Orang bilang Ayah adalah cinta pertama bagi putrinya. Ayah juga satu-satunya pria yang tak akan pernah tega menyakiti anak perempuannya. Sampai kapan pun bagi ayah anak perempuan adalah peri kecilnya. Yang harus dia jaga sampai kematian tiba. Namun, tanpa disangka hal itu tidak berlaku untuk beberapa anak di luar sana. Termasuk diri saya.
Kecewa satu kata ini pantas mendominasi. Pilih kasih sejak dini pun sering terjadi. Kemudian bentakan, hinaan, bahkan pukulan ayah tega layangkan. Terkadang ayah menjadi sayang, terkadang juga ayah naik pitam. Hal itu akan wajar bila saya melakukan kesalahan. Namun, saya rasa tidak menyalahi apa-apa.
Awalnya saya berpikir, sebenarnya kesalahan apa yang terjadi. Apakah saya tidak diinginkan oleh ayah? Atau diri saya yang salah? Kemudian pemikiran itu terjawab, ketika saya mulai berusia 11 tahun. Tepatnya ketika saya kelas 6 SD. Waktu itu, saya telah berhasil membuktikan bahwa pemikiran ayah telah salah.Â
Ayah yang tidak percaya bahwa saya sekolah dengan biaya sendiri. Ayah yang hanya bisa menjatuhkan mental sang putri. Bahkan, ayah saya tega berkata kamu tidak usah sekolah lagi. Hati anak kecil mana yang tidak hancur mendapati perlakuan seperti ini. Hancur sangat hancur, tetapi saya tidak peduli. Memang pemikiran seperti ini hanya bisa dibungkam dengan keberhasilan diri.
Yang akhirnya alhamdulillah saya bisa mendapatkan juara sekaligus beasiswa, sehingga saya bisa bersekolah tanpa merepotkan ayah. Di sini ayah terlihat merasa bersalah. Kemudian ayah menjadi lebih sayang kepada saya. Hal ini memiliki arti bahwa ayah saya menginginkan kemandirian dan keberhasilan anaknya.
Saat masa SMP samapi SMA pun saya berusaha mempertahankan prestasi, hingga menjadi salah satu lulusan terbaik. Yang mana semasa itu ayah menjadi sangat sayang kepada saya. Sudah tidak ada hal-hal buruk lagi yang ayah lontarkan.Â
Namun, ketika menuju masa kuliah kejadian pahit serupa berulang kembali. Hanya karena masalah biaya, ayah menjadi sering marah. Bentakan, pukulan, hinaan kembali ayah lontarkan. Kejadian-kejadian masa lalu berulang dengan lebih parah. Memang ekonomi ayah jauh dari kata cukup untuk biaya kuliah. Akan tetapi, tidak seharusnya ayah bertingkah seolah saya beban hidupnya.
Padahal saat itu saya sudah berusaha mendaftar kuliah gratis. Saya relakan pilihan jurusan dan mengesampingkan impian kedinasan. Demi mengurangi biaya dan supaya tidak jauh dari orang tua. Namun, memang sifat ayah saya yang tidak akan percaya sebelum keberhasilan didepan mata.Â
Sebelum pengumuman kelolosan pun ayah tetap bersikap tidak baik. Hari-hari penuh keributan sering terjadi hanya karena ekonomi. Di sini ibulah yang selalu menjadi penguat hati. Sampai pada puncaknya ibu menangis sambil berkata Biarkan saja ayahmu, jangan kau buat perkataannya sebagai penghambat masa depanmu. Cukup kau buktikan keberhasilan mu. Karena keberhasilan mu tamparan keras bagi ayahmu.
Setelah mendengar kata-kata Ibu. Saya makin yakin untuk bisa berhasil. Malam demi malam, dengan tangisan yang dalam. Saya curahkan dan pasrahkan semuanya kepada Tuhan. Yang pada akhirnya waktu pengumuman kelolosan tiba. Alhamdulillah saya lolos di prodi Pendidikan Kimia tanpa dipungut biaya. Bahkan saya mendapatkan biaya hidup tersendiri setiap bulanya.
Mengetahui hal itu ayah kembali bersikap baik. Entah, ayah merasa bangga atau hanya merasa bersalah saja. Saya sudah tidak peduli. Rasa kecewa dan rasa takut selama ini, saya ubah menjadi semangat keberhasilan diri. Hal ini membuat saya mengerti memang benar tamparan keras bagi orang yang meremehkan kita adalah keberhasilan yang kita punya.
Ayah tidak seharusnya menjadi penghambat masa depan putra-putrinya. Ayah tidak seharusnya memberikan role model negatif bagi putra-putrinya, dan ayah sudah seharusnya membimbing keberhasilan putra-putrinya. Namun, lagi dan lagi tidak semua ayah di dunia itu sempurna. Sebagaian kecil dari mereka pasti memiliki sisi negatif yang tidak terduga.
Nah, berkaca dari kejadian-kejadian ini. Saya harap tidak akan ada lagi anak perempuan yang bernasib serupa. Dengan ini perlu diingat. Ketika kalian para anak diremehkan oleh keluarga terlebih lagi oleh sang ayah. Jangan takut, cobalah berikan tamparan keberhasilan untuknya.
Tampran keberhasilan sudah dapat dipastikan mampu membungkam orang-orang yang suka meremehkan. Perlu diingat juga mengubah pola pikir seseorang memanglah sulit. Membuat semua orang suka kepada kita memanglah mustahil.
Cacian dari orang luar memanglah liar. Namun, cacian dari sang ayah lebih memanah. Ayah, apabila keberhasilanku menjadi tamparan keras untukmu. Maka besar harapku, semoga pemikiran ayah bisa terubah dan terarah. Untuk ayah-ayah di luar sana, semoga selalu bahagia bersama putra-putrinya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”