Surat Terbuka Untuk Para Manusia yang Tak Punya Hati, Dari Hewan Berkaki Empat yang Kau Siksa Hingga Mati

Dari membuka mata dan terlahir ke dunia aku sudah menemukan cinta. Saat dewasa, aku belajar bahwa yang makhluk yang kucintai itu punya nama. Namanya, manusia.

Advertisement

Semua makhluk sejenisku memuja mereka. Kami mendamba, mengharapkan kasih sayang para manusia.

Bagi kawanku yang beruntung, mereka akan dipelihara dan dilimpahi kasih sayang hingga detik akhir meninggalkan dunia. Bagi mereka yang tak terlalu mujur, mereka masih sempat merasakan sedikit cinta walau kemudian dibuang begitu saja setelah rasa bosan menghinggapi pemiliknya. Dan terakhir, bagiku dan kawan lainnya — kami yang termasuk sisa-sisa. Kami ada untuk dijagal. Untuk akhirnya mengganjal sementara lambung manusia, makhluk yang kami cinta.

Aku terlahir sebagai salah satu anjing jalanan. Meski begitu, aku selalu menganggap semua makhluk adalah kawan sedangkan manusia adalah tuan.

aku terlahir sebagai anjing jalanan

aku terlahir sebagai anjing jalanan via wallpapersinhq.com

Halo, perkenalkan, aku salah satu dari sekian banyak anjing yang sering berkeliaran di jalanan. Aku tak memiliki nama, kalian bisa memanggilku apa saja. Aku juga tak bertuan. Aku dan kawan-kawan berjuang dan bertahan hidup bersama di jalanan.

Advertisement

Meski begitu, aku cukup gembira dengan keadaanku sekarang. Ada memiliki tempat tidur lapang, karena setiap teras rumah yang bisa kutemui kuanggap sebagai kamar. Untuk urusan perut, aku dan saudaraku tak perlu cemas. Ada banyak tempat sampah tersedia untuk kami mengais sarapan hingga makan malam. Walau memang kami harus ekstra hati-hati agar tak terkena semburan air panas atau hujan batu dari manusia.

Jika tempat sampah adalah meja makan dan teras rumah merupakan tempat tidur, maka jalanan adalah tempatku dan saudara-saudaraku bermain. Kami biasanya akan mengejar kendaraan yang melintas atau berlarian sesuka hati. Aku masih belum tahu jika kemudian banyak saudaraku yang tak kunjung pulang lagi karena mereka berakhir di tempat penjagalan dan kemudian mati.

Memang kadang aku punya rasa iri. Terutama pada kawanku yang berbulu indah dan bermajikan. Aku anjing kampung biasa, tak punya nilai di mata manusia.

Advertisement
tak ada manusia yang ingin kujadikan tuan

tak ada manusia yang ingin kujadikan tuan via thesadspirit.deviantart.com

Di lingkungan tempatku tinggal, aku sering melihat ada makhluk sejenisku yang dipelihara oleh manusia. Terkadang aku iri pada mereka namun kadang aku justru merasa iba. Aku iri karena kulihat hidup mereka selalu berkecukupan. Tentu mereka akan diberi pakan bergizi dan mendapatkan curahan sayang tanpa henti. Namun, terkadang aku juga iba pada mereka yang hanya bebas bergerak di kurungan maupun dirantai di dekat pagar.

Jika kulihat lagi, bentuk fisikku memang berbeda dengan mereka. Mereka lebih cantik dan enak dipandang mata, sedangkan aku hanya anjing kampung biasa. Namun sebenarnya kami tetaplah spesies yang sama. Apapun warna bulu kami, kami tetap punya cinta yang sempurna untuk manusia. Karena itulah aku belum paham juga kenapa manusia lebih suka membeli daripada mengadopsi, toh sesungguhnya kami adalah makhluk yang sama-sama memiliki cinta untuk mereka.

Sebenarnya aku sering bertanya-tanya. Tidakkah manusia mengerti dengan cinta yang kuteriakkan? Mengapa mereka menyeretku ke tempat penjagalan?

apa tujuanku diciptakan?

apa tujuanku diciptakan? via 3milliondogs.com

Aku tentu berbeda dengan hewan ternak seperti ayam, kambing, sapi, maupun babi. Aku dan kawanku paham benar kapan kami akan dihabisi. Bahkan, cara hewan ternak mati pun lebih bermartabat jika kupikir-pikir lagi. Nyawa mereka menghilang tanpa perlu mengalami penyiksaan panjang. Para manusia melakukannya dengan cara cepat supaya mereka tak banyak merasakan sakit berlebihan. Berbeda dengan yang mereka lakukan terhadapku dan para kawanku.

Kerabatku yang berusia lebih tua memang kerap memberiku wejangan, kata mereka berhati-hatilah kepada manusia. Ada banyak manusia yang benci, walaupun kami juga tak tahu apa yang sebenarnya telah kami perbuat hingga kami begitu tak disukai. Kami memang anjing kampung jalanan, namun sebenarnya sikap kami tak jauh berbeda dengan anjing rumahan jika kami diperlakukan dengan baik.

Apakah kami tak boleh menyalak keras jika ada anak manusia yang melempari kami dengan batu?

Apakah kami dilarang membela diri dengan menggigit jika kami disiksa?

Jika melihat banyaknya penderitaan yang aku dan keluargaku terima sering membuatku bertanya-tanya, sebenarnya apa tujuan kami diciptakan? Sungguh, kami tak ingin menyakiti dan disakiti, kami hanya ingin dicintai.

Aku beserta seluruh keluargaku dijagal dengan cara paling bengis. Namun tentu, lebam-lebam di kulit kami tak pernah dilihat oleh manusia yang hanya tahu kami dari daging saja

aku dan keluargaku dibantai

aku dan keluargaku dibantai via www.bbc.com

Hujan batu dan siraman air panas hanyalah seujung kuku dari rasa sakit yang kemudian kami terima di akhir hari. Aku tak pernah membayangkan aku dan saudaraku akan meregang nyawa dengan cara yang bahkan tak terlintas di kepala. Jika dulu aku menolak percaya apa yang para manusia lakukan, kini aku meyakininya benar-benar.

Di festival kuliner yang dirayakan manusia tak berhati, keluargaku dan ribuan anjing lainnya harus rela bermandi darah untuk mati. Bahkan, anjing rumahan pun turut serta menjadi korban, mereka diculik dari tuannya. Selanjutnya, para manusia berpesta pora di atas hujan darah kami. Berderak dan berdebam itulah bunyi yang kudengar ketika keempat kakiku dipatahkan dan tubuhku dipukul rata. Air mata dan rengekan pasrah yang kukeluarkan tak jua meluluhkan hati mereka. Yang manusia pikirkan hanyalah bagaimana cara melunakkan dagingku supaya sedap untuk santapan.

Ibu dan saudaraku lainnya melepaskan nyawa dengan cara yang hampir sama. Bahkan, mereka harus pasrah saat tubuh mereka dimasukkan ke dalam panci panas penuh dengan air mendidih. Atau dikuliti dalam keadaan masih bisa menghirup udara. Ini pemandangan paling keji sekaligus yang terakhir kali kulihat sebelum meninggalkan dunia.

Manusia sering menyebut nama kami sebagai umpatan, tapi kupikir tingkah mereka lebih rendah daripada anjing jalanan. Harimau dan para predator lainnya pun kurasa lebih punya hati dari manusia. Setidaknya mereka langsung memangsa kami tanpa perlu menyiksa dan bersorak sorai kegirangan melihat kami meregang nyawa.

Semuanya demi memenuhi rasa kenyang dari makhluk yang selalu kami puja. Bagi mereka, kami adalah daging empuk yang akan mengisi perut beberapa jam lamanya. Bagi kami, hidup kami hilang selamanya.

Namun, mana bisa aku membenci manusia. Hingga aku menutup mata, aku masih mengharapkan cinta dari mereka.

Siapapun yang membaca suratku ini, jika kalian merasa mempunyai hati, tolong hentikan kekejaman ini. Aku mohon, selamatkan kawan-kawanku yang masih ada di jalanan dan sedang berjuang untuk tetap hidup dari kejaran para manusia tak bernurani.

Baca sepuasnya konten-konten eksklusif dari Hipwee dan para konten kreator favoritmu, baca lebih nyaman bebas dari iklan, dengan berlangganan Hipwee Premium.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta anjing, penikmat kumpulan novel fantasi, dan penggemar berat oreo vanilla.

CLOSE