Menikah Bukanlah Soal Siapa Cepat Dia Menang, Melainkan Perkara Kemantapan Hati. Kamu Setuju?

Yang masih punya pikiran kalau menikah itu ajang perlombaan, mari merapat, kita diskusikan lebih dalam lagi! :)

Menikah terutama menikah muda adalah topik yang sedang beneran hits alias sedang hangat-hangatnya di kalangan saya and the gank. Di kalangan teman-teman sepergaulan, sepermainan. Awalnya ngebahas masalah kerjaan masing-masing, kampus masing-masing. Eh, ending nya soal nikah muda juga Berbicara soal menikah muda masing-masing dari kita tentu punya pemikiran sendiri-sendiri, pendapat serta jawaban sendiri, ya.


Mungkin ada yang mengiyakan, dan bukan tidak mungkin ada juga yang say no to nikah muda. Ada pro tentu juga ada kontra. Betul? Ya sudahlah ya, perbedaan pendapat itu wajar. Saling menghargai saja. Semua tentu punya pilihan masing-masing.


Mau menikah muda, menikah cukup umur, menikah lewat target usia masyarakat Indonesia (kebanyakan), bahkan mungkin menikah tua. Semua tergantung pilihan kita, karena kita memang bebas memilih kapan waktu terbaik menikah versi kita. Right? So, biarkan mereka tetap dengan pilihan masing-masing.

Berbicara soal pilihan nih ya, saya adalah salah satu dari sekian orang yang memilih menikah di kisaran usia 30 tahun (kurang-lebih, plus-minus.).

Buset, nggak ketuaan tuh? Nggak sih. Karena saya sudah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik lagi bijak. Jangan pada koar-koar dulu ye? Izinkan saya klarifikasi. Berasa artis lu? Back to topic. Kenapa saya memilih menikah di kisaran usia 30 tahun? Bukan tanpa pertimbangan, bukan tanpa pemikiran, apalagi perkiraan. Hehe.

Banyak alasan sih. Salah satu dari sekiannya adalah saya ingin menyelsaikan pendidikan terlebih dahulu, minimal S2 lah ya. Karena saya adalah salah satu dari sekian orang yang meyakini jika pendidikan tinggi adalah bekal tuk jadi istri plus Ibu. Selain itu saya ingin menikmati masa muda, puas-puasin main ke sana-sini.

Bukan berarti saya beranggapan setelah menikah tidak bebas lho ya? Karena nyatanya memang tidak begitu. Buktinya banyak teman-teman saya yang telah menikah tetap bisa melanjutkan pendidikan, tetap bisa menemani saya jalan ke sana-kemari. Cuma ya nganu, nganu lho ya, emh, kurang bebas.

So, saya memilih menikah di kisaran usia 30 tahun. Ya, memang sih, jodoh nggak ada yang tahu. Toh, kalau jodoh sudah datang saya tidak akan bisa mengelak apalagi menolak, bukan? Meski begitu setidaknya saya sudah memasang target, sudah punya perkiraan.

Seperti saya yang memiliki pilihan kapan waktu terbaik menikah (maybe), saya percaya kamu dan mereka juga memiliki kapan waktu terbaik menikah. Entah itu kepala dua, kepala tiga, menikah sesuai target usia masyarakat Indonesia (kebanyakan). Selain Tuhan, kamu adalah yang paling tahu kapan waktu terbaik menikah untukmu dan dia.

Karena memang menikah itu soal pilihan. Kapan benar-benar siap. Yaps! Soal kapan beneran siap. Bukan lain di mulut, lain di hati. Bukan sekedar pengen, bukan asal teriak siap, bukan ikut-ikutan teman apalagi trend. Bukan juga soal ketularan. What the maksud? Ketularan? Ketularan pengen ikut nikah juga maksudnya.

Kan sekarang ini sering tuh, saat datang kondangan, melihat temannya menikah, lalu kepengen lekas menikah juga,seriously? Kalian menikah cuma gara-gara kepengen, cuma karena melihat teman menikah, karena keinginan sesaat? Heh, come on. Menikah enggak sesederhana itu. Menikah bukan perkara hari ini pengen, terus kudu-harus-cepat segera terlaksana juga.

Saat sesudah menikah nanti tidak akan seindah masa-masa pacaran, menikah itu nggak segampang pacaran. Percaya deh sama saya, menikah itu nggak segampang hari ini kamu pengen barang branded tertentu terus kudu wajib harus kamu punya detik itu juga. Nggak segampang itu. Dampaknya bagi hidupmu nggak sereceh itu.

Okey, kalian boleh bilang saya sok tahu. Saya memang belum menikah, boro-boro menikah, asmara ae sering kandas. Huhu~~ betapa mirisnya hidup saya ya? Back to topic.

Please jangan negative thinking. Di sini saya hanya mencoba membuka sedikit pikiran kalian. Ini bukan berniat meracuni, bukan juga menghasut. Hanya mencoba membuka sedikit pikiran kalian kalau memutuskan untuk menikah muda enggak sesederhana itu. Buat yang cewek nih, saya mau tanya deh, tanya doang ko girls. So, woles. Kalian beneran udah siap lahir batin, 'kan? Enggak cuma di mulut, tapi dalam hati masih terselip ketidak-yakinan.

Beneran nih, siap jadi istri?

Hidup kamu nggak akan sebebas dulu loh, sebebas-bebasnya kamu nanti, kamu harus ingat kalau ada suami yang harus selalu kamu patuhi apapun titahnya. Siap? Keputusanmu nanti (setelah menikah -read) adalah keputusan yang juga harus di setujui suami. Bila suamimu tidak setuju kamu tidak akan bisa melangkah, barang satu langkah saja. Udah siap nih bangun pagi? Even sebelum suami kalian bangun kalian harus-kudu-wajib bangun terlebih dahulu.

Menyiapkan segala keperluan suami di pagi hari. Jangan harap deh kamu masih bisa minta bantuan Ibumu, jangan harap deh kamu masih bisa leha-leha bangun telat apalagi siang. Bangun siang itu enggak ada dalam kamus seorang istri. Mau atau enggak, ngantuk atau enggak kamu harus tetap bangun pagi. Sarapan suamimu bukan lagi tanggung jawab ibunya.

Melainkan sudah berpindah tangan secara resmi, secara sah keatas tanganmu. Siap? Siap mengerjakan pekerjaan rumah? menyapu, mengepel, mencuci, nyetrika, masak, dan lain-lain. Siap girls? Kan ada Bibi, ada Art, ada Mbak. Nggak usah ribet sih. Buat kamu yang diam-diam menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban seperti itu, 'ta saranin mundur deh. Ya masa segampang itu kamu menyerahkan urusan rumah tangga pada si Mbak.

Syukur-syukur kalau suamimu nanti memang mampu menggaji si Mbak, kalau enggak gimana? Lagian, ya kali kamu mau membiarkan suamimu diurus si Mbak sepenuhnya. Nanti kalau dia kepincut sama si Mbak gimana? Nothing is impossible. Kamu ngapain dong kalau semua udah di urus sama si Mbak? Leha-leha? Come on girls, semua enggak segampang itu.

Semua enggak semudah yang ada di bayanganmu, enggak segampang yang kamu kira. Siap? Apa kamu juga udah siap jadi Ibu? Hamil, melahirkan, ngurus anak? Siap? Jangan bilang kamu berencana menyerahkan pengasuhan anakmu pada Mbak juga ya. Jangan! Anakmu bisa lebih dekat dengan si Mbak nanti dari pada sama kamu yang notabennya adalah Mamanya sendiri. Mau emang? Siap bangun tengah malam demi anakmu?

So, sampai sini, yakin siap? Kalau belum, kamu masih bisa mundur.

Nah, sekarang giliran yang laki saya tanya. Teruntuk para lelaki yang sudah dengan pedenya melamar anak gadis orang. Sure? Selepas menikah nanti tanggung jawabmu sudah benar-benar bertambah secara resmi, secara sah lho. Ada anak gadis orang yang siap, harus kamu nafkahi bener-bener. Mampu? Bagus kalau mampu, kalau masih enggak yakin nih ya, mending mundur.

Apa? Mau teriak bilang kalau menikahkan susah bareng, senang bareng. Wah, parah ya. Masa belum apa-apa udah punya niatan mau ngajak susah anak gadis orang. Ngajak anak orang menikah cuma untuk diajak susah. Anak orang mau kamu ajak susah selepas menikah nanti dengan dalih basi kayak gitu.

Heh, catat baik-baik ya. Sesusah apapun Ayah-Ibu doi mereka tetap mau mengusahakan yang terbaik untuk anak gadis mereka, sejak dia lahir Ayah-Ibunya nggak pernah mau melihat anak gadis kesayangannya susah. Terus kamu, kamu dengan gampangnya mau ngajak dia susah bareng. Susah mah jangan ngajak-ngajak. Sampai sini siap? Lanjut kalau siap.

Siap jadi imam? Siap jadi Ayah?

Selepas jadi kepala rumah tangga nanti kamu harus selalu mendahulukan kepentingan keluargamu, kepentinganmu mah nomor sekian. Ibaratnya nih boys selapar-laparnya kamu, kamu harus selalu mendahulukan kekenyangan keluargamu kelak. Perutmu tidak jauh lebih penting ketimbang perut anak-istrimu. So, siap? Mantap kalau siap, silakan lanjut.

Nah, setelah baca ulasan di atas kalian yakin udah benaran siap? Enggak cuma terpengaruh sama teman-teman kamu yang sudah duluan menikah? Yakin siap membangun mahligai rumah tangga? Menjadi suami atau istri? Menjadi Ayah atau Ibu?

Lanjutkan kalau siap. Menikah itu bukan perkara hari ini, besok selesai. Enggak sesimpel itu, dampaknya seumur hidup. So, pertimbangkan segala sesuatunya dengan benar lagi bijak. Menikah itu bukan perlombaan, bukan soal siapa cepat dia menang. Bukan juga soal siapa cepat dia dapat. Melainkan perkara kemantapan hati.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Freelance Writer • Blogger • Penjelajah • Mahasiswi • Faculty Of Law // Biasa di panggil Lisa atau Ica, suka sebel kalau di panggil Risa atau Nisa. Gadis biasa perpaduan Jawa-Sulawesi. Gadis biasa dengan segudang mimpi tak biasa. // #SukaBacaDoyanNulis #SukaJajanDoyanMakan #SukaJalanDoyanMinggat // Email: lisaevasartika30@gmail.com (Office) // KataLisa ? (1) https://galerikatalisa.wordpress.com (2) https://goresanpenalisa.wordpress.com (3) Wattpad: @Klisaevasarttika (Alana, Now Showing.)