Bisnis Thrifting Ternyata Dilarang Oleh Negara. Ini Dia Beberapa Alasannya!

Akhir-akhir ini thrifting lagi digandrungi banyak orang khususnya para generasi muda. Itu lo, belanja baju-baju bekas alias awul-awul yang identik dengan barang impor. Meski belakangan baru terdengar marak, pada kenyataannya praktik jual beli baju bekas ini sebenarnya sudah ada sejak lama.

Advertisement

Tren ini semakin melonjak tentunya tidak terlepas dari pengaruh media sosial yang jadi alat promosinya. Bahkan, banyak juga digelar pameran-pameran khusus untuk pelaku usaha baju bekas impor atau lebih dikenal dengan sebutan thrifting shop.

Nah ternyata, Kementerian Koperasi dan UKM melarang keras skema thrifting barang impor ini, lo SoHip. Menurut Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman, thrifting impor berpotensi ‘mematikan’ produk lokal atau UMKM. Kenapa bisa gitu, ya?

Bisnis thrifting impor yang terus melejit dianggap bisa mengancam produk lokal

Thrifting

Ilustrasi jualan baju bekas | credit: photo by Peter Flaming on pexels.com

Meski thrifting tidak selalu produk impor, tapi tetap saja pakaian bekas impor jauh lebih diminati. Masyarakat Indonesia cenderung lebih suka mengenakan produk impor apalagi jika dengan bandrol merek ternama. Sudah barang tentu gengsi jadi naik berkali-kali lipat dan perasaan keren yang seakan otomatis meningkat drastis. Meskipun bekas, banyak orang masih saja memburu produk-produk impor. Masalah harga yang sudah turun dari harga aslinya jadi pemicu utama kenapa thrifting banyak peminatnya.

Advertisement

Apalagi saat ini banyak kampanye soal lingkungan yang membuat tren thrifting alias hunting pakaian bekas makin marak. Terlebih thrifting dianggap bisa mengurangi sampah fesyen, sehingga tidak heran kalau tren ini makin merebak.

Inilah yang membuat Kementrian Koperasi dan UKM mengkhawatirkan tumbuhnya thrifting shop yang semakin menjamur. Melansir dari Kumparan, baru-baru ini  Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai bahwa thrifting bisa mengancam produk UMKM, sehingga harusnya dilarang. Hal ini karena thrifting impor dengan merek-merek ternama yang dijual miring lebih diminati masyarakat daripada produk fesyen lokal.

Advertisement

“Thrifting itu sangat buruk ya bagi UMKM, harusnya itu dilarang, karena memang masyarakat kita masih price sensitive, dan juga ingin produk-produk luar neger, walaupun bekas,” ujar Hanung dinukil dari Kumparan, Kamis (2/3).

Bahkan, menurut Hanung tidak hanya UMKM saja yang bisa terancam jika thrifting impor merajai Indonesia, tapi skala industri besar di bidang manufaktur pun bisa akan kehilangan pasarnya. Terlebih lagi banyak pakaian bekas impor yang ilegal sehingga bisa merugikan negara.

Indonesia jadi salah satu lahan subur pengiriman baju-baju bekas impor

thrifting

Ilustrasi thrifting shop | credit: photo by burst on pexels.com

Dengan permintaan yang tinggi, nggak heran kalau Indonesia jadi lahan subur para pengeksport baju bekas, ya SoHip.  Melansir dari BBC, Indonesia jadi negara tujuan ekspor pakaain bekas dari Cina, Korea Selatan, dan Jepang, lo. Biasanya, pakaian bekas tersebut tiba dalam bentuk karung-karung besar, yang kemudian disebut ball trhift.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) seperti yang dilansir dari BBC, volume dan nilai impor pakaian bekas ke Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan, di 2019 impor pakain bekas mencapai 392 ton atau senilai US$6,08 juta. Tingginya angka impor pakaian bekas ini tentu jadi ancaman buat produk-produk fesyen lokal.

Bahkan, hal ini juga berdampak buruk bagi lingkungan, lo. Sadar nggak sih kalau tingginya impor pakaian bekas berarti Indonesia jadi ‘tempat sampah’ produk fesyen. Jika hal ini terus dibiarkan maka thrifting nggak lagi sejalan dengan kampanye ramah lingkungan, karena nyatanya Indonesia jadi menimbun pakaian bekas dari negara lain. Belum lagi pakaian bekas bisa jadi media penyebaran virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit. Maka nggak heran jika impor pakaian bekas di larang.

Penjualan baju bekas impor ternyata ilegal dan sudah diatur dalam Undang-Undang, lo!

thrifting

Ternyata jualan baju bekas import dilarang sama negara | credit: Nilay Sozbir on unsplash.com

Datangnya baju thrifting lewat pelabuhan ternyata masuk dalam kategori penyelundupan karena pada dasarnya jual beli baju bekas adalah ilegal dan sudah ada Undang-Undang yang mengatur. Praktik penyelundupan ini bahkan harus masuk pelabuhan ‘tikus’ di berbagai pelabuhan Indonesia.

Melansir dari Kumparan, secara hukum penjualan pakaian impor bekas dilarang karena bertentangan dengan beberapa hukum positif di Indonesia, yaitu PERMENDAG Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, serta melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Larangan tersebut terdapat dalam Lampiran II PERMENDAG Nomor 40 tahun 2022 yang memiliki kode HS 6309.00.00 yang bertuliskan Pakaian Bekas dan barang bekas lainnya (barang dilarang impor). Dalam Pasal 47 Ayat (1) UU Perdagangan, dimana UU Perdagangan memerintahkan untuk impor barang dalam keadaan baru, serta dalam Pasal 36 UU Perdagangan melarang perdagangan barang yang dapat mengancam perekonomian dan kesehatan masyarakat maupun lingkungan hidup.

Ya, kamu tidak salah baca. Baju bekas impor memang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Hal ini telah dibuktikan oleh uji coba terhadap pakaian bekas impor yang dilakukan Balai Pengujian Mutu Barang, Dirjen SPK, dan Kementerian Perdagangan. Hasilnya ditemukan sejumlah bakteri seperti S. Aureus, E. Coli, Kapang, hingga jamur berbahaya lewat uji coba dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Hal ini pula yang mendasari Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, pada pertengahan tahun lalu memusnahkan pakian bekas import sebanyak 750 ball senilai 9 miliar. Kini Kementerian Perdagangan juga melakukan pemetaan terhadap persebaran pakaian thfting tersebut.

Dengan segala fakta yang dibeberkan di sini, kamu masih mau pakai baju thrift nggak, SoHip?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

a young mother of two

Editor

Penikmat buku dan perjalanan

CLOSE