Cerita Pembalasan di Ruang Akasia 24

Aroma rumah sakit memang selalu bisa membuatku benci apapun yang ada di dalamnya. Tidak ada tempat yang sangat pasti statusnya, selain rumah sakit. Jika anda sedang tidak sakit, anda tidak mungkin dikirim ke tempat ini. Tempat yang penuh dengan orang-orang yang setiap malam acap kali sedih dan religius mendadak, dekat dengan Sang Pencipta untuk meminta agar penyakit di dalam tubuhnya segera dicabut.

Advertisement

Hari ini, aku bersama dengan kawan-kawan sanggar tari tempatku berlatih pergi menuju ruang Akasia 24 di salah satu rumah sakit di Samarinda. Dengan tujuan yang sama, kami hendak menengok teman baik kami bang Hengky yang sudah seminggu ini mendekap di bawah selimut rumah sakit.

Hawa dan bau-bauan obat khas rumah sakit langsung menyergap secara kasar hidungku yang pesek. Atau mungkin juga bukan hanya hidungku, melainkan juga hidung kawan-kawanku saat ini. Kalau bukan karena kawan kami yang sekaligus juga senior kami bang Hengky, aku mungkin tidak ingin masuk ke tempat ini. Tidak!

Kulihat dari kaca luar, bang Hengky terbaring dengan infus beserta selang dan instrument pendukung lainnya yang menempel di tangan yang terkulai lemas tak berdaya di atas kasur itu. Dari jauh, kami melihatnya seperti sedang tidur tapi tidak nyenyak sama sekali. Hendak dikata bangun pun kami berdosa, sebab matanya benar-benar tertutup rapat dengan mulut yang sedikit terbuka, sebagai media untuk dirinya menarik nafas dan mengeluarkan cairan yang sebenarnya berbau nikmat untuk sang empunya, tapi tidak untuk orang lain. Iler.

Advertisement

Nafasnya sangat pendek sekali. Seperti hendak sold-out tapi Tuhan masih memberikan re-stock terus-menerus.

Kami masuk ke ruang rawat dan lekas disambut oleh keluarga bang Hengky yang terlihat jelas di wajah mereka, penuh dengan tanya yang mereka sendiri masih belum mampu menjawabnya. Sangat susah digambarkan bagaimana kengerian yang terlukis di wajah keluarga saat ini, karena begitu ngeri jugalah kondisi bang Hengky.

Advertisement

Seusai melatih kami tari, ia seketika terkulai lemas dan ambruk di aula tempat kami berlatih. Tidak melihat tempat itu bersih atau tidak, tubuh bang Hengky lekas rebah tak berdaya. Kami yang gugup seketika membawanya ke rumah sakit ini dan sampai sekarang, dokter masih belum tahu penyakit apa yang menyerangnya.

Bang Hengky adalah senior di sanggar tempatku latihan menari. Ia termasuk salah satu didikan sanggar Jempai yang terbilang sangat sukses. Bang Hengky bahkan menjadi satu-satunya penari yang mewakili kota kami, untuk masuk dalam salah satu proyek besar seniman di tingkat Nasional yang melibatkan penari-penari hebat dari berbagai kota di Indonesia.

Kemampuan bang Hengky tak hanya dalam tari daerah pedalaman dan pesisir suku Kalimantan. Bahkan tak berlebihan bila ia dikatakan sebagai perpustakaan berjalan untuk para penari jika ingin belajar tarian tradisional yang ada di seluruh Indonesia. Jangan tercengang, ia nyaris bisa melakukan 42 jenis tarian tradisional. Ingat itu baik-baik!

Jika anda memiliki pertanyaan tentang tarian tradisional Indonesia, coba tanyakan padanya. Ia akan memberi tahu dan akan memberikan contoh sampai anda paham sepaham-pahamnya. Kecuali anda memang tidak memiliki bakat menari atau anda lupa membawa otak anda yang mungkin berbentuk portable. Semoga alasan anda hanya yang pertama, amiinn.

Selain kemampuan dan pengetahuannya tentang tarian tradisional yang sangat sahik, ia juga sangat handal mengusai tarian modern seperti hiphop style, baik itu yang berbentuk popping, breaking bahkan looking sekalipun. Bang Hengky adalah salah satu orang yang diberikan talenta murni seorang penari yang baik, private langsung oleh Tuhan.

Bang Hengky termasuk penari yang tidak mau menutup-nutupi ilmu yang ia punya, siapa yang bertanya tentang tarian padanya, ia akan siap sedia menjawab. Namun ini jugalah yang membuat bang Hengky terlihat sangat sombong.

Keahliannya dalam bidang menari memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Bahkan ia diakui sebagai ahli tari bukan hanya di kalangan masyarakat kota kami, tapi juga di kalangan masyarakat di luar kota Samarinda. Sayangnya hal tersebut juga berjalan beriringan dengan keangkuhannya yang secara tidak langsung dikenal luas oleh seluruh masyarakat di kota.

Bang Hengky adalah orang yang tidak akan pernah mau mengisi suatu acara, jika ia tidak diberikan uang yang sesuai seperti yang ia harapankan. Bahkan tak segan-segan ia menolak mentah-mentah acara yang memintanya tampil namun bersifat Charity. Namun jika suatu acara memberikannya imbalan yang pas, tak usah ragu, pastilah acara itu akan sukses dan menjadi sangat berkesan karena penampilannya. Ia memang orang yang hidup diantara talenta dan uang. Tak punya uang? Menjauhlah!

Bang Hengky memang benar adalah orang yang tidak pernah pelit terhadap ilmu, siapa pun yang bertanya tentang tarian padanya, ia akan menjawab. Namun entah hantu macam apa yang merasuki jiwanya, sampai-sampai memperlakukan kami sebagai junior dengan sangat berbeda, kerap kali kami dipandang sebelah mata. Telinga kami sudah kebal ketika mendapatkan cemoohnya, jika kami menampilkan tarian yang tidak sesuai seperti apa yang ia harapkan. Tidak ada benci, namun hanya sedikit rasa kesal karena apa yang kami lakukan, sebenarnya sudah sesuai dengan apa yang ia latih, tapi terus saja ia menganggap kalau tarian kami tak kunjung benar.

Lama-kelamaan, akhirnya kami mencoba terkesan biasa dengan keangkuhannya dan juga ke-materialistisan-nya itu. Sayangnya, masyarakat di luar sana tak bisa melakukan seperti apa yang kita lakukan. Entah mungkin, apakah itu yang menyebabkannya terbaring di rumah sakit seperti saat ini.

Dokter yang sangat ahli di Samarinda sekalipun sudah angkat tangan dengan penyakit yang diderita oleh bang Hengky. Dokter tak mampu menvonis bang Hengky sakit. Ketika diperiksa, bang Hengky terlihat sehat, semua kondisi dan hasil cek yang didapatkan oleh dokter pun, hasilnya semua normal. Tak ada penyakitnya! Namun, jika kita melihat badan bang Hengky yang terbaring di atas kasur saat ini, sungguh jauh dari kata manusia sehat.

Keluarga tak tinggal diam. Mereka malah bukan hanya menempuh jalur yang manusiawi, bahkan mistis pun, sudah! Mereka telah mendatangi para dukun-dukun sakti di kota, namun tidak menemukan seseorang pun yang mampu menyembuhkannya. Keluarga juga sudah mendatangi para pemuka dan ahli-ahli agama, namun semua tak bisa menolong.

Keluarga hanya bisa berdoa agar bang Hengky lekas ditarik penyakitnya, atau sekalian ditarik nyawanya. Keluarga benar-benar sudah tidak tega dengan kondisi tubuh Bang Hengky yang terlihat hidup tapi mati karena sudah tak bisa berinteraksi.

Kasak-kusuk tentang bang Hengky yang terkena kiriman macam ilmu hitam, bukan hanya tersiar di antara keluarganya saja, kami semua teman-temannya pun juga sudah tau tentang semua itu. Kami malah tidak tahu apa-apa dan tidak akan mungkin mampu menyembuhkannya.

Hari ini, kami datang ke tempat ini bukan hanya untuk menjenguk. Ini semua karena undangan keluarga bang Hengky yang meminta untuk sama-sama berdoa kepada Tuhan agar Bang Hengky lekas disembuhkan atau kalau tak bisa pun, disegerakan saja lah untuk menarik nyawanya, supaya tak terlihat terus-menerus tersiksa seperti saat ini.

Mungkin apa yang kami lakukan hari ini cukup kejam, tapi mau bagaimana pun hanya itulah satu-satunya yang bisa kami lakukan untuk kesembuhan atau kematian bang Hengky.

“Bagaimana? Apakah sudah siap dengan doanya masing-masing? Kita lakukan sesuai dengan agama dan keyakinan kita saja” ujar bapak dari bang Hengky dengan raut wajah yang sangat murung.

Baru saja kami hendak mulai berdoa, HP di dalam celanaku berbunyi keras. Ada sebuah panggilan telepon yang masuk dan aku harus segera mengangkatnya. Aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan meminta izin kepada bapak dan mamak dari bang Hengky untuk sejenak mengangkat telepon di luar ruangan. Mereka mengizinkanku dan aku keluar sebentar.

Aku menjauhi ruang Akasia 24 itu. Duduk di sebuah bangku besi anti karat panjang yang terdapat di depan ruang-ruang rawat pasien lain.

“Halo….” Angkatku.

Dari jauh, suara parau bapak tua menyahut teleponku dengan pertanyaan yang secara jujur sangat aku suka. “Bagaimana? Manjur? Seperti yang telah kita diskusikan semalam, setelah transfer uang, korban akan mati. Barusan saya cek kalau transfer-an anda sudah masuk, tapi saya masih menunggu aba-aba untuk eksekusi, gimana?”

“Sebentar, saya masih pengen menikmati lelucon ini, eksekusi 20 menit lagi. Saya masih pengen ikut partisipasi dulu dengan mereka, biar keliatan seperti masyarakat normal pada umumnya, berdoa dan pura-pura ber-Tuhan.”

Aku lalu menutup panggilan dan kembali ke ruang Akasia 24 dengan senyum manis penuh kebahagiaan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang mahasiswa sastra Indonesia yang bercita-cita ingin menjadi penulis terkenal. Kalau ngak terkenal, cukup dikenal sama orang tua atau calon mertua.

CLOSE