Uang Baru di Indonesia Dinanti, Tapi Negara Satu Ini Justru Bertekad Hilangkan Uang Tunai Selamanya

Kalau sebelumnya dompet kosong merupakan pertanda bahwa ekonomi sedang lesu, hal ini tak berlaku di Swedia. Ya, negara kecil yang terletak di kawasan Skandinavia ini menciptakan sebuah tren baru di dunia, dimana dompet kosong ialah pertanda kemajuan. Swedia tengah berambisi menjadi negara pertama di dunia yang tak lagi menggunakan uang tunai, baik dalam bentuk koin maupun kertas. Lho, terus kalau mau bertransaksi harus menggunakan apa? Melalui artikel ini, kamu akan mendapat jawabannya.

Swedia menjadi negara tercepat yang menerapkan cashless society. Sebagian besar warganya sudah tak gunakan uang fisik untuk membayar apapun

pelopor cashless society

Pelopor masyarakat tanpa uang via solosoloku.com

Advertisement

Setelah pemesanan tiket transportasi bisa dilakukan dengan mengandalkan internet dan makanan juga bisa dipesan secara online, kini Swedia mengarahkan penduduknya agar tak lagi menggunakan uang tunai. Sebagaimana dilansir Republika , negara ini bahkan sudah memulai digitalisasi mata uang sejak 1960 silam. Sejak saat itu banyak bank yang sudah bertransformasi ke arah digital dengan menerapkan kartu kredit dan debit, jauh sebelum negara lain memopulerkannya. Sejak 20 tahun lalu, Swedia juga sudah menikmati internet banking. Bisa dibilang penduduknya sudah terbiasa dengan konsep non tunai.

Sebagai pengganti, mereka menggunakan sistem pembayaran melalui aplikasi di ponsel atau kartu. Berarti nggak ada orang gaptek ya di sana?

mereka sudah terlatih menggunakannya

Sudah terlatih dengan transaksi eletronik via rakyatku.com

Kartu ialah barang utama yang digunakan sebagai alat transaksi jual-beli. Selain itu, Swedia juga memiliki mobile apps pembayaran pengganti uang tunai bernama Swish yang bisa diunduh di semua smartphone. Aplikasi ini sudah bekerja sama dengan banyak bank, seperti Nordea, Handelsbanken, SEB, Danske Bank, dan Swedbank. Penggunanya cukup menggunakan nomor ponsel untuk melakukan transaksi transfer uang dari satu bank ke bank lainnya secara real time. Karena adanya Swish inilah, Swedia yakin akan semakin cepat move on dari uang tunai. Aplikasi ini sudah menjadi populer, dan memiliki total transaksi mencapai US$ 9 juta per bulannya.

Sekarang transaksi tunai di Swedia hanya tinggal 2 persen saja. Jumlah tersebut diperkirakan terus turun, menjadi 0,5 persen pada 2020, dan sepenuhnya akan hilang pada 2021

sudah banyak tempat di Swedia yang tak menerima uang tunai

Tak perlu siapkan uang tunai jika berkunjung ke Swedia via bibleprophecyblog.com

Di pusat-pusat perbelanjaan Swedia, tercatat bahwa transaksi tunai hanya tinggal berkisar 20%. Dari 1600 bank di Swedia, ada sekitar 900 bank yang juga sudah tidak lagi menyimpan uang fisik dalam jumlah banyak. Bahkan, mesin-mesin ATM milik bank juga rencanannya tidak lagi akan dioperasikan. Karena itulah, mereka optimis negaranya bakal bisa lepas dari segala bentuk transaksi yang melibatkan uang tunai pada 2021 mendatang. Hal ini juga berlaku untuk para pedagang kaki lima, museum, bahkan sumbangan untuk rumah ibadah seperti gereja.

Advertisement

Bahkan ada toko kelontong di Swedia yang sudah beroperasi tanpa penjaga. Tak butuh petugas untuk transaksi uang tunai maupun kartu bank, pelanggan bertransaksi lewat aplikasi HP

Gagasan menarik ini sudah direalisasikan sejak 2016 lalu. Berawal dari sebuah swalayan unik di daerah Viken, Swedia. Tanpa mengandalkan pegawai, swalayan ini beroperasi 24 jam dengan bantuan aplikasi smartphone bernama Naraffar untuk mengatur pembelian barang-barang. Para pembeli cukup mengunggah aplikasi, lalu me-scan barang-barang yang dibeli dan tagihan pembayaran akan dikirim setiap akhir bulan.

Tapi ya sistem ini bisa berjalan karena juga ada kepercayaan antara penjual dan pembeli. Mengingat Swedia merupakan salah satu negara dengan tingkat kriminalitas terendah di dunia, hal ini bisa saja diterapkan.

Tentu saja pergeseran ini bukannya tanpa kekurangan. Penduduk berusia lanjut berusaha keras menyesuaikan diri meski belum bisa optimal

yang tua kasian ya

Kelompok yang paling biasa pakai uang tunai via nytimes.com

Penduduk berusia lanjut lebih terbiasa menjalankan transaksi menggunakan uang tunai, ketika jaman berubah, tentu bukan hal mudah bagi mereka. Potensi kasus penipuan yang melibatkan pembayaran elektronik pun turut meningkat. Tahun 2015 lalu, kejahatan pembayaran elektronik tembus 140 ribu kasus, lebih dari dua kali lipat angka kasus satu dekade terakhir. Bisa ditebak, korban kebanyakan ialah mereka yang berusia lanjut. Sementara pengguna yang masih muda kebanyakan terlibat kasus karena terjerat hutang.

Advertisement

Menciptakan sistem baru, pasti ada keuntungan yang diincar. Pemerintah Swedia menyebut cara ini jauh lebih aman daripada menenteng uang tunai kemana-mana. Kamu sepakat?

untuk segala hal, ada untung ruginya

Segala hal ada untung ruginya via sweden.se

Menekan pembayaran dengan sistem tunai bisa dibilang sebagai upaya untuk mencegah pencurian atau perampokan. Menurut Asosiasi Bankir Swedia, selama 2012 lalu hanya ada lima kasus perampokan bersenjata di bank. Angka tersebut merupakan rekor terendah dalam 30 tahun terakhir. Selain itu, tentu saja penggunaan uang non-tunai alias elektronik bisa mempercepat proses transaksi. Penjual tak bisa lagi berkilah tidak memiliki uang kecil sebagai kembalian, ‘kan? Dengan begini, pembeli bisa mengantre lebih cepat lagi. Uang elektronik juga sangat fleksibel dan jadi sangat berguna untuk individu yang konsumtif, serta malas mencatat pengeluaran.

Mengubah model pembayaran di suatu negara memang sama sekali tak mudah. Ada budaya, kebiasaan, dan gaya hidup yang juga harus turut diubah. Swedia butuh waktu puluhan tahun untuk benar-benar melihat hasil nyatanya saat ini. Di Indonesia sendiri, penggunaan kartu berbayar atau transaksi online juga sudah semakin populer. Sangat mungkin dalam beberapa tahun ke depan, pembentukan masyarakat tanpa uang tunai seperti yang sedang terjadi di Swedia ini juga jadi pilihan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Rajin menggalau dan (seolah) terluka. Sebab galau dapat menelurkan karya.

CLOSE