Sungguh, Epilog Sejati Adalah Mati

Manusia merupakan makhluk dengan berbagai fitur-fitur biologis yang diciptakan oleh Tuhan untuk mengelola sumber daya alam dan mendorong dunia untuk semirip mungkin dengan surga. Masyarakat yang menganut monoteis pasti percaya bahwa manusia asalnya bukan dari dunia, namun berasal dari alam lain yang disebut dengan akhirat dengan segala kenikmatan di dalamnya.

Advertisement

Dunia tempat kita tinggal saat ini, hanyalah terminal sementara sebelum menjajaki kehidupan demi kehidupan selanjutnya. Bahkan sebelum zaman modern ini, manusia pada peradaban-peradaban kuno sudah bermimpi dan berangan-angan akan kehidupan setelah di dunia yang indah.

Menurut bangsa Viking, tempat terakhir seorang prajurit adalah berada di Valhalla. Orang Yunani percaya dengan Elysium menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi bangsa Yunani. Aaru merupakan tempat dimana Dewa Osiris tinggal sesudah dihidupkan kembali dari kematian dan orang Mesir mempercayai manusia setelah meninggal akan berada di sana. Dalam agama samawi, terdapat surga dan neraka yang disesuaikan dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhannya selama berada di dunia.

Orang nihilisme percaya bahwa kehidupan di dunia tidak ada maknanya, serta manusia yang bernilai dan pasti adalah kematian itu sendiri. Sedangkan menurut Taoisme, mati merupakan sarana menuju dimensi yang lain dengan konsep manusia dari alam akan kembali ke alam. Namun, pemikiran mengenai kematian tidak hanya berhenti disitu saja karena masih banyak filsafat dan argumen lain yang mendefinisikan kematian.

Advertisement

DNA yang menjadi dasar informasi genetik, serta lingkungan sosial-masyarakat yang ditinggali yang memberikan manusia pandangan-pandangan unik akan kematian itu sendiri.

Pada dasarnya, semua manusia akan mati. Semua pencapaian, kekayaan, pengakuan dari orang lain, status, dan jabatan manusia tidak akan dibawa mati. Namun, manusia yang mati akan meninggalkan orang-orang yang dicintai dan mencintainya di dunia. Keluarga, teman, kerabat, sahabat, guru, rekan kerja, dsb pasti akan kehilangan sosok unik dan satu-satunya di dunia.

Advertisement

Kehidupan manusia di muka bumi tidak dapat dipastikan arah jalannya. Sehebat-hebat apapun manusia menahkodai kapal kehidupannya, semua akan percuma bila tiba-tiba datang badai musibah yang memporak porandakan kapal kehidupannya.

Setelah manusia mati, tidak selamanya masalah-masalahnya di dunia dianggap terselesaikan. Orang mati akan memberikan beban moral terutama terhadap keluarganya, khususnya anak dan pasangannya yang masih butuh dampingan dan tuntunan untuk menghadapi badai. Pada kasus yang baik, seseorang yang mati akan meninggalkan harta warisan beserta surat wasiat yang diharapkan mampu untuk mencukupi dan mempertahankan keluarganya sepeninggalannya.

Namun, pada kasus yang buruk, bagaimana bila yang ditinggalkan bukan warisan harta dan kekayaan yang melimpah, melainkan tumpukan hutang dan tanggung jawab lainnya yang masih belum terselesaikan oleh orang mati? Akhirnya, semua orang bekerja keras demi mengembalikan nama baik dan tanggung jawab dari orang yang sudah mati.

Tidak semua orang akan berduka akan kematian manusia lain. Musuh-musuhmu justru tidak akan meneteskan air mata saat melihat kematianmu, bahkan keluarga pun tidak menjamin hal tersebut. Belajar dari sejarah, Raja Sweyn sang Raja dari Denmark-Inggris pada abad ke-9 memiliki dua orang anak, yakni The Great Canute dan Harald II yang berebut kekuasaan akan kerajaan Denmark-Inggris dengan melegalkan berbagai cara untuk dapat berkuasa secara mutlak meskipun dengan melakukan pembunuhan. Kekuasaan dan status terkadang menyebabkan manusia buta terhadap manusia lainnya, terutama dengan memandang rendah orang lain.

Berbicara mengenai kematian, orang-orang yang sudah terbutakan oleh kekuasaan dan status hanya menganggap kematian seseorang merupakan pengorbanan yang setimpal untuk mencapai suatu tujuan. Pemikiran seperti itu sangat disayangkan karena hatinya sudah buta untuk melihat manusia sebagai makhluk hidup yang sama seperti dirinya.

Manusia tidak akan bisa hidup selamanya namun manusia bisa tetap tinggal dihati orang-orang, bahkan mereka-mereka yang tidak pernah bertemu dengannya. Menulis riwayat hidup atau biografi dapat menjadikan manusia tetap eksis dan dikenang meskipun sudah puluhan dan ratusan tahun lamanya meninggal. Hitler yang telah mati di tahun 1945 sampai sekarang masih kita kenal berkat filosofi dan tindakannya pada abad 19 di Jerman lewat autobiografinya, yakni Mein Kampf. Selain biografi, orang-orang dapat mengenal seseorang melalui karyanya atau pemikirannya.

Lukisan Monalisa yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci pada tahun 1503, hingga pada abad ke-21 masih dikenal oleh masyarakat. Hukum Newton yang dikenalkan untuk mengenalkan konsep gravitasi masih berlaku dan relevan sampai zaman sekarang. Meskipun hal-hal di atas menceritakan sedikit hal mengenai kehidupan seseorang, namun setidaknya namanya sudah terkenang dalam hati dan pikiran orang lain.

Meskipun pada akhirnya kita semua mati, namun langkah dan perjalanan kita saat menjelajahi dunia pasti memiliki dampak terhadap makhluk hidup lainnya maupun alam. Entah baik atau buruk tindakan yang sudah dilakukan, manusia tidak boleh berhenti untuk terus-menerus menerobos kabut yang menghalau pandangan ke masa depan.

Rasa takut akan kematian akan menjadikan manusia berpikir dua kali sebelum melakukan suatu tindakan. Mahatma Gandhi pernah berkata, Hiduplah seakan-akan kamu mati besok. Belajarlah seakan-akan kamu hidup selamanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Melampiaskan hal yang tidak diungkapkan secara langsung kepada orang dan lingkungan sekitar

Editor

Writing...

CLOSE