Surat Terbuka untuk Cinta Pertama. Akhirnya Saya Punya Keberanian untuk Menuliskan Ini Semua

surat terbuka untuk cinta pertama

Semua bermula 6 tahun yang lalu. Tahun 2013 jadi tahun yang sangat luar biasa bagiku. Kejadian yang kenangannya akan terus membekas di benakku. Mari kita menilik lagi ke belakang pertama kali kawanku memperkenalkan kita. Kamu sedang duduk minum kopi di teras rumah kosmu, tapi juga menghisap rokok.

Melihat kami datang kamu langsung sontak berdiri dan membuang rokokmu. Ah, aku ingin tertawa terpingkal-pingkal saat itu. Tingkahmu itu seperti ketahuan merokok oleh ibumu, lucu sekali. Tapi itu pertama dan terakhir aku melihatmu merokok. Kamu tak pernah lagi merokok ketika sedang bersama kami.

Pertemanan berlanjut via SMS, lalu di akun Facebook. Setiap hari kamu mengirimiku ucapan selamat pagi dan selamat tidur. Kadang mengirimiku pesan di tengah hari agar aku semangat bekerja. Aku menganggap itu spesial, aku tak tau menurutmu itu apa.

Setiap status yang kuposting pasti ada komentar darimu, kamu pasti singgah memberi jejakmu di sana. Tiba-tiba teman-teman menjodoh-jodohkan kita. Sepertinya sinyal-sinyal jatuh cinta kita terendus begitu kuat oleh mereka. Andai kamu tahu betapa aku tersenyum lebar saat aku menuliskan ini, aku merasa yang terjadi dulu adalah hal yang sangat konyol.

Setelah tugasmu di kotaku selesai, kamu pulang. Kembali ke kotamu dan melanjutkan hidupmu di sana. Kamu tahu, itu adalah salah satu perpisahan yang paling berat yang pernah kualami. Aku menahan tangis ku sebisa mungkin. Aku tak mau menangisi kamu yang pergi menuntut ilmu.

Teman-temanmu bilang, kamu adalah yang paling pintar dan berkemauan keras di antara mereka. Mana mungkin aku merengek dan menangis di hadapanmu, sungguh tak masuk akal. Aku menangis terisak malam itu. Yah, jatuh cinta memang bisa membuat kota yang berjarak 3 jam menjadi kota di negeri antah berantah yang sulit didatangi. Konyolnya aku.

Aku jarang mampir ke kronologi Facebookmu saat itu, karna kupikir statusmu tak ada yang bertambah hanya beberapa kali mengganti foto profil. Tapi suatu kali aku mampir ke kronologimu, aku menemukan dia. Dia yang meninggalkan jejak sebuah emoticon titik dua bintang. Alisku mengkerut, aku bingung. Kuklik namanya, seorang wanita yang ternyata ada di seberang sana. Oh Tuhan, rasanya aku tidak percaya saat membaca statusnya.

Kusimpulkan dia adalah kekasihmu. Wanita mana yang akan membuat status seperti itu kalau dia bukan kekasihmu? Kutanya pada semua teman-teman kita, siapa dia. Mereka kenal, tapi tak tahu-menahu hubungan spesialmu dengannya. Lalu kalau mereka yang dekat denganmu saja tak tahu apa-apa bagaimana denganku yang "baru" di hidupmu?

Aku akui, itu salahku karna aku tak tanya padamu apakah kamu ada yang punya atau tidak. Tapi kupikir, kamu pasti tidak punya. Kalau punya mana mungkin kamu se-intens itu denganku. Aku mungkin terlalu polos kala itu, ah entah lah yang pasti yang kupikirkan adalah yang baik-baik saja tentangmu.

Karna status sosialmu itu. Aku mempercayaimu begitu dalam, aku terlalu mempercayaimu. Karena sebelum kamu, tidak ada yang se-istimewa kamu, tidak ada yang kukagumi melebihi kamu. Bagaimana caramu bertindak, berbahasa, belum lagi kemampuan akademismu yang juga sangat dikagumi teman-teman seangkatanmu.

Dan yah, aku jatuh terlalu dalam. Aku terlalu total dalam mencintaimu. Yang setelah ku pikir-pikir, semua yang kamu lakukan adalah sebuah bentuk dari 'keramahan'. Hanya sayangnya, aku salah memahami. Aku salah memahami sikapmu yang baik dan begitu perhatian. Aku salah mengartikan semua pesanmu sebagai sinyal untuk lebih menyayangimu.

Aku salah memahami kata-kata mu saat kamu menelponku dikala mabuk dan menyatakan semua perasaanmu. Kamu hanya mabuk dan meracau dengan acak. Dan, teman-teman kita juga salah memahami yang terjadi diantara kita. Mereka juga salah memahami sikap manismu terhadapku. Kamu yang sempat jadi obatku ketika aku sakit malam itu.

Mampirnya kamu di hidupku membuat hidupku berubah total dalam memandang cinta, kamu pelajaran buatku. Kamu kenangan manis pahit di usia 20-anku. Tulisan ini adalah sebuah pujian tulus, tapi juga sarkasme terhadapmu yang menyembunyikan dia (?). Kamu tahu, saat menulis ini perasaanku begitu tercampur aduk.

Aku memanggil semua kenangan yang pernah kualami dulu bersamamu. Kenangan yang masih kuingat sampai saat terakhir kali kita bertemu beberapa bulan lalu. Kenangan dari kejadian sederhana cinta pertama. Kecanggungan saat kita bertemu setelah tak pernah berkomunikasi selama 6 tahun sudah pasti terjadi. Menjabat tangan dan menanyakan kabar dan sedikit berbasa-basi.

Dan jika kelak kamu menemukan tulisan ini, ketahuilah saat itu aku mungkin salah paham terhadap perlakuanmu kepadaku. Aku masih terlalu naif saat itu. Kuberi tahu juga bahwa aku sulit mengentaskan diriku dari bayanganmu. Aku 'mencarimu' pada semua yang sempat singgah. Tapi kamu berbeda, tak ada yang menyakitiku separah kamu hahaha. Sayangnya, kamu terlanjur jadi yang spesial jadi membuatku susah lupa.

Dan untuknya yang siapa tau juga akan menemukan ini, kuberi tahu satu hal: aku tak pernah tahu kamu ada. "Menemukanmu" juga menghancurkan harga diriku sebagai perempuan. Aku merasa bersalah atas sesuatu yang sebenarnya kulakukan tanpa kuketahui. Aku harap kamu paham dan maklum. Maaf telah jadi pengganggu sialan dalam hubunganmu. Sekali lagi, itu semua karena aku tidak tahu.

Hari ini kamu akan pergi. Dan lebih jauh dari yang sebelumnya, semoga kita bertemu lagi kelak. Semoga kamu tetap sehat dan kuat. Jadi apapun kamu nanti, aku akan selalu mendukungmu. Berhasil atau tidaknya proses mu ini, selalu kudoakan yang terbaik untukmu. Semoga kelak kita bertemu di keadaan yang lebih baik lagi. Aku tak akan pernah lupa apa yang pernah terjadi meskipun kamu menganggapnya tak pernah ada. 



Terima kasih karena menjadi pelajaran untukku lebih memahami manusia beserta segala sifatnya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

isinya cuma kegalauan

Editor

Not that millennial in digital era.