Self Diagnose Pada Remaja dalam Membentuk Konsep Diri yang Matang

Banyak dari remaja saat ini melakukan self-diagnose terhadap kesehatan mental mereka


“Being vulnerable is actually a strength and not a weakness — that’s why more and more mental health is such an important thing to talk about.

Advertisement

It’s the same as being physically sick. And when you keep all those things inside, when you bottle them up, it makes you ill.” — Cara Delevingne


Pada dasarnya sehat bukan hanya secara fisik saja, namun juga secara psikis. Sayangnya, masih banyak orang terutama remaja yang kurang mengerti akan pentingnya kesehatan mental, hingga ada pula yang  menganggap remeh kesehatan mental pada diri sendiri maupun pada orang lain.

Masih banyak ketidaktahuan remaja akan kesehatan mental dan pentingnya self-awareness. Serta, banyak juga remaja saat ini yang cenderung melakukan self-diagnose atau labeling pada diri sendiri dengan berbagai macam penyakit psikis tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu. Pada awalnya, saya pernah bertanya-tanya sepenting apa kesehatan mental. Pertanyaan tersebut dapat terjawab seiring dengan bertambahnya usia saya, bahwa kesehatan mental sangatlah mahal dan penting untuk kita perhatikan.

Advertisement

Ketika satu pertanyaan sudah terjawab, muncul pertanyaan lain. Seperti apa self-diagnose itu, mengapa banyak orang yang melakukan self-diagnose khususnya dikalangan remaja. Pada akhirnya, saya menyadari satu hal. Kesehatan mental dan self-labeling memiliki akar yang sama, yang mana keduanya sangatlah penting untuk diperhatikan. Self-diagnose sendiri ada karena kurangnya pengetahuan akan penyakit mental itu sendiri.

World Health Organization (WHO, 2018), menyatakan Prevalensi orang dengan gangguan mental emosional di dunia dalam rentang usia 10-19 tahun kondisi kesehatan mental mencakup 16% dari beban penyakit dan cedera global. Setengah dari semua kondisi kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun tetapi kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati karena sejumlah alasan, seperti kurangnya pengetahuan atau kesadaran tentang kesehatan mental diantara petugas kesehatan, atau stigma yang mencegah remaja mencari bantuan, hal ini bisa meningkatkan kemungkinan pengambilan perilaku beresiko lebih lanjut dan dapat mempengaruhi kesejahteraan kesehatan mental dan emosi pada remaja.

Advertisement

Dari fakta tersebut tidak heran jika banyak kasus gangguan kesehatan mental sering terjadi pada masa remaja. Pergaulan yang tidak mendukung seperti self-labeling yang mana banyak dari remaja saat ini melakukan self-diagnose terhadap kesehatan mental mereka tanpa pergi atau melakukan konsultasi ke psikolog atau dokter yang menangani kesehatan mental. Apakah boleh kita melakukan self-diagnose tanpa harus bertanya ke ahlinya?

Tidak boleh! Sekarang ini banyaknya aplikasi atau web yang memang bertujuan untuk mengatasi atau memberi konsultasi yang berfokus pada kesehatan mental agar masyarakat dapat paham betul apa itu kesehatan mental, bagaimana dampaknya bagi kehidupan sehari-hari. Bahkan sudah banyak public figure yang sudah mengkampanyekan mental health di Indonesia, seperti Ariel Tatum. Ia melakukan aksi kampanye tentang kesehatan mental di Indonesia karena pernah melalui masa-masa saat kesehatan mentalnya terganggu.


Cara untuk merubah pandangan terhadap self-diagnose di usia remaja


Teruntuk kalian yang merasa memiliki masalah terhadap kesehatan mental kalian, kalian dapat langsung pergi ke psikolog untuk melakukan konsultasi tanpa harus melakukan self-labeling. Mungkin sulit untuk bebrapa orangtua di Indonesia peduli akan pentingnya kesehatan mental anaknya, maka dari itu sudah banyak web atau aplikasi yang menyediakan jasa konsultasi secara online tanpa harus tatap muka. Karena sudah ada banyaknya opsi yang tersedia, mari kira sama-sama berhenti melakukan self-diagnose. Ini saatnya kita berubah menjadi lebih peduli terhadap kesehatan mental kita.


Pertama, self awareness.


Edukasi diri kita sendiri seperti apa penyakit-penyakit kesehatan mental itu tanpa harus melabeli diri sendiri. Perbanyak literasi tentang penyakit kesehatan mental, banyak mencari tahu apa itu penyakit mental serta gejala dan dampak yang disebabkan olehnya. Serta, jangan mudah percaya dengan apa yang ditemukan di internet terkait masalah kesehatan mental jika sumbernya belum jelas.


Kedua, bicara dengan orangtua atau orang terdekat kalian yang dapat kalian percaya tentang apa yang sedang kalian rasakan agar mereka dapat membantu.


Karena masih banyak orangtua yang minim pengetahuan akan pentingnya kesehatan mental pada anak, kita harus memberi pemahaman yang jelas hingga mereka dapat mengerti posisi kita pada saat itu.


Ketiga, melakukan konsultasi ke ahlinya langsung seperti psikolog.


Dengan cara ini, kita dapat tahu secara jelas apa yang terjadi tanpa harus melakukan self-labeling. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan konsultasi seperti mengunjungi langsung layanan kesehatan mental atau dapat melalui web serta aplikasi tertentu tanpa harus bertemu secara langsung.

Peduli terhadap kesehatan mental kita sangatlah penting untuk diri sendiri dan orang di sekitar kita. Dengan sadar akan pentingnya kesehatan mental diri sendiri kita dapat menyadari banyak hal seperti betapa berharganya hidup kita dan lebih mencintai diri sendiri. Serta, kita dapat lebih aware dan tidak sembarang dalam melabeli diri sendiri. Jadi, mulai sekarang mari berhenti melabeli diri sendiri dan lebih peduli terhadap kesehatan mental kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE