Menggapai Surga Kedua di Kaki Ayah

Menggapai surga kedua di kaki ayah, begitulah satu petik kalimat yang mengawali tulisan ini. Ayah adalah sosok yang memiliki peran central dalam keluarga. Ayah tidak hanya membimbing istri dan anak-anaknya, melainkan sebagai pelindung dan penegak utama pondasi keluarga. Pada sosok ayah, tertanam nilai-nilai moral mendasar yang menjadi acuan keluarga dalam menapak tujuan berumah tangga. Pada sosok ayah, tersandar curahan hati dan harapan masa depan seorang anak, mengingat ayah adalah tulang punggung multidimensi bagi keluarga, baik dari segi ekonomi, religi, keamanan, serta harmonisasi.

1. Dimensi harmonisasi dalam keluarga

Art Cobblestone Fun Harmony

Art Cobblestone Fun Harmony via https://www.pexels.com

Advertisement

Dalam dimensi harmonisasi, ayah merengkuh tugasnya untuk menjaga hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Keharmonisan dalam keluarga adalah impian setiap manusia, karena hal tersebut akan mampu menciptakan suasana yang kondusif, khususnya dalam mendukung tumbuh kembang anak. Dengan suasana harmonis, anak akan menikmati segala kegiatannya di dalam rumah, baik belajar maupun bermain. Selain itu, suasana harmonis dapat mencegah terjadinya kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak.

Di era globalisasi seperti saat ini, rintangan untuk terwujudnya harmonisasi dalam keluarga menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Harmonisasi dalam keluarga harus terbentur dengan setumpuk realita yang memilukan meliputi perceraian suami istri, kekerasan dalam rumah tangga, konflik dengan tetangga, hubungan yang rumit antara menantu dan mertua, tekanan ekonomi dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Tak dapat dipungkiri, realita-realita tersebut bisa menimbulkan sikap krisis kepercayaan anak terhadap orangtuanya, sehingga mendorong perilaku broken home alias tidak betah di dalam rumah dan mencari pelampiasan hiburan di luar rumah.

2. Prahara perceraian orangtua

Broken Hearted

Broken Hearted via https://www.pexels.com

Mengutip dari laman Liputan6.com, menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pengadilan Agama, Mahkamah Agung, dalam laman resminya menyatakan bahwa sudah ada 315.000 kasus perceraian yang terjadi di seluruh Indonesia hingga Bulan November 2016. Masih menurut data dari sumber yang sama, tiga provinsi di Pulau Jawa menjadi penyumbang kasus perceraian tertinggi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Advertisement

Tentu hal ini sangat mengejutkan. Boleh jadi, masyarakat kita sedang mengalami era krisis harmonisasi keluarga. Padahal, pernikahan harusnya menjadi sarana suci untuk menyatukan dua insan (laki-laki dan perempuan) dalam bahtera rumah tangga, dalam rangka mencetak kader kader penerus bangsa.

Perceraian orangtua bukanlah sesuatu yang mudah diterima oleh anak. Anak-anak yang mengalami peristiwa tersebut umumnya akan atau sempat mengalami hilangnya semangat hidup, selera nafsu makan yang menurun, prestasi akademik di sekolah atau kuliah yang kurang menggembirakan, atau menahan keinginan untuk sering berinteraksi dengan orang lain (berdiam diri). Bahkan lebih parah, anak dapat terjerumus dalam berbagai kenakalan seperti mabuk-mabukan, perkelahian, seks bebas, dan penggunaan obat-obat terlarang.

Advertisement

Dalam menghadapi persoalan perceraian orang tua, dibutuhkan ketenangan mental dan kejernihan pikiran seorang anak dalam mencari solusi untuk bangkit, hal ini berlaku bagi anak yang telah beranjak dewasa atau masa peralihan antara remaja menuju dewasa (masih usia anak SMA). Terlebih apabila pasca perceraian itu, anak memutuskan untuk lebih memilih bersama ayah atau keputusan hukum tetap yang menyatakan bahwa ayah memiliki hak asuh atas anak, artinya sang anak tersebut harus terpisah dengan ibu.

Terpisah dari ibu merupakan cobaan terbesar bagi anak pasca peristiwa perceraian orangtua, namun bukan berarti kesempatan anak untuk meraih surga akan sirna. Meskipun kita telah sama-sama mengetahui sebuah nilai bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Hal ini wajar mengingat sangat besarnya jasa ibu terhadap anak seperti mengandung anak dengan sangat payah selama 9 bulan, mencukupi kebutuhan nutrisi anak, mengantar anak untuk imunisasi ketika bayi, dan tak kenal lelah sampai kapanpun dalam menyayangi anak.

Berbakti kepada kedua orang tua harus tetap dipelihara oleh anak, meskipun babak hidup yang dilalui sangat berbeda yaitu keluarga yang tidak lagi utuh dalam keharmonisan. Itulah salah satu upaya yang dilakukan anak jika keinginannya untuk menuju surga-Nya selalu ada.

3. Anak sebagai katalisator energi positif bagi ayah

Alternative Energy

Alternative Energy via https://www.pexels.com

Merawat ayah pasca peristiwa perceraian adalah tantangan tersendiri bagi anak, karena disitulah sejatinya kesempatan untuk beramal kebajikan dan ladang menabung pahala sedang Allah buka dengan seluas-luasnya kepada anak, selagi masih hidup di dunia. Tantangan merawat ayah adalah lebih kepada berhadapan dengan sosoknya yang tegas, logis, teguh dalam berpendapat, serta disiplin. Jauh berbeda dengan sosok ibu yang umumnya lebih mengedepankan perasaan dalam mendidik anak.

Terdapat tiga peran penting yang dapat dilakukan anak dalam konteks menggapai surga kedua di kaki ayah, antara lain peran sebagai katalisator energi positif bagi ayah, komunikator silaturahmi yang handal terhadap ibu, serta pejuang tangguh dalam menggapai cita-cita.

Peran awal yang harus dilakukan yaitu katalisator energi positif bagi ayah. Pasca peristiwa perceraian, mental dan batin ayah sedikit banyak mengalami gangguan, baik dalam intensitas tinggi maupun rendah. Beberapa aspek yang harus dimulai kembali dari nol seperti perekonomian keluarga, kehormatan dan harga diri di hadapan anak-anak dan masyarakat, serta mentalitas juang dalam menjalani hidup. Dalam konteks sebagai katalisator energi positif bagi ayah, anak harus membantu mempercepat kembalinya semangat dan mentalitas ayah dalam menjalani hidup, menebar pikiran-pikiran positif yang dapat menyentuh hati ayah untuk segera bangkit dari keterpurukan.

Filosofinya, anak harus bertindak seperti layaknya hormon yang bekerja sebagai katalisator atau agen yang mempercepat suatu reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh agar metabolisme berjalan normal. Ajaklah ayah kepada kegiatan-kegiatan positif seperti mengikuti kajian-kajian keagamaan, kajian-kajian keilmuan, berpartisipasi aktif dalam kegiatan di masyarakat.

Jangan lupa sediakan waktu khusus untuk diskusi hangat dengan ayah dengan topik apapun, baik yang serius maupun santai. Jika sudah mampu, anak harus belajar mengambil peran ayah sedikit demi sedikit seperti mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga dan menjadi wakil keluarga dalam berinteraksi dengan sanak saudara dan lingkungan sekitar.

4. Anak sebagai komunikator silaturahmi yang handal

Red Telephone

Red Telephone via https://www.pexels.com

Peran berikutnya adalah komunikator silaturahmi yang handal terhadap ibu. Peristiwa perceraian dapat merenggangkan bahkan pada beberapa kasus dapat memutus hubungan silaturahmi antara ayah dan ibu, keluarga ayah dan keluarga ibu, yang bisa berdampak kepada sikap anak. Karena dalam kasus perceraian, salah satu pihak akan berada di posisi untung atau rugi. Untung manakala salah satu pihak memperoleh hak asuh anak atau porsi yang besar dalam pembagian harta gono gini, begitupun sebaliknya.

Dalam konteks sebagai komunikator silaturahmi yang handal terhadap ibu, anak harus berupaya membina hubungan yang baik terhadap ibu, bersikap netral dalam arti tidak mengkambing hitamkan salah satu pihak atas sebab perceraian yang terjadi, serta penghubung komunikasi antara ayah dan ibu dalam batasan norma-norma yang berlaku. Jangan lupa sediakan waktu khusus untuk mengobrol dengan ibu, walau lewat telepon atau handphone.

Di samping berbakti kepada ayah, anak juga wajib berbakti kepada ibunya. Apapun kondisi dan status hubungan ayah dan ibu, sikap bakti anak kepada orang tua tidak boleh goyah sedikitpun. Filosofinya, anak harus bersikap layaknya diplomat yang pandai bernegosiasi dengan negara lain dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Diplomat adalah agen penghubung komunikasi antara kedua negara atau pihak yang bekerja sama, meskipun mungkin di masa lalu, kedua negara tersebut memiliki sejarah hubungan yang "pernah" tidak akur.

5. Anak sebagai pejuang cita-cita yang tangguh

Bussiness Idea

Bussiness Idea via https://www.pexels.com

Peran terakhir yang tak kalah penting adalah pejuang tangguh dalam menggapai cita-cita. Anak adalah salah satu kebahagiaan yang tersisa bagi ayah, pasca peristiwa perceraian yang menimpanya. Kebahagiaan ayah akan terasa sempurna saat ia dapat melihat anaknya mampu meraih cita-cita hidup yang didambakan setinggi-tingginya. Oleh karena itu, anak harus berupaya menjawab dinamika kondisi keluarga dan masyarakat yang menuntut kesuksesan secara lahiriah (materi) maupun batin (rohani).

Dalam konteks sebagai pejuang tangguh dalam menggapai cita-cita, anak harus berjuang menggapai cita-cita dengan tekun, rela berkorban, tahan banting dalam arti terus menapaki kesulitan dan kemudahan dalam berproses, serta memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai arus yang mengajaknya keluar dari trek yang lurus dan benar.

Filosofinya, anak harus bersikap layaknya panglima perang yang memimpin pasukannya dalam berjuang melawan penjajah demi cita-cita mulia yaitu kemerdekaan bangsa dan negara. Dalam perjuangan melawan penjajah, tentu dibutuhkan pengorbanan yang tiada putus-putusnya, ketangguhan mental untuk bertahan dalam posisi yang amat sulit, namun tetap fokus pada tujuan awal yakni memerdekakan bangsa dan negara dari penjajahan, sehingga tidak terbersit sedikitpun pikiran untuk mengkhianati perjuangan.

6. Sinergitas ketiga peran dalam menggapai surga kedua di kaki ayah

Abstract Bright

Abstract Bright via https://www.pexels.com

Ketiga peran inilah yang akan menguatkan konsep "menggapai surga kedua di kaki ayah" yang telah dijelaskan di awal tulisan. Sinergitas ketiga peran ini akan menjadikan anak memiliki peran sebagai pelaku penting dalam kebangkitan ayah maupun keluarga, namun tidak menghilangkan kewajiban untuk berbakti kepada ibu.

Berpisah dengan ibu bukan berarti kesempatan untuk meraih surga-Nya menjadi hilang, karena masih ada surga kedua yaitu di kaki ayah. Masih ada ayah yang dapat menjadi ladang seorang anak untuk menunjukkan bakti, sehingga hal ini akan mendatangkan keberkahan dari Sang Pencipta. Yakinlah bahwa Dia tidak menyia-nyiakan segala kebajikan yang kita lakukan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE