Belajar dari Kegagalan (Lagi), Menjadi Pembelajar Sejati

Tulisan ini sengaja saya buat untuk berbagi pengalaman perjalanan ke pulau Kalimantan minggu kemarin dan hikmah di balik perjalanan panjang tersebut. Semoga tulisan ini dapat menebar energi positif bagi siapa saja yang mempunyai tekad kuat untuk berprestasi dan sedang berjuang untuk meraih mimpi.

Advertisement

Walaupun sebenarnya saya bukan orang yang kaya akan prestasi, setidaknya ‘kegagalan’ pada lomba kemarin dapat menjadi cambukan motivasi pada kita semua bahwa hidup itu perlu yang namanya ‘gagal’. Kenapa harus gagal? Karena dari kegagalan kita dapat belajar mengoreksi diri serta mengembangkan diri untuk menjadi lebih baik lagi.

Dan, kenapa pada judul tulisan ini saya cantumkan kata ‘lagi’? Pasti anda semua sudah dapat menebaknya, ya perjalanan ke Kota Tarakan Kalimantan Utara kemarin bukanlah pertama kalinya saya gagal dalam perlombaan. Terhitung pada tahun ini saja saya sudah gagal 2 kali.

Dan jika ditambahkan dengan tahun kemarin pun sudah beberapa kegagalan yang saya dapat. Tiga kali mengajukan PKM, dua kali mengajukan proposal PHBD, dua kali lomba Microteaching serta lomba MTQMN pun yang saya dapat hanya kegagalan. Sedih?

Advertisement

Pas awalnya sih iya, sedih banget. Tapi saya berpikir ulang, atas dasar apa saya harus terus menangisi kegagalan yang tidak akan mengantarkan saya pada kesuksesan? Justru itu, dengan kegagalan adrenalin saya semakin terpacu untuk mengikuti perlombaan yang lain.

Toh, kegagalan yang saya dapatkan belum seberapa dibandingkan dengan yang lainnya. Anda tahu kan Thomas Alva Edison juga harus gagal beratus-ratus kali hingga akhirnya ia sukses menemukan lampu yang mengantarkan namanya menjadi terkenal hingga saat ini.

Advertisement

Satu hal yang harus anda tanamkan kuat-kuat dalam benak, bahwa sebuah kegagalan yang anda dapatkan setara dengan koin yang anda tabung untuk kesuksesan. Habiskan saja stok gagal yang anda miliki, jangan pernah takut untuk terus mencoba. Karena tidak ada kesuksesan yang tidak dibarengi dengan kegagalan dan perjuangan.

Baik, itu hanya sebuah prolog dari saya agar semangat anda bangkit kembali. Mari kita kembali ke sebuah pertanyaan, “Kenapa saya bisa pergi ke Kalimantan sendiri, dan gratis pula?”

Ingat kawan! Semuanya itu tidak terjadi secara kebetulan, pasti hal ini sudah Allah SWT rencanakan. Kita perlu terus berdo’a disertai dengan ikhtiar yang maksimal. Percuma saja kita terus berdo’a tapi tidak ada usaha yang kita lakukan, atapun usaha terus tapi lupa meminta do’a kepada-Nya.

Keduanya harus dilakukan secara bersamaan, tidak boleh ada satu aspek pun yang dihilangkan. Sebuah kesalahan besar jika anda memandang saya bisa dengan enak jalan-jalan pergi ke Kalimantan secara gratis. Sebelumnya, dibalik itu butuh perjuangan besar agar mimpi besar ini bisa terwujud.

Dulu ketika masih SMP saya paling anti jika ada kegiatan “study tour” (yang katanya study, tapi kebanyakan tournya). Alasannya bukan karena saya anti sosial, tapi karena orang tua saya tidak mampu untuk membayarnya.

Melihat kondisi orang tua yang serba pas-pasan saya bisa menerimakannya, walaupun terpaksa saya harus berbohong pada teman-teman bahwa saya malas mengikuti study tour. Padahal dari hati yang terdalam, saya benar-benar ingin ikut. Namun kondisi yang memaksa saya untuk meredam keinginan ikut study tour tersebut.

Kejadian tersebut menjadi motivasi bagi saya agar bisa “study tour” ke mana saja, tapi tidak membebankan orang tua. Permasalahannya bukan di study tour, tapi sekuat apa anda dapat mewujudkan mimpi anda. Ketika saya dinyatakan sebagai mahasiswa pada tahun 2015 silam, mata saya terasa berbinar bahwa peluang mewujudkan mimpi tersebut sangat besar.

Ketika jadi maba, saya berjanji akan berkesempatan membawa nama baik kampus di kancah nasional. Qadarullah, Rencana Allah memang sangat indah. Pada tahun 2017 saya berkesempatan mewakili kampus di MTQMN XV dan pastinya bisa jalan-jalan ke Malang secara gratis pula. Yaa, walaupun tetap harus gagal.

Selain itu saya bermimpi suatu saat pasti saya dapat merasakan pengalaman bertrasnsportasi dengan kereta api dan pesawat terbang. Lalu dengan transportasi tersebut dapat mengantarkan saya ke beberapa daerah yang ada di pulau Jawa, luar Pulau Jawa, bahkan sampai luar negeri (aamiin, minta do’anya ya kawan semoga impian yang satu ini dapat tercapai).

Sesederhana itu kah mimpi saya? Yaa, bagi sebagian orang itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan mimpi. Namun, bagi saya itu mimpi istimewa yang harus diwujudkan (dengan izin Allah SWT). Karena dengan mimpi tersebut saya dapat mengubah pola pikir serta berpikir “out of the box”.

Manfaatnya yaa, dapat menjadikan diri kita kaya akan pengalaman, pengetahuan sehingga dalam pemecahan masalah kita tidak hanya dihadapkan pada satu sudut saja tetapi berpikir dari sudut yang berbeda-beda.

Pengalaman lomba Microteaching ke kota Tarakan Kalimantan Utara kemarin membuat saya kaya akan Kebhineka Tunggal Ika-an. Bahwa Indonesia itu luas kawan! Banyak sekali hal-hal yang tidak kita dapatkan di bangku kuliah. Persepsi awal saya bahwa orang-orang diluar pulau Jawa lebih keras dan kasar itu salah besar.

Bagaimana tidak? Pertama kali saya datang, mereka langsung menyambut saya dengan hangat. (Terima kasih ya buat semua panitia, kalian memang terbaik! Hehe). Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan, di antaranya semangat mereka untuk menuntut ilmu.

Jika anda lihat di peta, Kalimantan Utara terletak di ujung Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia serta terdiri dari beberapa kabupaten dan kota yang terpisahkan oleh satu pulau ke pulau lainnya. Jadi, mereka harus rela-rela berkorban menyebrang lautan dengan menggunakan perahu/kapal yang resikonya lebih tinggi daripada di daratan.

Selain itu, mereka juga harus berjuang hidup di daerah perbatasan. Semangat membangun SDM yang kuat menjadi latar belakang kenapa menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi itu sangat penting. Dan yang lebih membuat saya ironi adalah lulusan keguruan disana sangat dibutuhkan, berbanding terbalik dengan yang ada di pulau Jawa.

Di sini, banyak sekali sarjana pendidikan yang kerja tidak sesuai bidangnya bahkan ada yang masih pengangguran. Namun yang jadi pertanyaan adalah apakah para sarjana pendidikan yang ada di pulau Jawa siap untuk ditempatkan di perbatasan sana? Seketika saya termenung. Terima kasih Tarakan, karena telah mengingatkan saya pada mimpi terbesar yang belum saya wujudkan.

{Tasikmalaya, 26 April 2018}

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

I'm dreamer who wanna try reach all of my dreams

CLOSE