Kita Memang Wajib Peduli, Karena Hiu Tak Seharusnya Jadi Sup Atau Lauk Pendamping Nasi!

Belum lama ini, kita dikejutkan sebuah liputan di tayangan berita milik salah satu stasiun televisi nasional berlambang Rajawali—yah, tayangan di televisi memang banyak yang gak mendidik sih, tapi yang satu ini bukan cuma gak mendidik, lebih tepatnya bikin geram. Liputan itu membahas tentang kuliner tongseng hiu. Alhasil, tayangan ini pun menuai kecaman dari netizen yang peduli dengan kelangsungan hiu di lautan kita.

Advertisement

Eh, beberapa hari berselang, muncul liputan kuliner yang sama, hanya saja kali ini di kanal televisi yang berbeda—yang katanya sih “Memang Beda”. Sontak saya berseru, “What The F…?!” (Jangan ditiru ya, yang ini juga gak mendidik, hehehe).

Ternyata, media besar pun gak bisa jadi jaminan kalau mereka mampu mengedukasi masyarakat dengan benar, terlebih lagi media-media yang pemiliknya punya agenda politik tertentu. Media-media ini justru latah dan caper lewat cara yang gak mendidik dengan harapan kanal mereka mendapat lebih banyak perhatian. Hm, mendapat lebih banyak hujatan sih iya!

Lantas, kenapa sih banyak orang yang perhatian banget sama hiu? Sampai-sampai liputan kuliner yang terkesan sepele itu dikecam sampai segitunya?

Advertisement

Peran hiu penting banget buat kelangsungan kehidupan di laut. Absennya hiu bisa mengancam keseimbangan ekosistem laut kita

Pentingnya hiu bagi ekosistem di lautan

Pentingnya hiu bagi ekosistem di lautan via www.wwf.or.id

Sebagai salah satu apex predator atau predator di puncak rantai makanan, hiu memegang peranan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem di lautan. Kamu pasti masih ingat pelajaran tentang rantai makanan yang diajarkan di mata pelajaran Biologi, ‘kan? Absennya salah satu elemen rantai makanan akan mempengaruhi keseimbangan seluruh populasi hewan yang terlibat dalam rantai makanan itu.

Nah, ketika terjadi ketimpangan dalam ekosistem di lautan, kita juga kena imbasnya. Bisa-bisa, kita gak bisa lagi menikmati hidangan seafood yang lezat dan melimpah di meja kita. Gak ada lagi cumi goreng tepung yang lezat. Gak ada lagi nasi sarden Aa Burjo yang jadi andalan perbaikan gizi mahasiswa-mahasiswa yang kiriman uangnya tak seberapa.

Kamu yang gemar snorkeling dan diving juga gak lagi bisa menikmati indahnya terumbu karang warna-warni di bawah air. Bisa-bisa, keelokan Kepulauan Derawan atau Bunaken cuma jadi legenda buat anak cucu kita. Hayo, masih mau konsumsi hiu?

Advertisement

Meski punya peran yang begitu penting, hiu nyatanya masih terus diburu sehingga populasinya menurun drastis

Perburuan hiu harus dihentikan

Perburuan hiu harus dihentikan via ikaningtyas.blogspot.com

Ironis. Dari status pemburu, kini hiu menjadi yang diburu. Tingginya perburuan hiu ini tak lain karena tingginya permintaan pasar akan sirip hiu dari negara-negara di Asia seperti Tiongkok. Di sana, sup sirip hiu memang menjadi makanan dengan prestis yang tinggi dan dihargai sangat mahal. Gak heran, karena dulu hanya raja dan orang penting saja yang memakannya. Konon, sirip hiu dipercaya bisa meningkatkan vitalitas dan beragam manfaat kesehatan lainnya.

Sirip hiu bernilai antara 750 ribu sampai dua juta rupiah per kilogramnya. Dengan harga semenggiurkan itu, tak heran kalau nelayan menjadikan hiu sebagai salah satu incaran utama.

Sebagai salah satu negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, Indonesia menjadi penangkap hiu terbesar di dunia dan menyumbang seperlima dari total tangkapan hiu secara global, seperti yang dilansir oleh TRAFFIC , jaringan pemantau perdagangan satwa liar. Sebagian besar sirip hiu hasil tangkapan di Indonesia umumnya diekspor, sedangkan dagingnya diolah untuk masakan di warung makan dan restoran-restoran, seperti pada tayangan TV yang kita singgung di atas.

Eksploitasi besar-besaran membuat populasi hiu di lautan menurun drastis selama beberapa dekade terakhir. Diperkirakan lebih dari 100 juta hiu dibunuh tiap tahunnya demi untung dan gengsi yang gak seberapa.

Padahal, seekor hiu dewasa cuma menghasilkan anakan kurang dari sepuluh ekor dengan periode reproduksi cuma sekali dalam 2-3 tahun. Hiu juga membutuhkan waktu antara 4-15 tahun untuk tumbuh dewasa.

Bandingkan dengan ikan cakalang yang tumbuh dewasa dalam 1,5 tahun dan bisa menetaskan jutaan ekor dengan periode reproduksi 3 sampai 4 kali setahun. Kalau gini terus, lama-lama hiu bisa beneran habis!

Padahal, hiu akan jauh lebih bermanfaat dalam keadaan hidup daripada cuma jadi lauk pendamping nasi di piringmu

Berenang dengan hiu

Berenang dengan hiu via www.dailymail.co.uk

Satu porsi sup sirip hiu bisa dibanderol sampai jutaan rupiah. Sementara, daging hiu jauh lebih murah, umumnya dibanderol dengan kisaran harga belasan sampai puluhan ribu per porsinya. Tak cuma dikonsumsi, bagian tubuh hiu juga dimanfaatkan untuk bahan kosmetik.

Seekor hiu cuma punya nilai ekonomis beberapa juta aja kalau dikonsumsi.

Belum lagi ditambah kerugian buat yang mengonsumsinya. Iya, dong. Kandungan merkuri dalam daging hiu ‘kan sangat tinggi, bisa mencapai 42 kali di atas ambang aman dan bisa menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan saraf, menurunnya kekebalan tubuh, sampai kanker. Masih mau bilang daging hiu itu baik buat kesehatan? Soal meningkatkan vitalitas dan sebagainya, itu masih mitos lho, belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikannya.

Tapi, kalau hiu dibiarkan hidup di lautan dan dijadikan komoditas pariwisata, seekor hiu bisa memberikan sumbangan devisa sebesar Rp 300 juta sampai dengan Rp 1,8 miliar per tahun .

Ya, hiu bisa menjadi daya tarik wisata yang sangat menjanjikan jika dikelola dengan baik. Contohnya adalah kawasan Raja Ampat. Lewat Perda No. 92/2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta dan Jenis-Jenis Ikan Tertentu di Perairan Kabupaten Raja Ampat, daerah ini menjadi satu-satunya yang melarang perburuan hiu.

Dengan kesadaran dari nelayan dan warganya, Raja Ampat menjadi tempat yang nyaman bagi hiu dan mendatangkan nilai ekonomis yang tinggi lewat sektor pariwisata. Siapa yang untung? Semuanya. Ya wisatawan, pengelola tempat wisata, maupun warga lokalnya.

Mudah-mudahan aja hal ini bisa diterapkan di tempat-tempat lainnya, terutama di daerah yang masih marak dengan penangkapan hiu.

Nah, gimana? Masih mau abai dengan keberlangsungan hiu di laut kita?

Yuk, mulai peduli!

Yuk, mulai peduli! via proof.nationalgeographic.com

Lingkungan menjadi rusak karena manusia mengabaikan nuraninya dan mengedepankan egonya.

Sebagai traveler yang bertanggung jawab, kita pastinya ingin keindahan yang kita nikmati sekarang bisa juga dirasakan oleh anak cucu kita. Peduli dengan hiu adalah salah satunya. Hiu bukanlah makhluk yang harus ditakuti dan dibasmi, melainkan hewan yang harus dijaga kelangsungannya.

Sebagai individu dan konsumen, kita punya kekuatan untuk menciptakan perubahan. Banyak kok caranya. Misalnya dengan tidak mengkonsumsi daging hiu maupun produk-produk olahannya, menghindari restoran yang menyediakan menu olahan hiu, sampai berpartisipasi dalam kampanye penyelamatan hiu, baik secara online maupun secara nyata.

Jangan pernah berpikir, “Ah saya mah apa atuh, cuma remah-remah rempeyek.” Percaya deh, kepedulian kamu pasti bakal digaungkan oleh orang yang sama-sama peduli.

Kamu cukup melakukan satu langkah sederhana: mulailah peduli.

Referensi:

savesharksindonesia.org

wwf.or.id/SOSharks

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengagum senja dan penggubah lamunan menjadi kata. Doyan makan pisang goreng di sela-sela waktunya.

CLOSE