Surat untuk Caregiverku yang Setia, dari Aku Pengidap Bipolar

Terima kasih telah menyelamatkan nyawa dan hidupku berkali-kali

Aku memang penderita Bipolar. Ketika berada di episode depresi, memang berkali-kali aku mencoba mengakhiri hidup. Namun itu semua di luar kontrol dan kendaliku. Pemikiran-pemikiran negatif tentang diriku itu entah datang dari mana. Rekaman suara-suara dan tayangan-tayangan masa lalu berkelebat silih berganti menyesaki otakku sehingga aku tak tahan lagi. Aku adalah makhluk tak berguna. Ada atau tidak adanya aku di dunia ini, tak akan berpengaruh pada orang-orang di sekitarku.

Advertisement

Dan sebagai penderita Bipolar, rasa syukur yang paling besarku adalah : aku dipertemukan dengan lingkungan yang supportif, membantuku untuk sembuh dan lepas dari jerat otak, pikiran, dan perasaanku sendiri. Aku dipertemukan oleh Tuhan dan semesta, dengan seorang caregiver yang paling sabar sekitar 1,5 tahun yang lalu. Ia adalah seorang owner dari perusahaan tempatku bekerja.

Kedekatan kami dimulai ketika kami mulai sering bertemu di kantor, saling bercerita, curhat, tergelak-gelak bersama, hingga kemudian kami mulai paham sifat satu sama lain. Hubungan kami tidak lagi seperti bos dan karyawan, namun lebih seperti kakak beradik, sahabat, atau apapun itu. Dan ketika itu, perlahan-lahan ia mulai memahami bahwa there’s something wrong with me.

Aku begitu bersyukur Tuhan mempertemukan kami. Namun di saat-saat tertentu, ketika episode manik datang, berkali-kali aku mencoba meninggalkan dia. Ketika episode manik, otak dan pikiranku dikuasai oleh ambisi dan pola pikir teoritis. “Hidupku masih panjang, dan aku ingin mandiri. Aku ingin sukses dengan usahaku sendiri, tanpa bantuan siapapun.” Berkali-kali pula ia menahanku untuk tak meninggalkan dia, tapi ego dan ambisi dalam diriku terlalu jahat, aku tak dapat melihat itu.

Advertisement

Padahal ketika episode depresiku datang, ialah yang menjadi tempatku meluapkan kesedihan dan air mata. Ialah orang yang akan pertama kucari untuk kuberitahu bahwa betapa hari ini aku merasa hidupku gagal. Terakhir kali aku melakukan percobaan bunuh diri, ialah yang kutulis di surat wasiat. Betapa kehadirannya begitu berarti untuk hidupku. Betapa kehadirannya sudah begitu berjasa untuk membuatku bertahan hidup hingga kini.

Ketika dalam episode normal, kami dapat terbahak-bahak bersama. Bahkan meeting perusahaan pun dapat terasa begitu menyenangkan. Kami memiliki pemikiran yang sama dalam segala hal. Tanpa berkata-katapun, sebenarnya kami sudah tahu apa yang ada di isi kepala kami masing-masing. Ia sudah begitu baik, tapi tanpa sadar aku mengecewakannya ketika aku dalam episode manik. Dan pada episode normal ini biasanya aku akan merasa menyesal dan meminta maaf sedalam-dalamnya atas apa yang telah kulakukan di episode manik.

Advertisement

Meski begitu, ia dapat begitu sabar dan telaten menghadapi moodku yang berganti-ganti episode. Ia tetap begitu baik terhadapku, mendampingi hidupku ketika di saat-saat terpuruk. Kalau aku ada di posisinya dan menghadapi orang seperti aku, aku tak akan bisa sekuat dan sesabar dia. Terima kasih, caregiverku. Tulisan ini kubuat ketika aku dalam episode normal, sehingga nanti ketika episode manik datang, aku bisa menyadarkan diriku sendiri bahwa aku tak dapat hidup tanpa dia yang telah menyelamatkan hidup dan nyawaku, sehingga aku tak akan pernah mencoba untuk pergi meninggalkannya lagi.

Aku pun tak ingin terus merepotkannya untuk bersabar menghadapi pemikiran dan kelakuanku yang tak dapat ditebak, sebisa mungkin aku berusaha mengontrol diriku sendiri. Suatu kali aku memberi permintaan kepadanya, untuk mengikatku dengan surat perjanjian dengan kontrak 20 tahun dengan pinalti yang besar. Sehingga aku tak akan bisa meninggalkan dia. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE