Tentang Kamu dan Janji yang Tidak Pernah Ditepati, Aku Memilih Untuk Diam.

Sudah kubilang berapa kali? Aku tidak pernah bisa untuk tidak melibatkanmu dalam apapun yang kulakukan. Bahkan, ketika tidur kau kerap kali kutemui dalam mimpi. Kau sering kali membuatku berkeringat dingin ketika terbangun. Aku merasa kau benar-benar sedang dihadapanku, berbicara denganku, tersenyum padaku. Padahal, kita begitu jauh dipaut jarak. Bertemu denganmu tentu memerlukan berbagai pengorbanan. Ah, tak perlu kusebutkan. Kau pasti paham.

Entah kapan Tuhan akan mempertemukan kita kembali. Entah dalam suasana yang bagaimana, perasaan dan isi kepala seperti apa.

Bahkan untuk yang sekarang, aku belum benar-benar mengerti. Mengapa ini begitu cepat. Namun, juga begitu mematikanku.

Semenjak pertemuan pertama kita, rindu menghajarku habis-habisan setelahnya. Dan hingga sekarang rindu masih memecutku ketika kuingat aroma tubuh dan sepasang mata teduh yang bersamaku malam itu. Milikmu. Mungkin, ini lebih dari apa yang orang-orang sebut dengan cinta.

Hingga pada hari itu, kau benar-benar membuatku tak habis pikir. Aku tidak pernah menyangka kau akan sampai hati melakukannya. Iya, kau tidak menepati perkataanmu sendiri.

Kau bilang akan menemuiku. Ah, mana? Kau tidak datang. Padahal, aku menunggumu. Kau, dengan sepihak membatalkan semuanya. Aku berangkat dengan riang ke tempat itu. Kau, memaksaku pulang dengan segala langkah kekecewaan.

Namun, sedikitpun aku tidak ingin menyalahkanmu. Aku memilih meng-iya-kan semuanya. Aku memilih diam, pura-pura tidak masalah. Seandainya kau tahu? Di balik itu dadaku seperti dipukul keras, lalu rapuh dan remuk.

Dan kau, membiarkan aku menanggung semuanya sendiri. Kau tidak peduli bagaimana aku menangis, berbicara dengan angin tentang sedalam-dalamnya kekecewaan. Kau tidak mau tahu bagaimana aku berusaha dengan segenap payahku untuk satu-persatu menyusun kembali remahan hatiku yang kau pecahkan. Lagi-lagi, aku memilih diam dan tidak menuntut apapun darimu.

Ini bukan masalah aku terlalu berharap atau kau pemberi harapan palsu. Sama sekali bukan. Ini tentang sebuah janji. Janji yang dengan begitu ringan diingkari.

Sayangnya, seingkar apapun kau jadi lelaki kepadaku, aku tidak mampu berbalik mengingkarimu. Karena dengan mengingkarimu, sama halnya dengan aku mengingkari hatiku. Bahwa aku tidak pernah ragu mencintaimu. Tanpa alasan apapun dan tanpa kau harus memberiku apapun.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ajak saya menelusuri kedalaman kata, kemudian ajari saya tentang kepekaan rasa. :)

4 Comments