6 Gejala DBD yang Jangan Sampai Disepelekan. Kalau Demamnya Turun Drastis, Awas Masa Kritis!

gejala DBD

Di tengah mewabahnya pandemi covid-19, tak sedikit dari masyarakat kita yang juga bergelut dengan penyakit demam berdarah. Demam berdarah atau yang dikenal dengan sebutan DBD (Demam Berdarah Dengue) ini memang sudah jadi penyakit menular langganannya penduduk di wilayah tropis, termasuk juga Indonesia. DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dengan ciri-ciri memiliki totol putih di tubuhnya dan kerap menghisap darah pada pagi hingga siang hari. Itulah kenapa, sebaiknya nggak tidur saat pagi hingga siang hari, kecuali untuk anak bayi atau lansia, ya.

Selain demam tinggi dan ruam, DBD bisa menyebabkan nyeri sendi dan otot, seringkali juga mengalami kelelahan jangka panjang. Dalam kasus yang parah, DBD bisa mengancam jiwa yang mengakibatkan nyeri perut dan muntah, sulit bernapas, dan penurunan trombosit darah hingga pendarahan internal. Makanya, begitu ketahuan gejalanya, penderita DBD harus ditangani segera. Masalahnya, banyak yang belum paham gejala DBD karena hampir sama dengan penyakit lain dengan gejala demamnya, termasuk tifus.

Biar nggak salah terka, berikut ulasan Hipwee mengenai gejala DBD dan cara mengobatinya yang bisa kamu baca-baca kapan saja.

Gejala DBD yang nggak boleh diabaikan. Biasanya mulai muncul sekitar empat sampai sepuluh hari setelah digigit nyamuk pembawa virus

1. Demam tinggi yang terjadi secara mendadak

demam tinggi via www.medicalnewstoday.com

Ini yang sering disepelekan karena gejala ini mirip dengan beberapa penyakit lainnya yang juga muncul demam. Kamu harus pahami perbedaan demam biasa dengan demam yang disebabkan oleh DBD. Pertama, demam DBD bisa mencapai 40 derajat Celcius hingga membuat penderitanya menggigil. Kedua, demam DBD berlangsung sepanjang hari selama dua hingga tujuh hari. Nggak seperti demam pada tifus yang naik turun dan berpola waktunya. Ketiga, demam DBD nggak disertai dengan gejala bersin atau batuk seperti pada flu.

Demam yang menjadi gejala DBD pada anak juga bayi saat terinfeksi justru mengalami demam yang cenderung ringan.

2. Sakit kepala parah hingga bagian belakang mata

sakit kepala parah via www.hematologyadvisor.com

Beberapa jam setelah mengalami demam, gejala yang akan muncul selanjutnya adalah sakit kepala yang cukup parah. Biasanya rasa sakit ini terjadi di sekitar dahi hingga pada bagian belakang mata. Kondisi ini merupakan gejala umum yang sering terjadi. Nah, gejala DBD pada anak balita biasanya baru muncul pada empat hingga tujuh hari terinfeksi.

3. Muncul ruam merah di bawah kulit

bintik merah via www.medicalnewstoday.com

Gejala DBD yang sangat khas adalah muncul bintik merah di bagian bawah kulit yang terjadi akibat pendarahan dan nggak pudar jika ditekan. Biasanya, bintik merah ini baru akan muncul setelah penderita mengalami demam selama beberapa hari. Pada beberapa kasus, demam DBD juga akan menyebabkan mimisan dan pendarahan ringan pada gusi. Kemunculan ruam merah ini juga menjadi salah satu gejala DBD pada anak dan bayi.

4. Nyeri pada otot, sendi, dan tulang

nyeri otot dan menggigil via www.medicalnewstoday.com

Pasien juga umumnya akan merasakan nyeri pada bagian otot, sendi, dan tulang yang mulai terasa setelah kemunculan demam. Terkadang juga terdapat nyeri pada ulu hati yang khas — yang bukan seperti mag. Gejala DBD ini disertai dengan tubuh menggigil dan berkeringat.

5. Mual dan muntah

mual dan muntah via healthcuretips.com

Pada beberapa pasien, masalah pencernaan juga bisa terjadi, seperti mual dan muntah. Gejala ini bisa terjadi selama dua sampai empat hari. Jika timbul gejala DBD pada bayi yang terus-menerus mengalami muntah dan nggak nafsu makan, maka perlu segera dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan cairan infus.

6. Kelelahan akibat imun yang melemah

kelelahan via review.bukalapak.com

Setelah demam tinggi, nyeri otot, mual dan muntah, hingga hilang nafsu makan, penderita DBD akan mengalami lemas dan kelelahan. Kondisi ini terjadi karena kurangnya asupan makanan dan sistem imun tubuh yang melemah. Perbanyak minum dan konsumsi beberapa asupan yang dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam tubuh.

Gejala DBD pada ibu hamil nggak berbeda jauh dengan gejala DBD pada umumnya, tapi jelas perlu kewaspadaan yang lebih ekstra

gejala DBD pada ibu hamil via www.medicalnewstoday.com

Berdasarkan Centers Disease for Prevention (CDC), berikut gejala DBD pada ibu hamil yang sering dirasakan:

  • Demam tinggi lebih dari 38 derajat Celcius dan berlangsung selama tiga sampai tujuh hari.
  • Perubahan suhu tubuh dari demam tinggi menuju di bawah 35 derajat Celcius hingga menyebabkan tubuh menggigil.
  • Sakit perut yang cukup parah
  • Muntah terus menerus
  • Trombosit menurun drastis
  • Gusi dan hidung berdarah
  • Gejala syok seperti gelisah, keringat dingin, serta denyut jantung yang meningkat tapi lemah.
  • Muncul bintik merah di kulit akibat perdarahan di dalam tubuh.
  • Penumpukan cairan di antara dua lapisan pleura atau selaput paru.
  • Penumpukan cairan di perut

Jika gejala-gejala di atas diabaikan dan nggak segera ditangani, maka bisa mengakibatkan kematian pada ibu dan janinnya.

Kenali 3 fase penyakit DBD mulai dari fase demam hingga penyembuhan

1. Fase demam

masa demam via www.thedailystar.net

Fase awal demam berdarah disebut dengan fase demam, yakni saat terjadi demam tinggi sebagai gejala DBD paling umum terjadi. Pada fase ini, penderita akan mengalami demam secara tiba-tiba hingga mencapai 40 derajat celcius selama dua sampai tujuh hari. Kalau demamnya lebih dari 10 hari, kemungkinan sakitnya bukan DBD.

Seringkali, demam ini juga disertai dengan muka kemerahan, kulit memerah, nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, dan sakit kepala. Ada juga gejala seperti nyeri dan infeksi tenggorokan, sakit di sekitar bola mata, hilang selera makan, mual dan muntah. Gejala-gejala ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit yang mengarahkan dokter pada diagnosis demam berdarah. Jika ada yang menanyakan gejala DBD hari ke 5, kemungkinan kondisinya masih pada fase demam ini.

Pada fase ini,  penderita demam berdarah dianjurkan untuk memperbanyak minum air putih untuk membantu menurunkan suhu tubuh dan mencegah dehidrasi. Juga harus terus dipantau karena kondisi di fase pertama ini rentan untuk memasuki fase kritis.

2. Fase kritis

masa kritis via www.hazipatika.com

Fase kritis ini ditandai dengan penurunan suhu tubuh hingga 37 derajat Celcius ke suhu normal. Penderita akan merasa baikan dan sembuh hingga bisa beraktivitas kembali, padahal di sinilah yang perlu diwaspadai mengingat fase kritis ini biasanya menjadi ‘pengecoh’.

Selama masa transisi dari fase demam ke fase kritis, pasien memasuki risiko tertinggi untuk mengalami kebocoran pembuluh darah dengan ciri-ciri muntah secara terus menerus, mimisan, pembesaran organ hati, atau nyeri perut yang tak tertahankan. Karenanya, pasien harus cepat ditangani oleh tim medis karena fase kritis ini berlangsung nggak lebih dari 24-38 jam. Kalau diabaikan, trombosit akan meluncur turun drastis dan mengakibatkan perdarahan yang seringnya nggak disadari.

Kunci utama untuk menurunkan kemungkinan komplikasi atau kematian pada penderita DBD adalah dengan memberikan asupan yang dapat menaikkan jumlah trombosit pada saat memasuki fase kritis. Salah satu contohnya adalah jambu biji yang mengandung trombinol dan quercetin. Selain jambu biji, ada angkak, echinacea, daun pepaya, serta buah dan sayur yang mengandung vitamin C.

3. Fase penyembuhan

Setelah berhasil melewati fase kritis, penderita DBD akan kembali merasakan demam. Tapi, demam kali ini nggak perlu terlalu dikhawatirkan karena kondisi ini merupakan fase penyembuhan — trombosit akan perlahan naik dan normal kembali. Cairan tubuh akan kembali secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.

Memasuki fase ini, kesehatan pasien DBD akan berangsur-angsur membaik yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan, penurunan gejala nyeri perut, dan fungsi diuretik yang membaik. Jumlah sel darah putih akan kembali normal yang diikuti dengan pemulihan jumlah trombositnya.

Penting untuk memahami gejala DBD yang dialami baik pada bayi, anak, dewasa, hingga ibu hamil agar bisa dilakukan penanganan yang tepat demi keselamatan jiwa. Jangan sepelekan lagi, ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

salt of the earth, light of the world

Editor

salt of the earth, light of the world