3 Alasan Kenapa Istilah ‘Hidup di Kampung Harus Srawung’ Itu Perlu Diluruskan Kembali. Penting, nih!

Hidup di kampung harus srawung

Sebuah akun Twitter bernama @jawafess mengunggah banner yang tampaknya dipasang di salah satu sudut kampung. Dalam banner itu tertulis kalimat yang jika dibaca di zaman sekarang memang cukup menohok. Banner yang berbahasa jawa itu memiliki arti:

“Nggak pernah berbaur, tapi giliran mau nikah minta dibantu. Kebiasaan!!! Ayo bergaul!!! Sibuk kerja, sibuk kuliah, sibuk sekolah, jangan dijadikan alasan buat nggak pernah berbaur. Sebenarnya tinggal kamu bisa bagi waktu dan niat berbaur atau nggak? Nggak berbaur, nikahanmu sepi.”

Masyarakat pedesaan atau perkampungan memang dikenal guyub rukun, saling bantu-membantu jika ada hajatan, atau saat ada warga yang kesusahan. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan atau hunian modern seperti apartemen bertingkat, mereka hidup lebih individualis.

Jadi, jika ada warga di pedesaan yang kelihatan nggak pernah srawung atau berbaur dengan warga lain, pasti sudah jadi bahan omongan. Bahkan, sampai ada slogan ‘kalau kamu nggak srawung, jangan harap jika besok punya hajatan bisa dibantu sama tetanggamu’. Seperti yang ramai dibicarakan lewat akun Twitter di atas. Masalahnya, perubahan zaman menuntut orang melakukan banyak hal selain srawung itu sendiri. Dan kayaknya istilah ‘hidup di kampung harus srawung’ itu memang perlu diluruskan kembali deh. Kenapa? Simak alasannya berikut ini~

1. Kata siapa srawung itu nggak penting? Srawung itu penting kok. Tapi di satu sisi, kehidupan yang semakin sulit ini juga kerap menuntut orang buat melakukan banyak hal di luar srawung itu sendiri

Srawung sama tetangga via pasundanekspres.co

Banner yang diunggah akun Twitter di atas banyak menimbulkan pro dan kontra di berbagai pihak, termasuk para muda-mudi yang mungkin saat ini sudah banyak yang sibuk dengan urusan masing-masing. Banner di atas memang niatnya baik, tapi sebaiknya orang juga bisa memahami tuntutan zaman yang semakin maju ini, di mana seringkali membuat kita banyak beraktivitas di berbagai bidang.

Misalnya saja bekerja, banyak lo yang hingga saat ini membanting tulang dari pagi buta hingga bertemu malam demi bisa bertahan hidup di keesokan hari. Namun, rupanya banyak yang kurang bisa memahami hal semacam itu. Belum lagi jika uang yang didapat dari bekerja tak mencukupi biaya hidup dan harus mencari rezeki tambahan lainnya. Maklum, harga kebutuhan pokok sudah banyak yang melambung tinggi.

2. Jangankan dunia kerja, bahkan anak sekolah hingga mahasiswa pun kini banyak disibukkan dengan aktivitas yang menuntut mereka untuk pergi ke luar rumah

Sibuk dengan aktivitas di luar rumah via www.wowcang.com

Tak bisa dimungkiri juga bahwa kehidupan di sekolah hingga bangku perguruan tinggi zaman sekarang menuntut kita semua untuk melakukan banyak hal. Seperti tugas sekolah, atau praktikum-praktikum yang mengharuskan pelajar untuk pulang di kala hari sudah gelap.

Itu baru di bangku sekolah, ketika memasuki jenjang perguruan tinggi tentunya beban yang dipikul semakin berat. Terlebih jika ada tugas yang menuntut mereka terjun ke lapangan secara langsung. Atau mencari dosen dan menunggunya berjam-jam bahkan hingga tengah malam hanya untuk mendapatkan tanda tangannya sebagai tanda lulus suatu ujian.

Hal-hal semacam itu semestinya bisa dipahami. Dulu ketika pendidikan belum seterbuka sekarang, dan zaman belum secanggih saat ini, mungkin kondisinya berbeda. Orang punya waktu lebih untuk berada di rumah atau kampungnya. Jadi kebutuhan bersosialisasi dituangkan dengan srawung dengan tetangga.

3. Sebetulnya kalau dipikir-pikir lagi, kata srawung sendiri semakin ke sini telah mengalami pergeseran makna. Saat ini srawung lebih identik dengan kumpul-kumpul dan haha-hihi doang

Ilustrasi hidup bermasyarakat / Foto : KBK News via www.kbknews.id

Disadari atau tidak, istilah srawung alias hidup bermasyarakat saat ini telah banyak mengalami pergeseran makna. Jika dulu kata tersebut diartikan pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti misalnya gotong royong, membantu persiapan hajat nikah atau mungkin pemakaman, namun saat ini lebih condong ke sebatas kumpul-kumpul, ngobrol, atau kegiatan nirfaedah lainnya. Jika sudah begini, nggak heran sih kalau slogan seperti yang ada pada banner di atas malah menimbulkan banyak perbedaan di berbagai kalangan.

Sebenarnya mau hidup di kampung atau bahkan di kota-kota besar, bermasyarakat itu hal wajib yang harus dilakukan. Karena memang sejatinya manusia itu makhluk sosial yang tak bisa hidup secara individual. Tapi terkait permasalahan ini memang perlu dikembalikan lagi bagaimana makna srawung yang sebenarnya. Kalau memang dirasa nggak penting dilakukan, ya buat apa juga~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kadang menulis, kadang bercocok tanam

Editor

An amateur writer.