement

sebenarnya apakah diperbolehkan mendidik anak dengan cara seperti ini? Sebelum membicarakan jawaban dari pertanyaan tersebut sebagian guru masih percaya bahwa tindakan tersebut untuk menegakkan kedisiplinan. Ada sebanyak 90% guru yang menolak kampanye sekolah ramah anak, dan kasus-kasus yang terjadi belakangan ini pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia.

 

Sebagian orang masih mendukung perlakuan oknum guru yang memberi sanksi fisik kepada muridnya dan sebagian orang menolak keras perlakuan tersebut dan mengatakan sudah bukan zamannya menggunakan sanksi fisik dalam mendidik murid. Efek dari kekerasan terhadap korban pun bermacam-macam, tidak hanya fisiknya saja tetapi juga mentalnya, sebagian dari mereka luka-luka sampai berdarah sebagian merasa takut untuk pergi ke sekolah. 

 

Penyelesaian masalah ini pun lebih banyak diselesaikan secara kekeluargaan agar tidak melibatkan pihak kepolisian, yang pada akhirnya oknum guru pun meminta maaf kepada murid nya, tetap saja kejadian tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh korban. Menurut pakar Pendidikan Arief Rachman yang dikutip dari BBC, kekerasan di dalam sekolah dalam konteks apapun tidak diperbolehkan meski hanya mencubit murid tersebut. Dan untuk mengetahui lebih lanjut efek-efek nya saya bertanya kepada seorang psikolog untuk anak dan remaja Roslina Verauli, soal mendidik dengan kekerasan fisik. Dia mengatakan bahwa mendidik tidak perlu kekerasan sama sekali, pemikiran bahwa nmendidik perlu kekerasan adalah pemikiran yang masih keliru, justru kekerasan bisa merusak penghayatan anak dalam dirinya maupun tentang lingkungannya. 

 

Setiap anak dilahirkan dengan faktor biologis atau faktor kepribadian tertentu, temperamen tertentu, agresivitas di level tertentu, dan dengan level kecerdasan tertentu sehingga dampak kekerasan fisik terhadap setiap anak pun berbeda. Contoh pada anak yang introvert pasti beda dengan extrovert dimana extrovert lebih easy going, dalam menghadapi kekerasan pun lebih mudah karena bisa membagikan kejadian tersebut kepada orang lain.

 

Namun harus diketahui kekerasan dalam mendidik anak juga menentukan perkembangan anak yang bersangkutan baik dalam menghayati dirinya maupun dalam berelasi secara sosial dengan orang lain.  Tidak hanya itu saja, Anak yang dididik dengan kekerasan berpotensi melakukan tindakan kekerasan kelak saat dia sudah dewasa karena semua yang dia pahami dalam mengatasi segala konflik atau urusan adalah dengan kekerasan, dan sudah terbukti dengan adanya riset yang mengatakan hal yang sama. 

 

Sekarang kita sudah mengetahui apa sebenarnya kekerasan fisik untuk mendidik anak diperlukan di sekolah, alangkah baiknya sebagian guru yang masih beranggapan kekerasan bagus dalam mendidik muridnya mengubah cara mendidik mereka dengan cara yang lebih baik lagi, dan menghukum murid yang melakukan kesalahan dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti memberikan tugas, atau membersihkan kelas. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya Mirza, mahasiswa dari satu sekolah tinggi Ilmu Komunikasi:)

CLOSE