Meski Tampak Bahagia di Sosial Media, Ini Perjuangan Mahasiswa Antropologi yang Jarang Diketahui Orang!

Jarang nongol di sosial media, sekali muncul langsung unggah foto selfie dengan latar belakang pemandangan alam yang indah ber-caption “Wakatobi, 20 Mei 2015”. Beberapa fotonya yang lain menyandang tas carrier super gede lengkap dengan jaket dan sandal gunung, sedang berada di sebuah perahu kayu sederhana. Ada juga foto-fotonya yang lagi sama anak-anak kecil di Sumba. Wuih, kayaknya seru banget teman yang kuliah di jurusan antropologi itu! Enggak pernah kelihatan kuliah, kerjaannya jalan-jalan terus!

Eh, tunggu dulu, jadi mahasiswa antropologi itu nggak semudah yang kamu bayangkan. Memang sih foto-fotonya keren. Tapi, dibalik senyum lebar saat berfoto itu, ada perjuangan yang tak kalah beratnya.

1. Nama jurusan Antropologi mengundang ribuan pertanyaan semacam, “belajar fosil-fosil gitu ya?” atau “yang mengamati perbintangan gitu ya?”

Waktu awal-awal jadi anak antro

Waktu awal-awal jadi anak antro via www.twitter.com

“Jurusan apa?”

“Antropologi,”

“Oh yang gali-gali itu ya? Sudah nemuin dinosaurus belum?”

atau… “Ilmu perbintangan ya? Katanya sekarang ditemukan rasi bintang baru itu bener nggak sih?”

Hal pertama yang selalu dihadapi mahasiswa antropologi adalah kesalahan penafsiran apa itu jurusan antropologi. Ada yang menganggap sama dengan arkeologi, agak mirip sih meski ada lumayan banyak perbedaannya. Ada juga yang menyamakan dengan astronomi karena kedengarannya mirip, ini yang paling ngaco! Ingin sih menjawab secara detail bahwa antropologi itu suatu ilmu yang mempelajari manusia dari perilaku dan cara berpikirnya. Tapi itu bakalan ribet dan anak antro sendiri butuh 4 SKS (kalo gak ngulang) untuk memahaminya. Jadi, secara sederhana, kamu yang kuliah di antro, lebih suka menjelaskan apa itu antropologi dengan kebudayaan atau kemasyarakatan.

2. Setelah pertanyaan seputar apa itu antropologi, kamu juga akan dijejali pertanyaan, “Kalau lulus mau jadi apa?”

Kalau lulus mau jadi apa sih?

Kalau lulus mau jadi apa sih? via www.google.co.id

Pertanyaan ini paling sering ditanyakan oleh calon mertua. Kamu sendiri yang kuliah di antro juga bingung kalau lulus mau jadi apa. Yang ada di kepalamu saat ini adalah kamu senang dengan apa yang kamu pelajari dan kerjakan. Dengan (sok) bijak kamu menjawab:

Saya pilih jurusan ini untuk mencari ilmu, bukan mencari pekerjaan. Sekian.

3. Sedikit demi sedikit, mereka mulai paham dengan antropologi setelah kamu mulai terlibat penelitian-penelitian ke pelosok Indonesia

Serunya pas dapat kesempatan penelitian di luar pulau!

Serunya pas dapat kesempatan penelitian di luar pulau! via www.facebook.com

Teman-teman non-antropologi mulai paham dengan jurusanmu setelah kamu melakukan praktek lapangan. Ada banyak penelitian yang bisa diikuti oleh kamu yang mengambil jurusan antropologi. Dari penelitian yang lokasinya di kota sampai desa-desa, dari Sabang sampai Merauke, pokoknya seluruh Indonesia, deh! Bukan sekedar penelitian untuk kewajiban kuliah saja, tapi juga proyek penelitian berprofit. Di samping bisa jalan-jalan gratis, kamu juga dapat tambahan uang saku. Apalagi kalau proyek penelitian itu dikerjakan bersama dosen, bisa nambah ilmu juga.

4. Keistimewaan mahasiswa antropologi ada pada kesupelannya dalam masyarakat. Jadi mahasiswa antropologi nggak cuma harus bisa paham konsep teori tapi juga harus survive di lapangan

Demi diterima di masyarakat

Demi diterima di masyarakat via www.facebook.com

Tampaknya memang enak, tinggal pergi seperti selayaknya liburan saja. Kenyataannya: penuh tantangan! Sebelum pergi ke lokasi penelitian, anak-anak antro yang ingin berangkat ke lapangan terlebih dahulu harus memahami gambaran umum kondisi lapangan baik dari masyarakatnya maupun keadaan alamnya. Mereka juga harus memahami apa yang akan diteliti di tempat tersebut. Ada tujuan yang ingin capai di tempat tersebut, bukan sekedar berkunjung saja.

Untuk itu, anak antro yang sedang penelitian lapangan harus tahan banting secara fisik maupun mental. Tak jarang lokasi yang dituju membutuhkan waktu perjalanan beberapa hari. Sering pula lokasi yang dituju belum bisa dilalui kendaraan bermotor jadilah mereka harus berjalan kaki dengan memanggul tas yang begitu berat. Sampai di lokasi juga tak serta merta diterima dengan tangan terbuka. Di sinilah keahlian bergaul dengan masyarakat sangat dibutuhkan agar mereka bisa diterima dan mendapatkan data yang dibutuhkan. Anak antro harus membuka diri agar di lokasi penelitian mudah diterima, seperti tak segan mencicipi makanan yang disuguhkan meski tak pernah makan sebelumnya atau di beberapa daerah mengunyah sirih-pinang sebagai penghormatan.

5. Buku ‘monyet’ dan sleeping bag menjadi senjata utama bagi anak antropologi saat penelitian

Bisa nulis di mana aja

Bisa nulis di mana aja via www.facebook.com

Secanggih-canggihnya gadget yang kamu miliki untuk merekam atau mencatat, bisa jadi tak berfungsi ketika di lapangan. Banyak daerah yang masih belum berlistrik. Makanya buku ‘monyet’ menjadi andalan anak antro saat penelitian. Buku ini merupakan buku kecil yang mudah disimpan di saku sehingga mudah dibawa ke mana-mana. Disebut buku ‘monyet’ karena fungsinya untuk mencatat semua hal yang ditemui pada hari itu di lapangan. Selain buku ‘monyet’, anak antro juga mempersenjatai diri dengan sleeping bag ini memudahkan mereka untuk numpang tidur di mana saja di rumah penduduk.

6. Enggak jarang, penelitian membuat anak antro yang LDR-an harus merana karena keterbatasan jalur komunikasi

Mau nelpon terus gimana?

Mau nelpon terus gimana? via www.google.co.id

Cobaan demi cobaan pun selalu dirasakan anak antro ketika melakukan penelitian lapangan. Sudah perjalanannya jauh, data yang dicari belum juga ditemukan, eh pacar pakai acara ngambek lagi gara-gara jarang dihubungi. Padahal, sinyal di lokasi penelitian itu paling bagus satu strip. Itu juga dipakai SMS sering sekali delay. Ada sih tempat yang banyak sinyalnya tapi itu ada di atas bukit yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki kira-kira satu jam lamanya. Kalau setiap hari harus jalan ke sana untuk menelpon pacar, ya nggak dapat data apa-apa.

7. Makanya sering kali mahasiswa antropologi susah pacaran dalam waktu yang lama sama anak di luar antropologi

Jomblo tapi banyak temannya!

Jomblo tapi banyak temannya! via www.google.co.id

Gara-gara penelitian ini lah, tak jarang anak antro susah pacaran sama anak di luar antro dalam jangka waktu yang lama. Lha baru juga jadian tiga bulan, ditinggal penelitian satu bulan, eh pulang-pulang dia sudah sama yang lain. Nasib!

8. Supaya aman, banyak anak antropologi yang pacaran sama sesama antro

Kalau nggak pacaran aja sama anak antro juga, harus berebut sih...

Kalau nggak pacaran aja sama anak antro juga, harus berebut sih… via www.google.co.id

Karena tuntutan profesi, untuk keamanan perasaan dan pekerjaan, banyak anak antro yang pacaran sama sesama antro. Jadi sama-sama ngerti tuntutan profesi. Enggak jarang juga mereka penelitian bareng. Asyik!

9. Gara-gara sering penilitian lapangan bareng, kekeluargaan di antropologi cukup dekat. Enggak heran dosen dengan gelar profesor sekalipun tetep dipanggil ‘mas’ atau ‘mbak’.

Dekan yang masih dipanggil "mas"

Dekan yang masih dipanggil “mas” via www.facebook.com

Merasakan atmosfer penelitian bersama membuat sesama anak antro akrab, enggak hanya seangkatan aja tapi juga antar angkatan, bahkan antar universitas. Meski jarak usianya cukup jauh pun banyak saling kenal dan akrab. Nah, saking seringnya penelitian bersama dosen, tak jarang dosen-dosen antropologi walaupun sudah senior atau profesor sekalipun dipanggil “mas” atau “mbak” oleh mahasiswanya. Misalnya saja di Antropologi UGM, Dr. Pujo Semedi yang sudah menjabat sebagai dekan Fakultas Ilmu Budaya pun masih dipanggil “mas” oleh mahasiswanya.

10. Tampaknya memang bersenang-senang dengan jalan-jalan, tapi setelah pulang harus mengerjakan laporan yang berlembar-lembar tebalnya

Apa yang selama ini kita pikir salah!

Apa yang selama ini kita pikir salah! via www.google.co.id

Sekali lagi, tak seperti tampaknya yang selalu senang-senang. Setelah melakukan penelitian di lapangan pun, anak antro masih memiliki tugas yang berat, bahkan paling berat, yakni menyusun laporan. Mulai data harian di lapangan, transkrip wawancara, sampai makalah hasil penelitian harus dikerjakan sesaat setelah pulang dari lapangan penelitian. Kamu kira setelah pulang dari lapangan bisa santai-santai di rumah?

11. Meski bukan ilmu terapan, apa yang dipelajari ketika kuliah di antropologi bisa diterapkan saat memasuki dunia kerja

Kalau pingin kaya raya sih bukan di sini tempatnya

Kalau pingin kaya raya sih bukan di sini tempatnya via www.google.co.id

Enggak seperti jurusan lain  yang setelah lulus langsung jelas profesinya apa, ilmu antropologi memang bukan ilmu terapan. Meski demikian bukan berarti anak yang kuliah di antro nggak bisa bekerja atau nggak diterima di dunia kerja. Mereka yang berkuliah di antro memiliki kemampuan riset yang cukup baik. Banyak anak-anak antro yang setelah lulus bekerja di lembaga riset baik swasta maupun pemerintahan. Tak sedikit pula yang bekerja di bidang kreatif seperti film, televisi, periklanan, atau media. Hal ini karena anak antro dianggap bisa memahami selera pasar dan budaya yang sedang berkembang. Kemampuannya mendekatkan diri dengan masyarakat, membuat anak antro juga bisa diterima sebagai marketing di perusahaan atau pelayanan pelanggan di bank.

12. Yang pasti pacaran sama anak antro nggak ada ruginya, beradaptasi sama masyarakat yang kulturnya jauh berbeda aja dilakoni apalagi cuma beradaptasi dengan keluargamu

Kalau kamu pacaran sama anak antro dijamin nggak akan nyesel deh. Bayangin aja, perjalanan jauh ke lokasi penelitian dan beradaptasi dengan masyarakat di sana aja dilakoni apalagi hanya perjalanan menjemputmu dan beradaptapstasi dengan keluargamu. Anak antro umumnya senang sama yang berbau vintage, jadi kamu nggak usah khawatir karena semakin kamu tua, kamu akan semakin disayang.

 Wahai anak antropologi, nikmat mana yang kamu dustai?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini