Tumbuh Tanpa Seorang Ayah: Proses Pembiasaan yang Tidak Mudah

Hilang yang Menyisakan Kenangan

Hai apa kabar?

Advertisement

Terima kasih sudah berkenan untuk singgah di tulisanku ini. 

Berbicara tentang ayah, tentu takkan pernah ada habisnya. Ayah adalah lelaki pertama yang memberikan cinta dan kasih kepada putrinya. Lelaki pertama yang memberikan pelukan ketika putrinya merasa takut. Lelaki pertama yang mengenalkan cinta kasih seorang laki-laki dan lelaki pertama pula yang mengenalkan sakitnya kehilangan.

Ayah adalah cinta pertama bagi seorang anak perempuan dan bagiku, ayah jugalah sosok laki-laki pertama yang berhasil membuat hati putrinya patah. Tepat 12 November menjadi hari ayah yang tentunya setiap orang akan merayakannya. Entah itu dengan sekedar memberi ucapan, pelukan hangat, kumpul bersama atau bahkan rekreasi bersama. Namun tidak denganku. Ya, aku tidak pernah merasakan yang namanya merayakan hari ayah. Tidak pernah lagi merasakan bagaimana hangatnya pelukan seorang ayah apalagi merasakan bagaimana rasanya disayangi oleh seorang ayah.

Advertisement

Sejak kecil aku kehilangan itu semua. Masa di mana seharusnya aku merasa kebahagiaan dengan adanya keluarga yang lengkap justru sebaliknya. Aku merasa sepi, hari-hariku tidak pernah lagi dilalui bersama ayah. Laki-laki yang aku harapkan bisa selalu bersamaku nyatanya memilih pergi dan ya, tak akan pernah kembali.

Sakit yang dideritanya membuat dia harus menyerah dan meninggalkan istri serta dua orang anak. Waktu itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Yang aku tau, Ayah hanya sakit biasa dan pastinya akan sembuh. Sekitar 12 hari ayah di RS dan selama itu juga aku bolak-balik dari rumah ke RS. Harapanku seketika runtuh. Masa yang aku idamkan dengan hidup bersama kedua orang tua kenyataannya tidak akan pernah terwujud. Aku kehilangan dia, sosok yang paling aku sayangi dan sosok yang aku anggap paling kuat.

Advertisement

Tujuh tahun sudah berlalu dan selama itu juga aku menyimpan kerinduan. Sekarang aku sudah tumbuh menjadi seorang remaja. Melewati masa-masa remaja tanpa bimbingan seorang ayah memang tidaklah mudah. Kesedihan dan bahkan rasa iri terhadap teman yang masih mempunyai keluarga lengkap terkadang muncul dalam diriku. Tapi aku berusaha menepis semuanya. Mencoba menerima bahwa yang terjadi pada aku dan keluarga memang sudah seharusnya seperti itu. Beruntung aku memiliki seorang Ibu yang hebat. Dia yang menggantikkan sosok Ayah setelah tiada. Dia yang memberiku semangat dan dia juga yang selalu menguatkanku meskipun dirinya sendiri rapuh. 

Terima kasih untuk tetap hadir meskipun hanya dalam mimpi. Pada nyatanya, Ayah kini hanyalah sebuah ilusi yang takkan pernah aku miliki. Hanya kenangan yang mampu mengingatkan sisa memori yang pernah dilalui. Stay happy there because here I am happy too

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Public Health Students

CLOSE