Wawancara Eksklusif Pandji Pragiwaksono: Tentang Tur Berisi Curhat dan Haters-nya

Tur dan karier Pandji Pragiwaksono.

Pada suatu siang, kantor Hipwee cabang Jakarta halah cabang kedatangan tamu yang sering wara-wiri di dunia hiburan Tanah Air. Pandji Pragiwaksono datang bersama istri tercinta, Gamila Arief, yang langsung masuk ke sebuah ruangan untuk ngobrol-ngobrol santai sejenak. Dimulai dengan basa-basi pertemuan berupa cerita seperti apa perjalanan ke kantor Hipwee, sudah makan siang atau belum, sampai camilan yang tersedia ala kadarnya dicobain juga oleh mereka. Semua itu dilakukan (kayaknya) demi meluweskan suasana. Maklum, ngobrol santainya bakal bahas tur dan karier – yang kalau dipikir-pikir sepertinya bakal kaku gimana gitu ya? Padahal mah, santai ~

Advertisement

Pandji Pragiwaksono mungkin lebih dikenal sebagai komika. Ya, dia adalah salah satu sosok yang mengenalkan stand up comedy di Indonesia. Sebelum menjadi komika pun, Pandji telah terjun di industri hiburan lantaran kariernya berawal sebagai penyiar radio. Setelahnya, Pandji menjadi host program televisi, rapper, penulis buku, dan beberapa waktu ke belakang hingga kini kerap kali main film. Lalu, apa kabar turnya sebagai komika? Kapan ya mulai tur lagi? Terus isu Pandji beneran merapat ke partai itu benar nggak?

Nggak ada salahnya Hipwee beri bocoran sedikit. Tur Pandji yang bertajuk Pragiwaksono Stand Up Comedy Tour kali ini bakalan lebih santai karena Pandji pengen curhat. Nah, kalau ada yang request Pandji bahas isu-isu berat kayak HAM dan politik, hmm…. bakal tetap dibahas sih, cuma nggak banyak. Karena di sini Pandji lebih ingin “cerita”. Seperti cerita yang dia ungkapkan saat didampingi sang istri pada suatu siang, di kantor Hipwee cabang Jakarta berikut ini:

Siap-siap dengan turnya kali ini

Seperti apa tur Pragiwaksono nantinya?

Advertisement

Banyak orang yang nonton saya dari awal mengatakan, “Pandji banyak ngomongin HAM, politik, ekonomi. Tapi, jarang menceritakan tentang kehidupannya sendiri.” Nah, tur Pragiwaksono ini nantinya bakal dibahas. “Pragiwicaksono” sendiri berarti kebijaksanaan–menurut ayah saya, entah kalau dia mengarang sendiri. Tapi “Wicaksono” artinya memang kebijaksanaan. Nah, itu menjadi tema besarnya kali ini. Maka akan dibahas hal-hal yang yang bisa membuat bangsa kita bisa bertahan, yakni kebutuhan akan kebijaksanaan dalam banyak hal.

Berarti itu istimewanya yang membuat tur ini akan berbeda dari sebelumnya?

Advertisement

Iya. Tur sebelumnya sebenarnya lebih berat, bicara mulai dari regulasi prostitusi, HAM, pembantaian 65, dan sebagainya. Kalau yang sekarang jauh lebih santai. Penonton tidak selalu dijejali dengan topik-topik yang berat, seperti mahasiswa penembakan Trisakti.

Jadi akan lebih tentang Pandji ya?

Iya, lebih pribadi. Malahan akan bahas pengalaman dari lahir, menembak cewek, zaman masih telepon di telepon umum atau telepon rumah tapi digembok hingga sekarang tinggal pakai ponsel. Lalu juga proses sampai tahu stand up, politik, main film, dan sebagainya.

Ini keinginan Pandji sendiri?

Sebenarnya dalam satu tahun kemarin saya terlibat proyek film yang tidak putus-putus (Insya Allah Sah, Ayat-Ayat Cinta 2, Insya Allah Sah 2,  Partikelir, DOA: Cari Jodoh). Lama-lama pusing juga. Bangun, dijemput, diajak ke tempat syuting, lalu syuting. Setelah selesai semuanya, masih ada promo, reading, syuting lagi. Saya ingin lepas dari rutinitas tersebut. Dan ingin stand up lagi, kebetulan lagi ada yang ingin diceritakan.

Jadi ini sebenarnya refreshing ya?

Benar sekali. Saking seringnya main film, saya disebut The Next Reza Rahadian. [tertawa]

Bagaimana perbedaan tampil stand up di dalam dan luar negeri?

Yang sulit sebenarnya cuma hal-hal di sekitar. Stand up itu sama saja kok di luar atau di dalam negeri karena sama-sama pakai bahasa Indonesia. Di luar negeri selalu ada saja 10-20 persen orang asing yang bisa bahasa Indonesia. Jurusan bahasa Indonesia adalah salah satu yang banyak diminati di Belanda, Cina, dan Australia. Antara dia kawin dengan orang Indonesia atau berbisnis di Indonesia. Makanya kalau manggungnya sih sama saja, selalu bawa set yang sama dan selalu bekerja dengan baik, tapi yang rumit adalah hal-hal sekitarnya, semisal  jetlag. Lalu saat di Afrika misalnya, saya manggung pas lebaran dalam suhu nol derajat celcius dan outdoor.

Berarti tidak ada perbedaan jokes?

Tidak ada. Mungkin di pembukaan untuk mengantarnya saja. Karena orang-orang di Indonesia mungkin sama-sama mengalami apa yang saya sampaikan. Sedangkan di luar negeri, ada orang yang sudah 15 tahun tidak balik ke Indonesia. Maka pembukaannya adalah, “Masih ingat nggak sih waktu di Indonesia dulu?” Diubah sedikit angle masuknya. Contohnya, mereka tidak mengalami bulan Ramadan di mana sahur dibangunkan pakai toa masjid.

Ada masukan tema dari teman dekat? Semisal penggemar atau follower yang minta tema tertentu?

Sebenarnya hampir semua ingin tahu apa yang saya ceritakan pasca-Pilkada sih. Semisal kemarin yang menang Anies, nah ada cerita apa dari hal itu. Sebenarnya nanti akan ada tapi cuma sedikit. Lalu untuk pemilihan karikatur tur yang sekarang tentang pemilu 2019 ini. Ada sesuatu yang berkaitan dengan kebijaksanaan tadi. Banyak orang terlibat di politik tapi sedikit terlalu naif dalam menyikapi politik itu. Itu yang kurang bijak dan itu yang ingin saya bahas juga. Kami mulai jalan akhir bulan ini di Manila sebagai kota pertama. Dan ditutupnya adalah di 2019 pada bulan Januari, tanggal 26 di Plenary Hall JCC.

Berarti selama itu akan stop main film?

Iya. Eh, tetap ada nyelip dua film.

Apakah Pandji termasuk tipe aktor yang pilih-pilih film atau apapun tawaran yang datang diambil saja?

Sebenarnya pilih-pilih juga, tapi kebetulan semua yang masuk adalah proyek-proyek menyenangkan. Misalnya Insya Allah Sah adalah pertama kali peluang untuk jadi pemain utama. Ketika ternyata disukai, lucu deh dulu targetnya 400 ribu penonton ternyata dapatnya malah 800 ribu penonton. Karena jauh dari perkiraan, dibikinlah yang kedua, dan syutingnya masih di tahun yang sama. Insya Allah Sah baru tayang di Juni, bulan Oktober-November sudah syuting untuk Insya Allah Sah 2. Lalu ditawari menyutradarai film sendiri di Partikelir adalah peluang yang bagus untuk saya. Sementara peran Otoy di DOA: Cari Jodoh langsung saya ambil karena kebetulan waktu kecil saya bacanya Pos Kota. Kebetulan juga dari ketiga karakter utamanya, si Otoy saja nih yang sudah nikah, jadi lebih relate dengan saya. Memang peluang-peluang yang datang itu menarik buat saya, jadi saya mau ambil.

Pandji kira-kira mau berperan sebagai apalagi di film?

Belum ada bayangan. Yang pasti sekarang sedang menulis lagi. Setelah kemarin dipercaya untuk menulis dan menyutradarai, saya dipercayai lagi oleh sebuah production house. Mudah-mudahan mulai syutingnya tahun depan. Semoga hasilnya lebih baik dari Partikelir. Kayaknya malah ke depannya tidak mau main filmnya orang lain lagi.

Kembali ke awal karier, apa sejak dulu Pandji sudah merasa lucu dan memang dianggap sebagai sosok yang humoris di pergaulan?

Sebenarnya saya tidak pernah jadi orang atau anak paling lucu di setiap sekolah yang saya ikuti karena ada lagi teman yang lebih lucu. Tapi waktu SMP, saya baru pertama kali tahu kalau saya senang bikin orang ketawa. Misalnya pas jam belajar, gurunya tidak ada, saya suka maju pura-pura jadi guru. Wah, teman yang lain ketawa. Saya punya teman yang suka bilang, “eh Pandji lagi stand up,” tapi saya belum tahu stand up itu apa. Lalu kalau lagi nongkrong pas SMA, dan saya mulai ngomong, posisi anak-anak tuh langsung kayak penonton. Saya seperti ditanggap. Nah waktu saya kuliah di fakutas seni rupa dan desain ITB, saya membeli DVD bajakan di Bandung—dengan tawaran beli sepuluh gratis satu. Sebagai gratisannya, saya memilih mengambil DVD bajakan Robin Williams-Live on Broadway. Saya tahunya Robin Williams itu aktor, lalu di kover DVD itu kok lagi ngomong, “ini apa ya?” Akhirnya saya ambil saja. Pas saya nonton, baru tahu apa itu stand up comedy. Tapi belum kepikiran untuk menjadi stand up comedian, hanya berpikir “oh, gue bisa nih kayak gini”. Saya ingat kalau saya suka melakukan itu, cuma tidak pernah berani karena belum ada pelakuya. Sampai akhirnya, saya pindah ke Jakarta untuk siaran di Hard Rock FM bareng Steny Agustaf yang sering buka-buka Youtube untuk nonton stand up comedy. Ketemulah saya dengan stand up comedy, lalu saya berpikir “coba ah nanti pas di tengah-tengah konser rap saya.”. Bulan pertama saya mencoba satu joke, bulan berikutnya saya mencoba 15 menit, bulan depannya coba lagi sampai 30 menit. Waktu itu cuma saya rekam pakai handycam lalu di-upload di Youtube. Kebetulan Kompas TV baru banget mau launching, butuh program yang membuat mereka bakal diomongin banyak orang. TV baru kan butuh dibahas. Mereka kemudian ketemu dengan stand up comedy, lihat video saya, lalu saya diminta ikut merancang konsepnya dan akhirnya SUCI (Stand Up Comedy Indonesia) dari Kompas TV memperkenalkan  stand up comedy. Udah deh, saya kebawa sampai sekarang.

Apakah sering mendapat haters?

Sudah ada dari zaman radio di Hard Rock FM. Sebenarnya siapapun yang pernah memposisikan diri di depan umum akan punya haters. Kita semua nih pasti punya haters, cuma ada yang ngomong dan ada yang tidak. Bedanya adalah kalau haters-nya entertainer jadi ada hiburan. Dia dan haters-nya jadi tontonan. Dari dulu selalu ada dan tidak pernah hilang. Dalam beberapa hal sebenarnya dibutuhkan juga oleh saya untuk menjadikan mereka sebagai motivasi. Pokoknya setiap ada yang bilang, “wah ini si Pandji nggak akan bisa sukses nih.” Maka saya akan bilang, “Terimakasih ya, mari saya akan berjuang dan membuktikan.” Dan itu yang membawa saya sampai hari ini.

Adakah momen tidak enak di masa sekolah yang masih meninggalkan kekesalan?

Kayaknya semua pengalaman hidup saya di sekolah tidak ada yang baik deh [terkekeh]. Bayangkan saja, dari SD sampai SMA, ranking saya paling bawah. Selama itu juga momen-momen dipalak, lalu momen-momen berantem. Pokoknya buruk semua pengalamannya. Dulu saya sekolah di SMP 29 yang rusuh banget. Pakai telepon umum saja harus dicek dulu karena suka diludahi. Jadi kalau kita pakai bakal jijik banget. Waktu TK juga pernah naksir cewek namanya Gita, sepanjang SD naksir diam-diam, sampai nembak, eh gagal. Di SMP tadi sempat menembak lima cewek dan gagal semua. Saya baru pacaran saat kelas 3 SMA dan pacar saya kelas 1. Saat jadian, dia bertanya,“kamu sudah berapa kali pacaran?” Saya jawab “belum pernah” dan diketawain.  Lalu saya bertanya, “memang kamu sudah berapa kali?” Dia jawab “tiga kali”. Lalu saya bilang, “banyak juga ya tiga kali?” Eh, belakangan kemudian dia bilang, “sebenarnya sih aku udah lima kali pacaran, tapi karena kamu belum pernah jadian, jadi aku takut sama kamu, kasihan. Hahahaha…” Jadi sebenarnya tidak ada momen yang baik. Makanya saya tidak pernah ingin kembali ke masa-masa itu.

Tapi itu semua sekarang bisa jadi bahan ya?

Iya, bisa dijadikan duit sekarang [tertawa]

Masih ada lanjutannya, klik Halaman Selanjutnya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE