Jogja adalah satu-satunya alasan yang membuat saya tetap menjadi manusia, tempat kenangan raksasa kedua setelah jalan raya. Tempat di mana sebuah doa-doa dirapal kemudian didengar sang Maha apa saja. Kota, di mana hampir dengan sempurna berhasil menimbun seluruh kesepian kemudian digantikan dengan riuh rendah segala perputaran di dalamnya
Tentang tersenyum dan menyimpan umpatan di sela-sela macetnya jalan kaliurang waktu jam pulang kerja, tentang sebuah persahabatan ketika pukul 2 pagi pulang mabuk dijemput teman karena hasil dari minuman yang dibeli di kios kecil depan Kalimilk Jalan Kaliurang, tentang memahami setiap perpisahan dan pertemuan di stasiun tugu dan lempuyangan saat sore dan adzan maghrib bersahut-sahutan.
Oh iya, tunggu, kau mungkin tak pernah paham bagaimana puitisnya Jogja sampai kau mengitari jalur lingkar dari ujung hingga ke ujung saat tengah malam tiba. Barangkali jika sempat, tengoklah ke tepian jembatan sungai code jika petang menjelang, kau akan melihat bagaimana cinta tak lebih sederhana dari dua orang yang ngobrol ngalor ngidul tanpa topik yang pasti.
Saya menemukan cinta pada setiap sudut kota ini, pada setiap anak sekolah yang berebut bis jurusan Jogja-Tempel, pada setiap umpatan ibu ibu yang tergesa-gesa berangkat ke pasar saat pagi buta, pada setiap macet di jalanan pinggir ruko-ruko gejayan, pada setiap peluh yang jatuh menunggu lampu yang tak kunjung hijau di perempatan tugu jogja, pada setiap kafe kafe yang bertebaran menyimpan berbagai macam kenangan di dalamnya, pada senyum bapak-bapak penjaga parkir di sepanjang malioboro yang mengajarkan kita sebuah arti keikhlasan ketika seribu perak mereka perjuangkan di bawah terik matahari, pada setiap legamnya aspal yang menari-nari dari jalanan kabupaten hingga provinsi.
Mendadak saya teringat sebuah penggalan tulisan di novel PINDAH,
"Seketika kau akan berpikir tentang apa itu kebebasan. Samar-samar meracau tentang nasib buruk yang ada dalam setiap harimu. Bersungut atas pagi yang tidak pernah berjalan sesuai maumu. Namun, sepanjang apa pun kautuliskan hal yang tidak kau suka tentang kota asalmu, indung dari awal perjalananmu, ari-ari pusarmu, ia yang selalu menjadi jalan setapak bagimu untuk pulang, untuk kembali"
Jogja, adalah kota yang dibangun dengan puisi sebagai pondasi.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Eka Wulan karna d jogja lahiir org kayak km wkkwkwkw
Okeee terimakasih.. saya nangis bacanya?
Jogja itu rumah. Ke jogja itu pulang. Asal gak pas weekend aja, macetnya astaga
Ya saya rindu jogja
Klo KULINER DIJAWA Asli Enak2x Looch..Cita Rasanya..ma Pariwisatanya..:-)
Jogja yg dulu bukanlh yg skrg… fiks jogja wes didol …
Yullie Mega
Yullie Mega Iriantari
nyoohhh Dhyna Whae ..
Osvaldo Herri Bangun niih… ciecie
Jogja ibarat mantan terindah yang susah banget buat move on nya?…